Part 1

356 28 33
                                    

Bagaimana aku tidak khilaf
Tingkah lakumu selalu berhasil membuat duniaku kembali baik!

Kallendra Bisyari M.

"Ah, menyebalkan. Tugas menumpuk, tapi deadline cepat banget mirip paket kilat. Dahlah, mengcapek!"

Bibir gadis berbaju hitam tengah komat-kamit merapalkan sumpah serapah yang dia tujukan kepada atasannya. Pandangan mengarah ke layar komputer yang menyala, sesekali memandang sekeliling. Sayang tidak ada yang dikatakan pemandangan sehat. Sebagian besar penghuni ruangan Lima kali Empat Meter itu, sibuk dengan tumpukan kertas dan data-data penjualan yang harus segera mereka serahkan kepada bos besar besok siang.

"Yuhu, paket makan siang datang."
Sebuah suara khas perusuh memasuki ruangan dengan tangan penuh membawa makanan untuk anak Marketing. Sudah tidak ada yang heran terutama, Alle. Ya, Saralle Pranata, seorang gadis berumur Dua Puluh Empat Tahun yang bekerja sebagai karyawan divisi Marketing. Orang-orang memangilnya Sara atau orang-orang terdekat memanggil Alle.

"Aaaaa, pengertian!"

"Makasih, Pak."

"Sering-sering begini ya, Pak?"

"Makan-makan!"

Sautan-sautan penghuni divisi Marketing memenuhi telinga Alle. Membuat gadis wajah manis itu hanya mandang sekilas siapa gerangan sang pengganggu ketenangan. Benar, dia adalah Kalle pria yang berhasil membuatnya lupa apa saja rangkaian kalimat di otak cantiknya.

Seseorang yang sudah sepuluh tahun terakhir berpredikat sebagai sahabat. Kasarnya satu-satunya dari jutaan manusia yang mau berteman  tanpa melihat kondisi keluarga, tanpa harus repot-repot menanyakan siapa orangtuamu? apa pekerjaan orangtuamu? dimana alamat rumahmu mengapa tidak di perumahan mewah? atau segala jenis pertanyaan pada ukuran standar orang-orang elit.

Sontak bibir mungil itu kembali merenggut. Memang benar tidak ada yang lebih menyebalkan dari pada berjuang keras untuk mendapatkan kalimat yang pas untuk menyusun sebuah laporan, tetapi hilang sekejap dari pikiran ketika ada yang menganggu ketenangan.

"Hei, kenapa Alle kita masih menatap layar komputer butut dengan semangat?" tanyanya.

"Sudahlah, Pak. Si jomblo akut tidak akan perduli!" sahut Bella rekan kerja Alle yang tengah mengambil nasi Padang dimeja meja Bintang.

Sementara itu tidak ada sautan sama sekali dari Alle, matanya masih setia memandang deretan angka dilayar komputer. Tekatnya sebelum jam Dua belas dia harus menyelesaikan laporan ini. Agar dapat pulang lebih awal dan bisa menjemput Kevin di bandara nanti malam. Mendengar kabar sang adik lulus dari kuliah diluar negeri saja sudah membuat hatinya bahagia. Memang mereka bukan saudara kandung seperti Kevan dengan Kevin, dia hanya seperti dirinya dengan Josua anak kandung Bunda Tantri. Namun, mereka berempat selalu mendapatkan perlakuan sama dari Bunda mereka. Hidup bersama dalam kesederhanaan membuat mereka saling bahu membahu. Sekarang keadaan sudah lebih baik semenjak Alle bekerja, semoga akan terus lebih baik lagi melihat Kevin sudah menyelesaikan kuliah kilatnya. Semoga saja.

"Makan dulu, All!"

Kali ini yang menyuruh berhenti adalah Bintang, sosok laki-laki yang sudah dia anggap bagai kakak kandung selama bekerja di Mahardhika. Pria bertubuh gempal itu selalu menjadikannya wanita nomer Tiga, sesudah Ibu dan Istri tercintanya.

"Mas, telepon Intan lo!" kali ini pria itu mengatakan kalimat  yang cukup ampuh dijadikan sebuah ancaman.

"Eh... Jangan bilang sama Mbak Intan, Mas. Yang ada nanti Mbak Intan marah-marah, kan itu bisa berpengaruh sama calon keponakanku,"

Tangan Alle bergerak mengambil sebungkus nasi Padang dimeja Bintang dan bergabung dengan menuju tikar yang setiap makan siang selalu digelar anak Marketing. Mereka di sana bukan hanya sedang bekerja untuk mengais rezeki yang halal, namun juga untuk mendapatkan keluarga yang memiliki nasib sama. Mungkin karena faktor lain, mereka sama-sama memulai karir dari bawah.

"Ngomong-ngomong ada acara apa Pak Kalle memberikan kita semua makanan?" tanya pria bernama Bastian.

"Eh, iya. Kenapa juga harus nasi Padang? kan bisa nasi kuning atau nggak nasi kucing yang lebih murah? nasi Padang mah makanan kesukaan Alle. Menang banyak dia." Kali ini yang menyuarakan pendapatnya adalah Gani personil terakhir dan paling tampan asal divisi Marketing, sayangnya dia sama seperti Alle jomblo dari lahir.

"Hemm... karena divisi kalian kekeluargaannya bikin saya terharu." Jawaban singkat dari Kalle tidak lantas membuat penghuni Divisi Marketing menjadi diam.

Mata Alle menatap tajam Kalle, seolah mengatakan aku sudah bilang jangan keruangan ini atau jangan sering-sering begini jika di kantor. Orang-orang bisa beranggapan nggak-nggak sama kita. Sementara yang ditatap hanya senyum sekilas, tidak terpengaruh dengan tatapan tajam gadis yang sudah lama menjadi sahabatnya itu.

"Apaan sih Gan? ya, biarkanlah Pak Lendra  mau beli apa. Lha uang-uang Beliau, kok kamu yang repot!" jawab Alle dengan sewot. Matanya masih menatap lurus kearah pria bernama Kallendra Bisyari M.. Kali ini lebih tajam dari sebelumnya, situasi seperti inilah yang paling dia benci, selalu saja mengusik ketenangan dan kedamaian hatinya.

"Kan kita kepo banget, Pak kalle baik banget," cicitnya pelan. Takut terdengar suaranya terdengar oleh telinga Alle lalu membuat suasana menjadi runyam.

Menyadari bahwa suasana menjadi lebih sensitif dari sebelumnya, Kallendra peka dengan kondisi disekelilingnya lebih memilih membagikan makanan kepada kelima manusia yang tengah menatap makanannya masing-masing itu.

"Terimakasih, Lee!" ucap Alle ceria seolah melupakan kejadian sebelum. Lalu dia menengguk teh poci sampai setengah.

"Lee? All. Astagfirullah bapaknya mana?" teriak Bella dengan lantang membuat mereka semua menatap wajah bertabur make up tebal itu dengan ekspresi berbeda-beda.

"Hehehehe, ketinggalan Bell."

"Jangan dibiasakan, nggak baik dan nggak enak. Untung ini Pak Kalle yang baik banget mirip Mas Ilham kalau mirip Pak Budi kelar hidup Lo!" ucapnya seraya mempererat pegangan tangannya kepada Alle seolah memberikan dukungan kepada gadis mungil itu.

"Btw, kamu udah disuruh makan Mas Ilham Bell? kok makanannya lahap benar?" tanyanya kepada Bella untuk mengalikan topik pembicaraan.

"Astagfirullah, belum All!" jawab Bella dengan dramatis, tangannya mendadak berhenti mengambil nasi Padang dihadapannya lalu menelpon sang kekasih. Hal itu membuat mereka yang di sana menatap tak percaya, sungguh level bucin yang tidak ada tandingannya.

"Aku yang jomblo bisa mati kalau nunggu disuruh makan!" kata Alle dengan nada mengejek, membuat Kalle tak kuasa mengacak-acak rambutnya.

"Eh, Pak Kalle kok gitu."
Pertanyaan bela sukses membuat Alle tersedak dan menatap horor Kalle.

"Refleks, Bella!" jawabnya sambil memegang tekuk leher.

Sial! salah lagi, batin Kallendra.

TBC

==============
Selamat datang di kehidupan Kalle dan Alle

Yups, aku mendapatkan tema ini hihihihi.

Siapa yang kemarin nebak ini ? cung

Tinggalkan kesan untuk part 1 di sini

Jangan lupa untuk vote dan tinggalkan jejak kalian dilapak ini.

Pacitan, 17 Februari 2022

Multicolored (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang