~ 24 ~

164 40 17
                                    

• What's the secret (?) •



•°•°•°•°•



Hari ini adalah hari yang sial bagi Aera. Ia kira bahwa rencana untuk mengenalkan Afreen ke Devan akan membuatnya was-was namun juga bersemangat. Tapi ternyata tidak, justru mereka nampak saling melontarkan tatapan bermusuhan sejak tadi. Dan disini, lagi-lagi Aera lah yang menjadi korbannya. Oke, seperti ini.

Devan dengan sengaja merangkul Aera dan memeluknya begitu erat. Tidak dengan satu tangan, tetapi dua. Dan Aera merasa kini dirinya berada di ketiak Devan, arghh!

Dan Afreen, berkali-kali memberikan tatapan marah ke Aera, dan tatapan santai ke Devan. Seolah Afreen siap kapan saja untuk memutilasi Aera.

"Gue jadi inget waktu itu tidur bareng sama Aera.", ucap Devan sembari tersenyum puas. Percayalah, ia tengah memancing emosi milik Afreen.

Aera melihat Afreen yang terkekeh kecil, ah itu sangat tampan namun menyeramkan. "Gue pernah di peluk-peluk enak sama Aera.", balas Afreen ringan.

Sontak Devan menatap Afreen garang. Begitu juga dengan Aera, ia melototi Afreen seolah berkata. "GUE PELUK BIASA ANJIRRR!!", itulah yang tertulis di dahi Aera.

"Mampus dah gue, mampusss!!", geram Aera membatin.

Devan berdeham, ia menatap Aera lembut. "Lo pesenin Afreen kopi sana, gue mau ngobrol sama Afreen.", ucap Devan ramah. Terlewat ramah!! Lagi-lagi, Aera di buat migrain oleh dua orang tersebut.

"Tap-", belum saja selesai protes.

"Cappuccino.", Afreen menyela.

Aera sudah berdiri, ia menatap intens keduanya. Wajahnya berubah menjadi garang dan waspada. Bila ia mempunyai ekor, mungkin kini ekornya tengah mengembang lancip.

"Jangan bertengkar!", peringat Aera sembari menjauh dengan pelan. Ia melangkah mundur.

"Sampe ada yang lebam, gue mutilasi dua-duanya!", peringatnya lagi dengan wajah super serius. Dan Devan dan Afreen berusaha santai walau sama merindingnya.

"Gue ga bercanda!", peringatnya lagi dan lagi.

Bahkan saat sudah sejauh 8 deret meja, Aera masih berjalan mundur sembari terus mengawasi. Hingga ia menabrak seorang laki berkacamata yang kira-kira seusia dengannya.

"Eh maaf ya! Ga sengaja!", ucapnya panik.

"Heem, gapapa.", balas laki-laki berkacamata itu santai.

Devan dan Afreen kompak menatap tajam ke arah laki berkacamata itu. Mereka menatap bagaikan memiliki sungut iblis di kepala mereka. Merasakan tatapan iblis dari dua cowok yang ia tebak berhubungan dengan gadis ini, ia cepat-cepat memutuskan untuk pergi dari gadis ini.

"It's oke.", ucapnya lalu pergi menuju salah satu meja. Aera hanya memandangnya bingung.

Afreen dan Devan kembali memasang ekspresi seperti semula ketika Aera menoleh ke arah mereka. Tidak mau membuang waktu, Aera pun segera memesan kopi.

"Gue yakin lo tau apa yang mau gue bahas.", ucap Devan memulai. Tentu saja tau, pikir Afreen. Bahaya pacaran dengan dirinya atau bahaya ketika Aera bisa saja mendapat masalah karna berdekatan dengan Afreen.

"Gue tau.", jawab Afreen ringan.

"Trus kenapa lo malah jadiin Aera - pacar?", tanya Devan hati-hati. Pasalnya Aera masih menatap dengan tajam dari tempat dirinya mengantri kopi. Mata gadis itu menajam dan telinganya nampak lebih besar dari ukuran biasanya. Berusaha menguping pastinya.

Give Me Your ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang