Bergerak erotis. Memenuhi segala arah mata memandang, menatapnya begitu suka hingga senyum senang nya tak memudar sedari tadi.
"Jina. Kau cantik sekali," pujanya seraya terus menatap wanita itu berlenggak di hadapan nya. Memakai pakaian seksi yang begitu dia sukai hingga irisnya tak mampu berpaling barang sebentar.
"Kau, membuat ku gila, Jina. Itu indah asal kau tau." Lagi dan lagi dia memuji. Kini, sambil menyesap alkohol nya kemudin tersenyum dengan raut wajah penuh puja serta netra nya dengan kesayuan menatap sang wanita.
"Arghhh, kepalaku." Seketika dia memegangi kepalanya, yang terasa berputar juga berat sekali. Di geleng-gelengkan nya kepala dan kembali menatap Jina nya namun nihil, sosok itu kian menghilang membuatnya memohon agar kembali.
"Tidak, Jina. Kembalilah," pintanya seraya terus memegangi kepalanya."Argggh, sakit sekali."
"Kau hanya milik, Park Jimin. Hanya aku yang boleh memilikimu, menyentuhmu. Tidak untuk yang lain apalagi Kim Namjoon. Pria sialan yang telah berani menyentuh mu," ungkapnya lalu tersenyum kecut. Kemudian berubah menjadi murung dan saat itu pula air matanya menitik.
"Jina. Aku mohon, kembalilah," mohon nya begitu pasrah. Meraung, menangis dalam kesendirian lalu kembali lagi tersenyum.
Min sang sekretaris, melihat itu menggeleng. Tentu merasa iba apalagi melihat keadaan Jimin yang sungguh menyedihkan. Sudah dua hari ini dia mengurung diri di kamar nya. Pakaian nya lusuh, bahkan kemeja kantor yang Jimin kenakan belum diganti dua hari lalu, masih sama.
Botol-botol bening berserakan di lantai. Bahkan ada pula yang pecah beberapa namun sepertinya Park Jimin tidak perduli itu. Dia kacau sekali dalam kefrustasian nya, menerima kabar bahwa Jina akan segera menikah.
"Jim. Berhenti minum. Tidak baik dengan kesehatan mu nantinya. Kau terlihat sungguh kacau," pinta Min yang bersimpuh di depan Jimin.
"Min. Apa aku memang sudah tidak pantas lagi untuk Jina? Kau tau, aku ingin kembali lagi dengan nya. Bantulah aku, Min. Katakan padaku, apa yang kurang dariku agar aku perbaiki. Asal, Jinaku kembali." Dengan netra yang sayu serta raga yang lemah. Jimin terlihat hancur di iringi deraian air mata yang kini terus meluruhi.
Min menaruh tangan di bahu Jimin."Kau tidak salah, Jim. Hanya caramu yang salah. Jina tidak suka kau seperti ini, mabuk tidak terkendali. Jadi berhentilah," pinta Min. Dia paham bagaimana keadaan Jimin sekarang. Kehancuran telah melanda diri.
"Aku akan berhenti jika Jina datang memeluk ku dan mengatakan, kalau dia akan kembali." Jimin menyesap minuman nya kembali. Lalu tertawa hampa kemudian murung lagi.
"Min. Sebaiknya kau keluar, dan satu, bereskan semua barang milik Irene. Aku tidak mau ada satu miliknya pun yang tersisa," pinta Jimin.
Min menghela nafasnya. Memang, Jimin dan Irene sudah bercerai tiga hari lalu. Sudah tidak ada yang Jimin harapkan bahkan memang tidak ada yang Jimin inginkan dari pernikahan nya. Jimin teringin pisah sudah sedari dulu, hanya saja dia menunggu waktu yang tepat. Meski ada keributan besar diantara keduanya namun semuanya telah final, mereka resmi bercerai dan berpisah.
***
Hujan deras mengiringi kesendirian Jina. Di sebuah kamar apartemen miliknya, dia berdiri menatap dinding kaca yang mengembun serta gemuruh petir yang menggema. Masih tercenung dengan perkataan Min siang tadi di resto. Pria itu menjelaskan semua prihal kesalahpaham dan perselingkuhan Jimin juga Irene. Namun, meski Jimin tidak pernah berniat ingin menghianati Jina. Tetap saja, bagi Jina ini tindakan salah sebab Jimin menyembunyikan ini semua, apalagi terlibat permainan panas dibelakang nya. Tentu Jina tidak membenarkan dan mampu memaafkan meski itu bukan kehendak Jimin sekalipun. Jina mampu memaafkan kesalahan Jimin apapun itu, seberat apapun asal satu, tidak untuk perselingkuhan karena Jina memiliki hati yang tidak akan pernah bisa tersakiti. Akan sulit memaafkan bahkan kembali jika hatinya telah digores oleh sembilu yang tajam, sebuah perselingkuhan di belakang nya di saat dia sepenuhnya percaya namun harus di runtuhkan oleh dusta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Marriage (M)
RomanceEnd Tentang rasa yang tidak bisa berpaling. Bersikekeh ingin memiliki namun jalan sulit terus saja menyelimuti.