Dia adalah tempat bersandar. Penyembuh segala luka yang pernah ia alami. Dia juga yang berjuang membuat senyum seorang Ahn Jina terbit sampai melupa sesaat bagaimana pelik nya kehidupan. Dengan nya semuanya terasa sembuh, dan kembali bangkit seperti bunga mawar yang baru di sirami oleh air hujan yang membasahi bumi.
Penuh oleh guguran air, membuatnya kembali mekar dengan cantik. Merekah dan memancarkan keindahan lagi. Namun, semuanya telah menjadi masa lalu yang akan menjadi kenangan selanjutnya.
Lagi dan lagi Kim Namjoon harus menelan pil pahitnya untuk kedua kalinya. Melepaskan bukanlah hal mudah. Berperang dengan perasaan begitu hebat ketika kembali merelakan suatu hak yang bukan menjadi miliknya.
Pelukan mengurai. Dengan rasa kecewa bahkan kesedihan menyelimuti Namjoon mengusap lembut pipi Jina. Menatapnya lembut meski hatinya telah ditimpa oleh ribuan jarum yang menghunus.
"It's oke, Jina." Namjoon tersenyum tegar.
"Kau berhak bahagia dengan pilihan mu. Kau tidak perlu fikirkan bagaimana perasaan ku saat ini. Aku bahagia melihat wanita yang begitu aku cintai tersenyum dan bahagia meski bukan aku yang menjadi alas canda dan tumpahnya senyuman mu. Cukup melihat mu bahagia aku bahagia."
Jina menggeleng. Di tatapnya wajah tegar Namjoon lalu memegangi erat lengan nya,"Maafkan aku Joon. Aku-"
Terburu tangan Namjoon terangkat menutup bibir Jina dengan telunjuk nya. Tersenyum lagi dengan kekuatan penuh."Tidak, Jina. Kau tidak salah. Aku mohon, berjanjilah untuk selalu bahagia. Tersenyum dan jangan pernah menangis lagi," pintanya lalu memejam beberapa detik,"aku pergi."
Namjoon melepaskan diri, menjauh dari Jina yang masih menangis di samping kursi putih yang berada di taman, tak jauh dari sungai Han.
Jina menatap kepergian nya dengan pilu. Canda tawa pernah tumpah di pundak Namjoon. Penguat Jina kala kakinya lelah untuk berjalan, ketika tangis hebatnya melanda maka pundak itu adalah sandaran.
Terduduk. Memejam beberapa saat hingga birai nya berseru,"Maafkan aku, Joon."
Jina masih menangis pilu. Angin menerjang kuat kertas yang berada di atas kursi panjang tersebut. Jina meraih kertas putih itu yang beberapa lalu menjadi penyelesaian hubungan nya dengan Namjoon.
"Terima kasih sudah menjadi penolong. Maafkan aku, Joon." Berulang kali Jina melirih. Di sekanya air mata yang terus saja meluruhi.
**
Setelah fikiran Jina memulih. Ia memilih untuk menjemput Jiwon dan kini, berada di halaman sekolah. Namun iris nya dikagetkan oleh presensi wanita yang tengah menarik tangan Jiwon.
"Irene!" panggilnya. Si empu nama terhenti menatap Jina yang mendekat,"Lepaskan tangan anak ku." Jina menatap tajam.
Sedangkan Irene hanya mengangkat satu alisnya lalu menarik Jiwon ke belakang tubuhnya.
"Amy," lirih Jiwon merasa takut.
"Irene. Apa maksudmu? Berikan Jiwon padaku," pinta Jina yang mendekat Namun Irene menghindar.
"Dengar! Kau sudah merebut kebahagiaan ku. Dan anak ini juga salah satunya," ungkap Irene yang masih memegangi lengan Jiwon dengan erat sampai si anak meringis sedangkan Jina mendelik melihat sang anak tidak tega.
"Jangan gila! Lepaskan anak ku, dia tidak ada sangkut pautnya dengan masalah hidup mu. Jikapun kau merasa ada masalah dengan ku, hadapi aku saja. Jangan bawa anak ku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Marriage (M)
Roman d'amourEnd Tentang rasa yang tidak bisa berpaling. Bersikekeh ingin memiliki namun jalan sulit terus saja menyelimuti.