Beberapa hari kemudian
Tubuhnya mulai membaik bahkan sudah di perbolehkan pulang, sayang Nyonya Dewi semakin hari semakin banyak berdiam diri, terhanyut dalam lamunan pikirnya. Meninggalkan Dua anak manusia yang tengah mempersiapkan segala keperluan pernikahan mereka. Mulai dari hal-hal yang biasanya tidak mereka perhatikan kini seakan mereka urusi sendiri.
"Nek, kita pergi ke rumah Alle dulu ya?" pamit Kalle dan Kinan memasang wajah bahagia. Seolah rencana mereka tidak pernah tercium oleh Nyonya Dewi.
Hanya anggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Kalle. Tidak ada niatan untuk mengatakan atau menjawab. Tangannya enggan menyentuh kening Cucu-cucu yang selama ini dia banggakan.
"Kita berangkat," Kinan merangkul tubuh jangkung Kalle, meninggalkan Nyonya Dewi duduk termenung di dunianya.
Ingatannya terlintas kepada usaha-usaha yang selama ini dia lakukan, untuk membuat Alle pergi dari hidup Kalle bahkan pernah meminta cucunya melanjutkan studi di luar negeri. Cukup berhasil namun tidak berlangsung lama, pada akhirnya mereka kembali seperti semula.
Sekarang gadis itu benar-benar pergi seperti yang dia minta beberapa hari yang lalu. Andai aku tidak mengatakan kalimat yang menyakiti hatimu apakah kamu masih di sini, batin Nyonya Dewi mendorong kursi rodanya kedalam rumah. Tidak kuat dia mengingat seberapa tajam lidahnya mengucapkan kalimat yang membuat gadis itu terluka.
Sementara dia rumah Alle tengah terasa sunyi setelah Alle meninggalkan rumah sederhana itu, kini tidak ada lagi orang yang membela Josua, orang yang berdebat dengan Kevin hanya karena kartun atau orang yang tidak mengalah dengan kerusuhan Kevan.
Suara mobil membuat seluruh anggota keluarga itu memandang ke arah pintu masuk dengan tatapan masa bodo. Jik dulu dia akan menyambut Kalle dengan riang ketika dia bertamu kemari. Sekarang mereka tidak bisa bersikap sama seperti dulu-dulu.
"Assalamualaikum, kita datang. Ingin meminta izin membawa Alle suatu tempat apa di perbolehkan?" salam Kalle membuka pintu tanpa di persilahkan oleh penghuni rumah.
Tidak ada jawaban membuat Kinan menyengir tidak paham dengan suasana yang tengah terjadi. Bunda orang yang selalu menyambut mereka malah masuk kedalam kamar dengan cepat. Di susul Josua dan Kevan mengikuti langkah kaki Bunda Tantri, menyisakan Kevin yang masih berbaik hati tetap tinggal menghormat tamu mereka.
"Waalaikumsalam, Kakak sudah tidak tinggal di sini lagi." Kevin menjawab tanpa harus repot-repot membaca dan memahami arti tatapan menusuk Kalle atau pelototan mata Kinan yang mirip dengan mata sapi saking kagetnya.
"Maksudnya bagaimana?" Kalle sudah tidak sabar dengan fakta yang di ungkapkan Kevin. Bagaimana bisa sahabatnya itu tidak berada di rumah yang membesarkan dirinya. Sulit di percaya.
"Jangan bercanda, Alle pasti hanya sedang membeli sosis di toko depan. Kamu jangan bercanda," ucap Kinan canggung. Sebisa mungkin dia membuat candaan garing agar suasana terlihat hidup kembali.
"Buat apa berbohong kepada kalian." Kevin tidak berbohong kepada dua orang yang wajahnya kini kian tidak bisa menerima kenyataan yang dia lontarkan. Kekehaan sinis menghiasi wajah rupawan Kevin, tidak pernah terlintas di benak dia akan bersikap seperti ini kepada dua orang di depannya.
"Jangan bohong!" Kalle tersulut emosinya. Terutama ketika melihat senyuman remeh yang sengaja dia tujukan untuk dirinya. "Kamu hanya berhohong," ucapnya sambil memegang kerah baju Kevin erat.
Nafasnya terengah-engah, dadanya berdebar kencang, dan matanya terasa perih. Tidak paham mengapa dia seemosi ini ketika mendapati Alle tidak ada seperti yang di katakan Kevin. Perlahan dia tersadar dan melepaskan pelan-pelan kerah Kevin.
"Coba kamu telepon, Kall!" saran dari Kinan langsung Kalle ikuti.
Dia berlari menuju mobil tanpa memperdulikan Kinan dan Kevin yang mengikuti dirinya. Sampainya di mobil dia sibuk mencari benda pipih itu, sudah Dua hati dia tidak mengaktifkan benda itu.
"Sial baterainya habis."
"Kamu ini bagaimana, ayo pakai handphoneku saja." Kinan menyerahkan ponsel miliknya kepada Kalle. Langsung dia mencari nama Alle, sayangnya hanya kenyataan pahit yang dia dapat. Status terakhir dilihatnya sama dengan hari dimana neneknya kecelakaan.
"Nggak bisa," sesalnya.
"Coba kamu hidupkan saja handphone milikmu, kali saja ada yang penting."
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya handphone itu hidup. Buru-buru Kalle membuka riwayat panggilan dia menemukan banyak panggilan masuk dari Alle. Dia beralihlah ke aplikasi WhatsApp dan menemukan ratusan pesan. Namun yang menjadi fokusnya adalah tiga pesan terakhir.
Princess
Terimakasih, Kall. Selama ini kamu sudah menjadi sahabatku. Jaga kesehatan ya jangan makan makanan yang tidak sehat. Jangan begadang terus.
Nanti kalau sudah nikah sama Kinan sayangi dia seperti kamu memperlakukan aku sebagai sahabatmu, mungkin akan lebih baik jika kamu mencintaimu. Katamu kamu ingin jatuh cinta, Kinan deh kayaknya jawabannya.
Jangan khawatir kepadaku.
I Miss youTanpa sadar air matanya turun tanpa di cegah. Membuat Kinan tidak sabar menunggu akhirnya dia merebut handphone itu paksa, "Sini aku juga pengen tau."
Mata Kinan meleleh ketika membaca satu persatu pesan yang dia kirimkan untuk Kalle. Dia menangis dalam diam, sekali lagi dia belum di izinkan tuhan untuk memiliki sahabat.
"Sudah percayakan kakak tidak ada di sini. Sekarang lebih baik kalian pergi!" ucap Kevin pergi meninggalkan mereka berdua yang tengah mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Multicolored (Revisi)
General FictionCerita ini akan direvisi setelah event selesai🙆 ........... "Tidak, ini salah!" teriak Alle diiringi tawa dan tangis lirih. Dia mulai menyerah pada semesta. Entah berapa detik waktu yang telah dia lalui bersama Kallendra, terlalu banyak. Saling m...