Chapter 14

397 38 3
                                    


"Selamatkan dia dokter! Apapun yang terjadi selamatkan dia!" pekik Shiho histeris ketika Hakuba dibawa ke unit gawat darurat.

"Shiho!" Shinichi memeluk Shiho dari belakang untuk menenangkannya.

"Selamatkan dia..." isak Shiho seraya terpuruk di lantai.

"Biarkan dokter menanganinya," bisik Shinichi.

Dalam hati Shinichi tak mengerti. Ia mengenal partnernya ini sebagai wanita yang sangat tenang dan penuh pengendalian diri. Tapi Shiho benar-benar terpukul ketika melihat Hakuba terluka. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah ada terjadi sesuatu antara Shiho dan Hakuba selama enam bulan terakhir ini?

"Miyano-San!" panggil Baaya yang baru saja tiba di rumah sakit.

"Baaya-San," Shiho melepaskan diri dari Shinichi dan bangkit menghampiri Baaya.

Baaya memeluk Shiho.

"Semua salahku Baaya... Semua salahku..." tangis Shiho di bahu Baaya.

"Tidak Miyano-San... Jangan menyalahkan dirimu... Tuan Muda akan menyelamatkan siapa saja terlebih wanita yang dicintainya..." bisik Baaya dengan mata berkaca-kaca.

Maka mereka semua menunggu di luar ruang operasi. Shinichi dan Ran diam bersisian, sesekali mata mereka melirik Shiho yang masih dirangkul oleh Baaya. Wajah Shiho pucat, ia tampak benar-benar terpukul. Shinichi penasaran, apakah... Apakah Shiho menyukai Hakuba? Ketika pikiran itu terlintas, muncul denyut-denyut kecemburuan dalam hati Shinichi. Ia sudah memutuskan pertunangannya dengan Ran, ia nyaris gila selama enam bulan ini karena menangisi kematian Shiho dan sekarang Shiho menyukai pria lain? Ia harus bagaimana?

Kurang lebih satu setengah jam mereka menunggu sebelum dokter keluar. Mereka semua berdiri menghampirinya.

"Bagaimana dokter?" tanya Baaya.

"Anda keluarga Hakuba?" tanya dokter.

"Benar sekali. Saya pengasuh yang sudah seperti ibu baginya," sahut Baaya.

"Kondisinya tidak begitu baik," kata dokter.

Mereka semua terkesiap.

"Malam ini adalah penentuannya. Bila dia sanggup melewati masa kritis, ada harapan untuk pulih. Jika tidak..." dokter menggeleng.

"Tidak..." Shiho dan Baaya menangis berangkulan.

"Kalaupun Tuan Hakuba sembuh, ada kemungkinan ia tidak akan kembali normal," lanjut dokter.

"Maksudnya?" tanya Shinichi.

"Ia akan lumpuh,"

Shiho mencengkram dadanya erat-erat, tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Miyano-San..." Baaya memeluknya.

"By the way, apa ada yang namanya Shio?" tanya dokter tiba-tiba.

"Mungkin maksudnya Shiho?" tanya Ran.

"Sepertinya begitu,"

"Saya Shiho," Shiho mengusap air matanya sebelum menghadap dokter.

"Tuan Hakuba terus mengigau menyebut nama Anda. Mungkin ada harapan jika Anda menemuinya," ujar dokter.

"Ayo Miyano-San. Tuan Muda membutuhkan Anda," Baaya mendukung.

Shiho hanya bisa mengangguk karena tenggorokannya tercekat. Ia akhirnya memasuki ruang HCU seorang diri.

***

Tanpa sadar Shiho menyentuh kalung lili di lehernya saat memasuki kamar HCU dan menghampiri pembaringan Hakuba. Detektif tampan itu mengenakan penyangga leher dan masker oksigen. Kepalanya dikelilingi oleh perban, matanya yang tajam kini menutup rapat. Shiho duduk di tepi pembaringan seraya meraih tangan Hakuba dan menggenggamnya. Saat ia melakukannya, air matanya mengalir menitik ke tangan Hakuba.

"Baka..." bisik Shiho dengan bibir gemetar dan air mata berlinangan, "kenapa kau harus suka padaku... lihatlah dirimu sekarang..."

Shiho menggigit bibirnya, ketika sumbat besar yang melewati tenggorokannya telah berlalu, ia berkata lagi.

"Aku sudah tinggal di kediamanmu 6 bulan, 7 hari, 12 jam, 50 menit, 35 detik... Dan banyak hal yang belum sempat kita lakukan bersama...

"Aku belum pandai bermain biliar... Kita belum sempat adu tembak atau bermain ski..." Shiho menutup mulut dengan tangannya ketika tersedu.

Shiho menarik napas lagi dan lanjut bergumam, "kau sudah tidak sadarkan diri 3 jam, 15 menit, 43 detik... Jangan siksa aku lebih lama lagi Hakuba-Kun...

"Aku... aku tidak tahu... aku suka padamu atau tidak... tapi... aku akan memberimu hak untuk mencoba... mengejarku sekali lagi... untuk memberiku keberanian agar tidak berdiri menjauhi cahaya..."

Shiho menyandarkan pipinya di dada Hakuba, "jangan pergi dulu Hakuba... Aku mohon jangan pergi..."

Shiho menangis hingga lelah dan terlelap di sana.

Beberapa jam berlalu. Shiho sendiri tidak sadar sudah berapa lama ia tertidur di dada Hakuba. Air mata yang kering telah membuat wajahnya jadi kaku. Ia terbangun oleh suatu gerakan. Ada seseorang menangkup wajahnya dan mengusap-usapkan ibu jari di pipinya. Shiho tak tahu siapa, mungkin Baaya yang membangunkannya. Atau mungkin Ran. Tapi ketika Shiho membuka mata, ia tak melihat jari keriput Baaya atau jari lentik Ran. Ia melihat jari besar laki-laki. Shiho mendongak dan melihat Hakuba sudah sadar dan menatapnya.

Shiho terkesiap, "Hakuba-Kun!"

Hakuba mengedip sekali, memberi tanda pada Shiho bahwa ia mendengar.

Shiho mengeluarkan desah kelegaan, ia bangkit dan mengecup kening Hakuba dengan lembut. Dalam hati, ia telah membulatkan keputusannya.

The Best Partner EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang