Risk • 8

520 74 0
                                    

>>>>

Sesekali gumaman lagu terdengar dari dalam kamar. Harin bernyanyi pelan dengan suara merdu dan manisnya sambil memainkan jari-jari tangan Seulho dan menggigitnya dengan gemas. Entah apa maksudnya tapi Seulho hanya tersenyum kecil, matanya terpejam tapi masih terjaga. Mereka sekarang berbaring ditengah ranjang dengan selimut tipis yang menutupi tubuh polos mereka. Masih menikmati sisa-sisa percintaan yang menguras tenaga dan keringat walau itu sudah lama berakhir. Lelah tapi menyenangkan dan tidak ada yang ingin tidur lebih dulu.

Tawa renyah Harin meledak saat mendengar suara bas itu menggema tiba-tiba melanjutkan nyanyiannya yang terhenti. Lagu yang romantis kini berubah menjadi horor karena Seulho. Seulho terus bernyanyi seperti penyanyi yang sudah berpengalaman tapi suaranya tidak bisa berbohong. Fals dan bergetar seperti gempa bumi.

“Hentikan Seulho! Sekarang kau yang merusak suasana. Sungguh.” Harin mencubiti pinggang Seulho.

“Ouch! Kenapa? Apa salah ku?” Seulho berpura-pura lugu. “Aku hanya bernyanyi untukmu. Dengarlah.” ia kembali bernyanyi dengan sepenuh hati. Terus bernyanyi sambil menjauhkan wajahnya dari tangan Harin yang ingin menutup mulutnya. Mereka tertawa bersama.

Harin merasa sangat bahagia. Tertawa bersama orang yang dicintai sangatlah menyenangkan. Seulho benar-benar kembali lagi padanya. Mereka kembali bersama. Harin memeluk dada Seulho dengan erat dan hangat. Lengket seperti lem.

“Kemana kau pergi hari itu? Kau tidak benar-benar bekerja diluar kota ‘kan?” Harin masih penasaran.

“Tidak. Itu hanya alasan konyolku.” jawab Seulho sambil mengusap paha kiri Harin di atas pinggangnya. Kenapa ia berbohong seperti itu? “Aku pergi ketempat temanku.” Harin mengangguk lalu teringat sesuatu.

“Apa— apa yang sebenarnya terjadi di Coffee Shop itu?”

- flashback
Seulho masuk kedalam sebuah Coffee Shop dan memesan dua lusin kopi untuk Harin dan teman-temannya di lokasi syuting. Seulho duduk menunggu sendirian dengan sabar sambil sesekali membalas pesan Harin yang ingin pesan ini dan itu. Seulho mengedarkan pandangannya, tempat ini hampir penuh dengan anak muda yang sedang bersantai sore. Saat hendak membayar tagihannya, tiga orang gadis tiba-tiba datang menghampiri Seulho.

“Umm permisi, kau adalah Manajer Kang ‘kan? Manajer Harin eonnie.” tanya mereka malu-malu.

“Iya.” Seulho mengangguk dan tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan ini.

“Apa dia disini?” semangat mereka kompak.

“Tidak. Dia tidak sini. Maaf, tapi aku tidak bisa memberi tahu kalian.”

“Oh tidak apa-apa. Kami adalah penggemarnya. Bisakah kau berikan ini padanya, Manajer Kang.” dua orang dari mereka kemudian memberikan beberapa bingkisannya.

“Oh baiklah. Terima kasih banyak. Aku akan memberikannya. Harin pasti senang.” gadis-gadis itu tersenyum lebar, juga berharap yang sama.

Dan kemudian, dua remaja laki-laki dengan seragam sekolah datang ke kasir untuk membayar. Keduanya terlihat sinis.

“Hei, nona. Kenapa kalian suka sekali dengan si Harin itu? Artis tidak berbakat. Membuang waktu saja menjadi penggemarnya.” mereka tertawa tanpa merasa bersalah.

Itu adalah awal dari terjadinya adu mulut antara penggemar dan pembenci. Keributan tidak bisa dihindari lagi. Mulai menarik perhatian pengunjung lainnya. Tapi Seulho mencoba menenangkan mereka, anak-anak muda yang masih labil. Mereka yang sama-sama merasa benar dengan pendapat dan pengetahuannya tentang Harin membuat Seulho ikut kesal dan bingung berada ditengah-tengah mereka.

⨾ OUR RISK OUR CHOICE ⨾ end ⨾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang