~ 14 ~

208 45 84
                                    

"Apakah masih ada yang menyayangiku?",

Aera.






"Bagaimana ekspresinya?", seorang pria parubaya tengah menerima panggilan telfon dari seseorang. Nampak sesekali ia tersenyum smirk. Duduk di kursi kerja nya dan menatap ke jendela yang memperlihatkan pemandangan Los Angeles, negara bagian California, tepatnya di Amerika Serikat.

"Lalu, apa hukuman yang akan kau putuskan?", terdengar dari nadanya bahwa ia baru saja bersyukur akan sesuatu.

"Dengar Devan, dad tidak akan mencampuri apapun keputusanmu. Tapi dad hanya ingin menasehatimu, jangan gunakan perasaan dendam dalam mencari keputusan. Seberapapun kesal mu akan mereka, yang bersalah tetap kedua orang tua nya, bukan putri mereka.", ucapnya menasehati seseorang yang ia panggil dengan nama Devan.

"Baiklah baik, dad tidak akan menceramahi mu seperti ketika kamu ketahuan berusaha memaksa adikmu untuk pulang saat ia tengah bermain dengan temannya dulu.", ucapnya sembari tertawa kecil.

-------------------------------------------------------------

"Dad masih saja menyebalkan", ucap Devan sembari memutar bola matanya malas. Ia baru saja menyelesaikan masalah mengenai dirinya dan keluarganya yang membuatnya sangat sibuk beberapa bulan terakhir. Kini ia tengah menelfon seorang pria yang telah memberinya kasih sayang saat ia hidup sebatang kara.

Dan tiba-tiba saja ia teringat akan sesuatu saat melihat ke arah kalender di atas meja kerja nya. Ia menegakan dirinya yang semula bersandar pada punggung kursi dan mulai membahas apa yang membuatnya menjadi bersemangat seperti ini.

"Dad, coba cek kalender", ucap Devan pada ayahnya. Dari sebrang sana Candra memutar sedikit kursi nya dan melihat ke arah kalender yang berada di atas mejanya.

"18 Oktober?", tanya Candra. Ia melingkari tanggal itu, dan menggambarkan simbol love disana.

"Itu ulang tahun Aera", ucap Devan memberitau. Entah ayahnya sudah tau atau lupa bahwa sebentar lagi Aera akan ulang tahun. Ia hanya ingin mengingatkan, bahwa putrinya akan tiba pada umur tujuh belas tahunnya.

"Dad tau Devan", ucap Candra datar. Ia dapat mendengar sindiran tak terucap dari Devan.

"Siapa tau dad lupa, kan selama ini-", baru saja Devan hendak mengatakan bagaimana sikap ayahnya pada Aera, Candra memotong kalimatnya terlebih dahulu.

"Dad sayang sama Aera, sama seperti dad menyayangimu. Hanya saja kesibukan yang membuat dad kurang perhatian pada kalian, terutama adikmu. Dad mungkin lebih banyak berbicara dengan mu, karna kamu selalu menelfon dad dan meminta pendapat. Sedangkan adikmu, dia mempunyai sifat pendiam seperti ibu mu Reenai, hatinya dingin dan tak tersentuh, ntah dad yang kurang dekat atau memang ia seperti itu. Tapi adikmu memang menuruni sifat Reenai, dan dad juga kurang dalam menyediakan waktu untuknya, karna itu, sangat sulit untuk memulai pembicaraan dengan nya, Devan.", terang Candra sembari menatap kosong pada kalender.

Devan tau apa yang dikatakan ayahnya itu sebuah kejujuran. Namun ia juga merasa sedikit kesal dengan ayahnya, setidaknya mencobalah terlebih dahulu, jangan langsung menyerah. "Maka dari itu dad tidak menelfonnya? Hanya karna tidak tau akan memulai pembicaraan apa? Apa dad tau, Aera selalu menunggu telfon dari kalian berdua. Mungkin mom tidak terlalu dekat dengan Aera karna sifatnya yang dingin, tapi dad cukup mengenal Aera dengan baik, telfon lah dia, dia selalu bertanya pada ku kapan dad dan mom menelfonnya.", ucap Devan yang terdengar dari suaranya ia setengah kesal.

Give Me Your ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang