0.19

330 40 7
                                    

Sepatu hitam mengkilap nya baru saja menapaki halaman rumah besar. Namun terlihat sunyi, seakan penghuni nya hanya ada dia seorang tanpa yang lain. Semenjak kepergian orang tercinta semuanya berubah drastis, dari keramaian yang tercipta kini menjadi senyap dan lagi senyum tawa yang tiap hari dia dapatkan sudah tidak bisa ia lihat lagi seperti dulu. Begitu hampa, ingin rasanya dia mengulang kembali dimana lembaran itu terus terjalin tanpa adanya perpisahan.

Baru saja pintu utama terbuka, iris nya diperlihatkan satu pria paruh baya dengan pakaian formal nya dan satu wanita yang tak lain adalah istrinya sendiri.

"Park Jimin," sapanya langsung, berdiri menatap Jimin dengan tatapan dingin.

Sama hal nya dengan Jimin yang menatap kedua orang di depan nya tanpa minat sama sekali. Kepala nya pusing, baru saja dihadapkan dengan pria sialan yang mencoba merebut mantan istrinya dan kini, ada lagi masalah yang siap menghadang nya. Dari tatapan pria itu saja Jimin sudah bisa menyimpulkan jika ada yang tidak beres.

"Semalaman tak pulang. Meninggalkan puteri ku seorang diri. suami macam apa kau ini?" sarkasnya langsung.

Jimin menatap Irene dengan wajahnya tanpa dosa tengah memperhatikan dirinya. Lalu menatap mertuanya dengan tatapan yang sama,"Aku menginap di apartemen mantan istriku." Sahutnya dengan santai. Tanpa beban dan merasa itu semua tidaklah perlu ditutup-tutupi.

Mendengus, merasa kesal kepada Park Jimin yang seenak hati berlaku seperti ini apalagi terhadap puterinya semata wayang."Kau. Kesepakatan kita, kau jangan lupakan itu Park Jimin! Aku memintamu menjadi suami anak ku bukan untuk kau tinggal sesuka hati apalagi kau berlaku seenaknya."

"Jangan salahkan aku. Pada awalnya kesepakan ini hanya anda dan puterimu yang menyetujui, aku sama sekali tidak. Aku merasa terbodohi ketika aku tau, kandungan yang ada pada rahim nya bukan lah anak ku tapi anak pemuda yang datang ke rumah ku dua hari lalu. Yoongi namanya jika anda ingin tau." Jimin menatap dingin Irene yang menunduk.

"Dengan bodoh nya aku bertanggung jawab. Aku kehilangan keluarga ku dan asal kau tau lagi Tuan Bae Sungwon. Janin yang ada pada Irene sudah tidak ada lagi. Dia keguguran sebelum menikah dengan ku.. aku tentu merasa dirugikan dan seperti kena jebakan, aku sudah menjelaskan bukan? Aku tidak tau menahu kenapa waktu itu di sebuah club bisa terbangun dan tepat bersama puterimu yang aku yakini, sejengkal pun aku tidak pernah  berminat untuk menyentuh nya," terang Jimin yang membuat pria paruh baya itu tidak percaya.

"Jangan omong kosong!"

"Terserah! Aku tidak peduli apapun lagi. Aku muak dengan drama puterimu dan sebaiknya, anda tanyakan sendiri pada Irene. Dia tau kuncinya." Sahutan terakhir, lalu Jimin beranjak pergi menuju lantai dua. Merasa muak membicarakan semua masalah ini yang ada kepalanya tambah pusing.

Sedangkan tuan Sungwon menatap sang puteri dengan tatapan yang masih penuh tanya, meminta untuk segera dijelaskan.

"Katakan apa yang dibilang Park Jimin itu tidak benar Bae Irene!" serunya dengan tegas.

Irene tentu merasa takut dan tertunduk, tak mampu menyahut karena apa yang dibilang suaminya itu benar. Dia juga yang menyebabkan semuanya hancur. Mencekoki Jimin alkohol sehingga kesadaran nya hilang dan membuat nya juga hilang kendali. Semua ini sudah dia rencankan di jauh hari.

Ia menyesali, namun terlanjur jatuh hati kepada Park Jimin. Disaat dia butuh sandaran dan secara tidak sengaja irisnya jatuh pada sosok pria yang tengah berada di club bersama para sahabat, dan itu membuat Irene sebagai remaja labil menjadi menggebu, ingin memiliki Jimin sepenuhnya meski ia harus melakukan hal apapun.

"M-maafkan Irene Ayah," sahutnya kemudian dengan ragu, dia takut sebenarnya sang ayah murka.

"Kau." Sungguh, tidak percaya atas apa yang dilakukan puterinya. Dia juga malu karena telah mengetahui kelakuan puterinya.

Life After Marriage (M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang