sixteen

363 40 1
                                    

Ketika rasa tidak lagi sama. Maka pilu begitu terasa menjadi sebuah nama yang patut untuk menggelari.

Perlahan terbangun. Meringis, ada sesuatu yang terasa nyeri bahkan tubuhnya terasa remuk ketika bergerak barang sedikit. Kelopak matanya belum sempurna terbuka dan kini sudah perlahan dan mulai melihat kesekitar seraya bangun dan memegangi kepalanya yang terasa berat.

"Ahh shh,, ada apa dengan kepalaku? Sakit sekali rasanya." Bukan hanya sakit, namun juga berat yang ia rasakan.

Saat irisnya menatap kesekitar dengan jelas, detik itu pula ia terkaget dan terheran bisa berada di tempat asing begini. Dia ingat sekali terakhir kali berada di mini bar, milik Madam Momy.

Dia hendak bangkit, mengambil ponselnya yang berdering di atas nakas sebelah kasur. Melihat nama yang tertera di sana adalah adiknya terburu Jina mengangkatnya.

"Noona. Kemana saja kau? Sedari malam aku berusaha  menelpon mu, bahkan mengirimi mu banyak pesan namun kau tidak membalasnya. Kau dimana sekarang?"

Jina menghela nafasnya. Ini masih pagi, kepala nya sudah terasa semakin pening akibat pertanyaan dari sang adik yang tidak bertempo itu.

"Noona ada di penginapan." Yang di seberang sana mengernyit bingung namun tetap mendengarkan,"aku baik-baik saja dan akan segera pulang. Jangan khawatir, Ohh iya! bagaimana dengan Jiwon?"

Diseberang sana menatap keponakan nya yang sudah memakan sarapan paginya, roti berselai nanas kesukaan nya."Dia sedang makan. Dia juga sudah mandi bersiap untuk sekolah."

Jina merasa lega."Syukurlah, Noona akan segera pulang mengantar Jiwon sekolah."

Meski tubuhnya terasa remuk dan sakit. Jina tidak akan pernah meninggalkan kewajiban nya mengantar Jiwon ke sekolah. Memberikan kecupan manis di setiap paginya seperti biasa ia lakukan.

"Amy. Banyak kerjaan ya? Jangan terlalu lelah Amy. Nanti Amy sakit, Jiwon sangat menyayangi Amy." Itu suara anaknya, mengambil alih ponsel Jeon.

"Iya sayang. Tunggu Amy ya! Amy akan segera pulang."

Dapat kecupan dari seberang sana membuat seberkas senyum terbit dari bibir Jina begitu manis. Terburu Jina beranjak dari kasur lalu memasang high heels nya. hendak berlalu keluar, namun belum sempat membuka knop pintu, irisnya harus di hadiahi atensi pria yang membawa nampan berisikan roti dan segelas susu hangat. Apa itu? Jina masih tidak mengerti dengan posisi nya sekarang, ditambah lagi kehadiran pria ini di dalam kamar penginapan nya.

Tunggu? Apa jangan-jangan semalam yang membawanya adalah Park Jimin?

"Sudah bangun.. sarapan dulu baru aku antar pulang," serunya lalu menutup pintu kembali membuat Jina mundur beberapa langkah.

"Kau. Kenapa bisa ada disini?" tanyanya begitu dingin menusuk ke dalam rungu Jimin.

"Kau pasti lupa, kejadian semalam?"

Jina menatap nya dengan tajam. Apa yang Jimin maksud barusan? Apa jangan-jangan dia ingin menjebak Jina dengan kata-kata nya atau memang ini adalah sebuah permainan Jimin yang baru?

"Apa maksudmu kejadian semalam?"

Jimin mendekat, hendak meraih lengan Jina namun segera di tepis oleh si empu. Benarkan, Jina akan berontak jika saja dia disentuh dalam keadaan sadar begini.

Life After Marriage (M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang