five

348 41 6
                                    

Jina tidak mengerti, tadi saat siang di kantor suaminya. Jimin langsung meraih ponselnya begitu saja lalu menghapus video yang sempat Jina tonton perawalan. Sebuah kegelapan dengan cahaya yang berganti warna, terlihat seperti sebuah tempat yang begitu tidak asing bagi Jina.

Dia sendiri bingung terhadap suaminya yang langsung saja bertingkah aneh mengatakan bahwa jangan sembarangan menerima pesan dari nomer yang tidak di kenal. Dia tidak mengerti namun setelahnya abai saja karena Jina sendiri enggan memikirkan hal memusingkan dirinya.

Sekarang, berdiri di sebuah butik seraya memilih beberapa pakaian rancangan dari sang sahabat. Terlihat gaun-gaun cantik berjejer begitu rapi berwarna warni membuat siapa saja akan suka jika berlama-lama di tempat ini.

"Aku memiliki sebuah gaun yang aku rancang khusus untuk size tubuhmu," serunya,"gestur tubuh indahmu ini selalu menjadikan ide-ide ku tercipta dengan baik. Kau tau, ide pembuatan gaun yang kau gambar seminggu lalu berhasil mendapat apresiasi yang besar bahkan sudah terjual."

Jina ikut senang mendengarnya. Memang, mereka berdua sudah bersahabat sejak lama, bahkan sering juga Jina membantu membuat gambar hasil karyanya untuk diberikan kepada sang sahabat secara cuma-cuma. Keahlian nya mendesain membuat sang sahabat ikut terbantu, dan sangat berdampak baik terhadap butiknya.

"Nah ini. Aku memberikan nya secara cuma-cuma, terima saja." Lea, sang sahabat memberikan sebuah gaun berwarna hitam, dengan mutiara yang memenuhi di beberapa titik.

Iris Jina berbinar, ia tidak dapat menyembunyikan rasa kagum dan sukanya pada gaun yang diberikan oleh Lea,"Ini indah sekali."

"Untukmu, bukankah malam ini adalah perayaan hari ke enam tahun pernikahan kalian?" bisiknya membuat Jina benar-benar tertegun. Lea memang tidak pernah melupakan tanggal terpenting dalam sejarah hidupnya.

Saking dekatnya mereka berdua. Mereka sering dikira sebagai saudara oleh beberapa orang yang melihat cover kedekatan keduanya begitu tulus, menciptakan sebuah momen natural tanpa dibuat-buat.

"Terima kasih, aku jadi merepotkan mu." Jina jadi tidak enak hati.

"Ck! Kau ini, kau itu sudah aku anggap sebagai saudara kandung ku sendiri, jadi tak perlu merasa begitu."

Tidak jauh dari mereka, ada seorang wanita muda yang berjalan melihat-lihat gaun rancangan Lea menatap nya begitu minat.

"Selamat siang Nona. Ada yang bisa saya bantu? Tentang gaun yang ingin Nona cari, disini menyediakan beberapa model gaun yang begitu menarik bahkan dres dengan beberapa model juga ada." Sambut Lea begitu ramah pada pengunjung butiknya.

Wanita muda itu mengeluarkan sesuatu pada paperbag nya, menjadi pusat perhatian Jina juga Lea.

"Apa anda menjual dres seperti ini? aku begitu menyayangi dres ini namun seperti nya sudah tidak bisa aku kenakan lagi, selain kekecilan juga sedikit robekan pada pahanya."

Lea meneliti dres yang sekarang sudah berada ditangan nya,"Tunggu sebentar ya, sepertinya saya masih mempunyai model seperti ini."

Jina dan wanita muda itu kini saling melempar senyum. Berada dekat dan saling memperhatikan.

"Eonni, langganan disini juga?" tanyanya.

"Iya. Kebetulan butik ini milik sahabatku," sahut Jina antusias.

Wanita muda tersebut mengangguk paham, lalu tanpa di duga dia memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan nya," Bae Irene."

Jina mengulurkan tangan nya untuk menautkan."Park Jina."

Tautan tangan itu terlepas, sepertinya awal pertemuan mereka memang sangat baik dengan sikap ramah dari keduanya yang begitu menonjol.

"Tidak apa 'kan, jika aku memanggilmu dengan sebutan Eonni?" ijinnya.

Life After Marriage (M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang