~ 34 ~

55 24 0
                                    

Flashback



Disini semua murid kelas 10 berada, di jemur di bawah matahari berbaris memenuhi lapangan. Suara sambutan kepala sekolah membuat semua murid ajaran baru tersebut diam. Mereka hanya bisa mendesah kecil merasakan betapa panasnya cuaca hari ini.

"Saya harap kalian semua bisa bersikap baik di sekolah ini.", akhir kata kepala sekolah yang membuat semua murid menjawab dengan kompak.

"Baik, Pak.", seru mereka, berharap segera di ijinkan untuk masuk kembali ke dalam kelas.

Harapan mereka seketika sirna ketika ada orang lain yang mengambil alih tempat sambutan. Pria parubaya itu berekspresi tegas, dengan sedikit senyuman kecil di bibirnya. Bernama Candra Rahardika, pemegang saham tertinggi sekaligus pemilik sekolah ini.

Baru saja mengucapkan sambutan selamat siang, ia terkejut ketika ada seruan dari beberapa murid di barisan paling kanan. Mereka berteriak karena ada siswi jatuh pingsan. "Gue.. ga kuat.", ucapnya entah kepada siapa lalu tak sadarkan diri.



"Ae.. Ae.. Aera...", Aera mendengar samar suara lembut yang memanggil namanya. Dirinya saat ini berada di Uks.

"Eungh..", Aera membuka mata dan melihat Echa yang berusaha membangunkannya.

Berusaha untuk bangkit, namun di tahan oleh Echa. Dengan sedikit bersandar pada dinding, Aera mengumpulkan kesadarannya.

"Lo tadi pingsan, terus dibawa kesini.", ucap Echa sebelum Aera mengajukan pertanyaan.

"Siapa?", tanyanya lemah. Kepalanya sangat pusing setelah sengatan matahari yang amat menyiksa tadi.

"Afreen. Lo inget kan?", jawaban dari Echa yang membuat Aera diam sejenak, lalu menarik selimut hingga menutup kepalanya dan kembali tidur.

"Lo gapapa, Ae?", Echa hanya mendapat angukan kecil dari Aera dalam selimutnya. Musuhan, itu adalah sebutan Echa untuk respon dari Aera terhadap cowok bernama Afreen yang menolongnya saat pingsan.

Beberapa saat kemudian Echa meninggalkan Aera yang telah tertidur untuk kembali ke kelas. Saat ia duduk di bangkunya, Afreen menghampirinya dan bertanya kenapa dia meninggalkan Aera.

"Lo tinggalin Aera?", tanyanya tanpa basa-basi.

"Gue harus lihatin dia tidur?", tanyanya balik.

"Bukannya lo disuruh jaga?", Afreen.

"Sorry aja, gue bukan penjaganya.", jawabnya sembari memakai headset, mengabaikan Afreen.

"Ini sahabat? Gue rasa ga pantes untuk sebutan sahabat.", jawab Afreen yang masih mampu terdengar oleh telinga Echa membuatnya tersinggung.

"Eh, lo kalo mau pastiin Aera aman lo jaga sendiri aja sana!", bentak Echa yang termakan emosi. Seisi kelas seketika hening ketika menyadari mereka tengah bertengkar.

Tersentak ketika Afreen menjawab. "Dengan senang hati gue bakal jaga Aera.", lalu berjalan keluar kelas.

Echa meremat rok seragam miliknya, berusaha meredam emosi yang seolah membakarnya. Merasa air matanya akan meluruh ia berlari ke arah kamar mandi, diikuti oleh Melan.



Pov: Echa.


"Lo berubah, fren. Lo berubah..", gue ga nyangka Afreen bisa bela Aera sampe segitunya. Tanpa melihat ke belakang, kalo gue mantannya. Gue masih ada rasa ke Afreen, tapi entah kenapa dia bisa begitu mudahnya ngelupain perasaan gue.

"Cha, buka dong. Lo gapapa kan?", Melan yang dari tadi berusaha bujuk gue buat keluar dari dalam kamar mandi.

"Gue, ga boleh nangis. Air mata sialan.", ucap gue sambil bersihin sisa-sisa air mata menyedihkan ini.

"Gue harus lakuin apa yang Afreen lakuin. Dia lupain gue, so gue juga harus lupain dia. Biarpun itu sakit, gue rasa itu cara terbaik buat gue. Move on cha, lo pasti bisa.", ucap gue masih dengan sedikit tangisan. Gue sendiri yang bakal obati hati yang udah hancur ini.

"Astaga, lo nangis? Kenapa? Perlu gue bales si Afreen?", tanya Melan yang pasti gatau penyebab gue nangis sampe sembab kek gini.

"Gue gapapa kok.", tentu kebohongan yang keluar dari mulut gue. Toh ga ada gunanya juga ceritain penyebab lo menangis kan?



Pov: Clou.


Mengelus pelan pucuk kepala Aera. Andai gadis itu tau, ia tengah dipandang sendu oleh seorang laki-laki yang kini berada di samping ranjangnya.

"Hai, lo pasti ga inget gue kan?", ucapnya tanpa ada yang mendengarkan.

"Lo tau seberapa rindunya gue?", lagi.

"Lo ga akan pernah bisa mengerti penantian seperti apa yang udah gue jalani selama ini.", Afreen tetap berbicara.

"Gue merasa gila saat kehilangan lo.", tangannya meremat bantal putih itu seolah menyalurkan apa yang ia rasakan.

"Dan saat lo lupain gue, dunia gue berasa hancur.", setetes air mata jernih turun tanpa ia sadari.

"Gue ga bakal rela kehilangan lo lagi, gue bakal jaga lo baik-baik. Aera.", ucapnya lalu mengecup lembut kening Aera.

Beberapa saat kemudian kening Aera berkerut, ia membuka matanya. "Tadi kaya ada orang ngomong.", ucapnya lirih ketika melihat tidak ada siapapun di sekelilingnya.

Di balik pintu, Afreen berdiri dan berusaha menenangkan hatinya. Hampir saja ia ketahuan. Ia belom siap ketika Aera menatapnya dingin, seolah tidak pernah ada hubungan apapun di antara mereka.

"Tch.", mendesah kecil, ia berjalan ke arah kelas.

"Terlalu menyakitkan, ini terlalu menyakitkan. Apa ini adil? Gue di pisahin, gue nunggu lama, gue dilupain. Dan sekarang, dia benci gue. Hhh, kehidupan macam apa yang ada di takdir gue.", Afreen.



°•°•°•°•°•°



I'm so over all this bad luck
Hearing one more "Keep your head up"
Is it ever gonna change?

So let me just give up
So let me just let go
If this isn't good for me
Well, I don't wanna know

Let me just stop trying
Let me just stop fighting
I don't want your good advice
Or reasons why I'm alright

You don't know what it's like
You don't know what it's like

Don't look at me like that
Just like you understand
Don't try to pull me back

Let me just give up
Let me just let go
If this isn't good for me
Well, I don't wanna know

Let me just stop trying
Let me just stop fighting
I don't want your good advice
Or reasons why I'm alright

Lagu mengalun memenuhi isi kepala Echa, lagu yang menggambarkan suasana hati Echa dan Afreen itu tengah di putar menggunakan speaker kelas.

Afreen yang memikirkan perjuangannya untuk Aera, dan Echa yang memikirkan cara agar membuat egonya menyerah untuk tetap menyimpan perasaan terhadap Afreen.

Beberapa menit kemudian terdengar suara langkah kaki yang cukup keras. Membuat suasana kelas kembali tenang. Namun yang berdiri disana bukanlah guru, melainkan Aera.

Semua pandangan tertuju padanya. Seolah melupakan bahwa dirinya baru saja menjadi orang terlemah yang pingsan saat upacara, ia menyapa seisi kelas.

"Hey, yo! Aera is back.", ucapnya dengan nada menyenangkan sembari melambaikan tangan. Seisi kelas hanya memandangnya bingung.

"Hehehe.. Pembawa masalah buat kalian yang berani macem-macem sama gue.", ucapnya dengan senyuman iblis namun manis.









Flashback end

Happy Reading


Give Me Your ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang