Sesampainya di hunian Jimin. Si pria langsung menempatkan Jiwon pada kamar nya semula dan Jina, tentu akan bersama Jimin.
"Ayo," ajak Jimin seraya merangkul bahu Jina.
Si wanita masih nampak tidak yakin dengan ini semua. Seperti, ini adalah cara yang salah. Jimin bukan amnesia tapi dia hanya terkena gangguan sikis saja dan itu bisa saja sembuh meski caranya bukan seperti ini.
"Kau, duluan saja ke kamar. Aku mau bersama Jiwon dulu," sahut Jina senyaman mungkin, agar Jimin sendiri dapat mengerti.
"Baiklah. Aku duluan dan aku menunggumu," serunya kemudian beranjak menuju ke lantai dua.
Jina bersama Jiwon berada di kamar sang anak. Masih sama tidak ada yang berubah.
"Amy. Jiwon mau tidur bersama Amy dan Daddy saja ya?" pinta sang anak.
Jina ikut berbaring di sisi kasur sang anak. Mengusap lembut kepala nya lalu mengecupnya satu kali.
"Jiwon akan tidur disini bersama, Amy."
"Daddy?"
"Daddy sendiri."
Entah akan ada kejadian apa lagi setelah ini? Jina sendiri perlu menyesuaikan diri, kembali menjadi lebih ekstra sabar menghadapi ini semua yang benar-benar sulit bagi Jina sendiri.
"Amy. Ceritakan dongeng tentang Smurfs."
"Iya. Tapi, Jiwon sambil tutup mata ya."
Jiwon mengangguk patuh seraya memeluk Jina dengan nyaman. Mulai Jina mendongengkan sang anak seraya menepuk punggung nya dengan lembut.
Hanya perlu sepuluh menitan, sang anak sudah lelap dan Jina terhenti. Di usapnya kembali surai tebal itu lalu di kecupnya dengan sayang.
"Amy janji, sayang. Akan membahagiakan Jiwon dan terus bersama anak Amy yang tampan ini," ungkapnya.
Tidak lama dari itu. Pintu berderit. Jimin lah yang membuka pintu kemudian berlalu masuk. Duduk di sisi kasur seraya menaruh tangan di atas perut Jina lalu mencium kening sang anak dengan sayang.
"Ayo, tidur di kamar atas," ajaknya.
Jina kikuk sendiri. Mana bisa begitu? Mereka kan sudah resmi bercerai dan tidak memiliki ikatan lagi. Untuk tidur bersama? Sepertinya bukanlah ide yang bagus.
Perlahan Jina bangkit seraya menjauhkan tangan Jimin yang melingkari perutnya.
"Aku tidur bersama, Jiwon saja ya malam ini."
"Tidak, sayang. Kau harus tidur di kamar kita," tolak Jimin dengan halus lalu berdiri."Sudah larut, mari tidur."
Dengan susah payah Jina menelan ludahnya."Jim. Tadi Jiwon bilang, kalau dia mau tidur bersama ku. Jadi, malam ini aku menemani Jiwon saja."
Jimin nampak menimbang ucapan Jina lalu menyahut,"Kau takut? Takut aku berbuat di luar batas, hm?" tebak Jimin,"aku akan segera mengikat mu kembali jadi jangan takut."
Bukankah mereka pernah melalui malam panjang bersama meski sudah berpisah? Tapi sudahlah, Jina urung memikirkan itu, dia hanya ingin menghindari karena ingin menjaga perasaan Namjoon, calon suaminya.
"B-bukan begitu tapi-"
"Baiklah. Malam ini, kita berdua tidur disini," putus Jimin lalu berbaring di sebelah Jina. Tidak lupa mematikan lampu di atas nakas terlebih dahulu kemudian menarik selimut.
"Tunggu apa lagi? Ayo tidur," ajak Jimin.
Jina sendiri masih dalam posisi menyandar. Lalu dengan pelan dia meringsut berbaring di sebelah Jimin. Menghadap sang anak karena tidak mau sesuatu terjadi. Tapi, diluar keinginan, Jimin malah memeluk, melingkarkan tangan nya di perut Jina lalu kian mendekatkan kepalanya ke perbatangan leher Jina. Sempat meremang beberapa saat karena Jimin mengendus bahkan mengecupnya berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Marriage (M)
Storie d'amoreEnd Tentang rasa yang tidak bisa berpaling. Bersikekeh ingin memiliki namun jalan sulit terus saja menyelimuti.