"Semangat, Alle!" seru Gadis itu kepada dirinya sendiri. Terutama ketika mendapati banyaknya pesanan buket bunga untuk acara wisuda anak-anak SMA atau SMK tempat dia tinggal Tiga bulan terakhir ini.
Tidak paham mengapa para remaja itu memesan buket untuk temannya, namun tidak cocok dengan ucapan-ucapan yang terselip di buket tersebut. I love you. I Miss you dan masih banyak lagi kata-kata manis yang membuat dirinya terkikik sendiri.
Jika dipikir-pikir untuk apa mengungkapkan perasaan seperti itu, toh hanya sesaat. Setelah acara wisuda, mereka akan mencari kehidupan masing-masing entah itu bekerja atau memilih melanjutkan menimba ilmu ke perguruan tinggi. Saat kehidupan baru mereka seolah melupakan janji manis yang telah mereka ucapkan.
Matanya memang sedikit bengkak, sembab, dan terdapat lingkaran besar di bawah kantung matanya. Kemarin dia baru saja bertengkar dengan Kevin, karena dirinya belum bisa kembali ke Jakarta.
Rasa sakit masih memenuhi rongga dadanya, mengapit seolah tidak ada kesempatan untuk mengirup aroma ketenangan. Lebih baik dia tetap tinggal di Pacitan, tempat masa kecil dan makam orang tuanya berada.
"Nggak boleh seperti ini terus. Harus semangat!" semangat Alle kepada dirinya sendiri.
Ada Dua Puluh pesanan buket bunga untuk hari ini. Dan, baru setengahnya yang dia kerjakan. Memang waktu membuatnya tidak seribet membuat laporan keuangan yang biasa dia kerjakan dulu.
Mendadak dia tersenyum kecut kala mengingat kembali masa dimana dia dan Kalle baik-baik saja.
Alle tersenyum paksa, "Masih pagi. Jangan memikirkan orang yang jelas-jelas sudah bahagia dengan pilihan keluarganya."
Lalu tangannya cekatan membungkus dan membuat beberapa Buket cantiknya. Buket yang menjadi penopang utama hidupnya selama di sini. Untung saja dia masih ingat dengan daerah masa kecilnya. Dengan begitu dia akan terasa mudah beradaptasi kembali.
Awalnya semua orang mendiamkannya lantaran memilih berlari jauh dari jangkauan mereka. Alle membawa lari hati rapuhnya ke Pacitan bukan tanpa sebab. Dia hanya ingin menyelamatkan puing-puing kenangan yang masih bisa dia selamatkan. Pikirnya jika tidak bisa hidup dengannya, hidup bersama kenangannya tidak begitu buruk. Akhirnya berbekal keyakinan tersebut dia memilih Pacitan sebagai kota menata kembali semestanya. Walaupun belum bisa memastikan berapa persen presentasi keberhasilannya.
"Yee! akhirnya semua pesanan selesai!" Alle mengacungkan jempol kearah kaca besar yang memantulkan dirinya sendiri.
"Sekarang tinggal siap-siap untuk pergi mengantar pesanan."
Lalu Alle menepuk dahinya, "kan belum mandi astaga!"
Setelah menyadari hal tersebut dirinya melarikan diri kedalam kamar mandi, membersihkan diri dan mengganti pakaian yang sekiranya pantas untuk bertemu dengan pelanggan setianya.
"Nah, selesai!" ucapnya sembari mengatakan buket ke dalam mobil miliknya.
Tak selang berapa menit kemudian dentingan Handphone miliknya berbunyi menandakan bahwa ada pesan masuk. Dahinya berkerut, "Pesanan lagi?"
Ternyata ada pesanan lagi, hal itu membuat Alle harus membuat satu pesanan spesial. Lantaran dari request yang masuk buket ini berisikan bunga kesukaannya, mawar putih. Dia tidak tahu siapa yang memesan yang jelas dia harus membuatnya sepesial mungkin.
Ah, benar-benar cantik, batin Alle.
Tidak salah dirinya menyukai bunga mawar putih sebagi bunga kesukaannya. Dari bentuknya saja selalu berhasil membuat dirinya senyum sendiri. Dia cantik, dan warnanya membuat hati menjadi tenang. Dan, sialnya. Itu semua malah mengingatkan pada sosok yang mati-matian dia lupakan selama di sini.
Kenapa kamu selalu memenuhi pikiranku?jadi manusia jangan maruk, Kalle! ujar Alle dalam hati.
Setelah itu dirinya melaju mengendarai mobil miliknya menuju sekolah dimana pelanggannya berada. Tidak jauh dari tempat tinggalnya, hanya sekitar Lima menit.
Sungguh kebahagiaan yang dirasakan anak-anak remaja itu menular kepada Alle. Mulai dari senyum tulus mereka ketika menerima pesanan, sampai saat mereka memberikannya kepada orang terkasihnya. Malu, apa lagi dirinya merasa paling tua diantara gerombolan tersebut.
"Mbak, boleh minta fotonya. Kita bertiga nggak punya pacar?" ucap anak SMA tersebut.
Senyuman Alle kian mereka, pikirnya dia masih pantas disebut anak SMA. Buktinya masih ada matang meminta foto kepadanya.
"Boleh, nanti dikirimkan fotonya ke WA yang tadi ya. Biar saya posting di Instagram," ucap Alle menjawab permintaan anak tersebut.
Berbagai macam pose dan gaya telah mereka lakukan. Tiba-tiba Alle teringat buket terakhir hari ini belum di antaranya. Buru-buru dirinya berpamitan, "Maaf, saya masih ada pekerjaan."
"Seng ati-ati, mbak." (1)
Gadis itu berhenti di tempat yang telah ditentukan pemesan jasanya. Di dekat homestay Pancer Door Alle memilih mendengarkan suara ombak yang terdengar nyaring dari pada menghubungi pelanggannya. Terakhir kali melihat laut Minggu lalu, itupun hanya sebatas istirahat sehabis joging.
Masih sibuk dengan pikirannya, Alle tidak sadar ada sosok yang menatap kearahnya.
Jadi selama ini kamu ada di Pacitan, batin Kalle.
"Duh, siapa sih yang memesan?" gerutu Alle sembari membuka handphone miliknya. "Tau gini mending biar ambil di rumah saja!" imbuhnya.
Ketika hendak membalikan badan Alle terkejut mendapati sosok yang paling dia hindari di dunia ini, Kalle.
"Ini pesanannya, saya permisi!" katanya dengan hati berdegup kencang lantas meninggal pria itu tanpa meminta upah untuk jasanya. Sayang, ketika akan memasuki mobil tangannya di tahan olehnya.
(1) Yang hati-hati, Mbak
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Multicolored (Revisi)
General FictionCerita ini akan direvisi setelah event selesai🙆 ........... "Tidak, ini salah!" teriak Alle diiringi tawa dan tangis lirih. Dia mulai menyerah pada semesta. Entah berapa detik waktu yang telah dia lalui bersama Kallendra, terlalu banyak. Saling m...