12

196 42 12
                                    

Jam pelajaran telah usai, kini semua murid tampak bernafas lega. Besok adalah hari sabtu, dimana hari libur untuk para anak SMA. Mereka semua mempunyai peluang untuk menjernihkan pikiran mereka sebelum senin datang, yaitu ujian akhir semester yang telah menanti.

Semua murid masih asik berbincang-bincang dengan teman sebangku nya. Mulai dari membahas hendak pergi kemana, adapun yang menceritakan nasib malangnya yaitu hanya akan berada di rumah demi mengebut pelajaran yang belum terfahami dengan baik.

Berbeda dengan Aera, Echa, Isree dan Melan. Mereka diam dengan pikiran masing-masing. Bukan tanpa sebab mereka seperti ini, Aera telah menceritakan apa yang menjadi sumber masalahnya. Dan teman-teman Aera memahami bahwa ini bukan masalah sepele.

Afreen baru saja selesai merapikan bukunya, ia menatap ke arah Aera dan temannya. Ia mengernyitkan alisnya. Tak butuh waktu lama, ia telah paham apa yang menjadi sumber masalah bagi gadis-gadis itu. Ia tertawa kecil.

Ralkha, Efton, dan Bhista yang melihat Afreen tertawa sendiri pun bingung.

"Lo napa fren?", tanya Bhista dengan wajah khawatirnya yang lebay. "Lo sakit ya? Atau lo barusan di tolak cewek? Lo sehatkan Af?", tanya Bhista bertubi-tubi, yang hanya mendapat tatapan datar dari Afreen.

Tanpa mereka sadari, Aera muak dengan suara mereka. Rasanya ingin menghilangkan para laki itu dari muka bumi, terutama Afreen. Ia membuang nafas kasar, yang membuatnya mendapat tatapan bingung. Sadar bersuara terlalu keras, ia menatap waspada.

"Apa?", tanya nya bingung. Echa, Isree, dan Melan hanya menjawab dengan gelengan.

"Gue cabut", ucap Aera sembari bangkit berdiri. Ia menenteng tas pada bahu nya asal. Baru saja ia hendak melangkah, Afreen menghentikannya.

"Lo pulang bareng gue", ucap Afreen tanpa melihat ke arah Aera. Aera memutar bola matanya malas. Ia tau ini bukanlah ajakan, namun perintah. Mau bagaimana lagi, ia harus menuruti semua kata Afreen atau dengan sangat mudah rahasianya akan terbongkar.

"Lo ngebut",

"Turuti",

"Gue bisa kena serangan jantung",

"Tanpa-",

"Gue bisa kecelakaan",

"Bantahan",

"Gue mau asal lo ga ngebut", ucap Aera acuh, ia tetap memandang ke depan, enggan melihat wajah Afreen yang sangat menyebalkan baginya. Tidak memperdulikan Aera yang merajuk, Afreen menggandeng tangan Aera lembut namun pasti.

Ralkha, Efton, dan Bhista hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Mengenai apa yang terjadi antara Afreen dan Aera, dan siapa Aera sebenarnya, mereka tidak tau sama sekali.

Selama perjalanan menuju parkiran sekolah, tidak ada pembicaraan apapun di antara mereka. Aera yang tetap memasang wajah malas, dan Afreen yang tetap memasang wajah datar namun tak luput dari kata tampan.

Sesampainya di tempat parkir, Afreen segera memberi helm kepada Aera. Dengan acuh Aera menerima dan memakainya.

"Lo marah sama gue?", tanya Afreen memecah keheningan. Aera tak bergeming. Merasa tak di gubris, Afreen menatap Aera intens.

"Jawab.", desis Afreen, mampu membuat Aera sedikit menggigil.

Aera mendongak, matanya bertemu dengan mata coklat gelap milik Afreen. "Gue rasa ga perlu di jawab.", jawab Aera datar.

"Gue cuma tau soal rahasia lo, jadi lo gabisa salahin gue.", terang Afreen dengan nada biasa kembali. Entah kenapa kata-kata Afreen mampu membuat hati Aera sedikit melunak.

Give Me Your ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang