9

494 71 10
                                    

"Jangan mudah mempercayai sebuah janji, karena bagi sebagian orang itu hanya rangkaian kata untuk memanipulasi"

_Raka Derana Kanagara_






Happy Reading

***





Rumah yang di pijak seakan menarik pada suatu memori, seolah kilatan itu pernah dia alami sebelumnya.

Raka berjalan memasuki area kamar yang telah lama tak ia tempati.

Ia meminta kedua saudaranya hanya mengantar sampai depan pintu saja, berdalih ingin beristirahat tanpa ada yang mengganggu.

Cowok itu mengurut keningnya pelan, pusing. Itulah yang ia rasakan.

Sejak menginjakkan kaki di rumah ini ia merasa ada yang aneh. Dadanya tiba-tiba merasa sesak seolah ada sesuatu di dalamnya.

Suara tangis seseorang terdengar, diiringi bayang seorang anak yang duduk seorang diri.

Raka ingin berteriak rasanya, tapi sekuat tenaga ia mencoba untuk menahannya.

Sebenarnya apa yang dirinya lupakan, siapa anak kecil itu dan mengapa semua orang seakan-akan menutupi kisah hidupnya di masa lalu.

"Kalau mereka gak mau beritahu gue, berarti gue harus cari tahu sendiri" tekat Raka.

Untuk apa menunggu yang tidak pasti lebih baik ia mencaritahu nya seorang diri.

Selain itu dirinya juga tak yakin jika kakak, adik, ataupun kedua orang tuanya mau menceritakan tentang memori yang telah hilang itu.

"Di rumah sebesar ini pasti ada sesuatu yang bisa bantu gue ingat masa lalu gue lagi" gumam Raka.

"Kenapa mereka seakan gak mau gue tau kejadian di masa lalu pasti ada alasannya juga? dan gue harus apa itu semua" Raka merebahkan rada di kasur besar yang terasa nyaman.

Jika mereka mencoba merahasiakan maka tugasnya hanya satu, mencaritahu apa yang di rahasiakan. Sekalipun itu akan menjadi boomerang untuk dirinya.




"Kak Aruna kok ngeliatin aku gitu amat?" cowok berkaus putih itu mengibaskan tangan di hadapan gadis berpipi chubby itu.

Aruna tersenyum, ia senang memperhatikan wajah cowok yang duduk di hadapannya itu.

Seakan tak ada kata bosan, aura yang dipancarkan laki-laki itu seakan mampu menarik perhatiannya.

Senyum serta liriknya memberi daya tarik, Aruna merasa bebas ketika mengobrol singkat dengan cowok itu.

Cowok itu pekerja keras, mandiri juga humoris dan ia menyukai itu.

Astaga, apa yang dirinya pikirkan barusan.

Aruna menggeleng pelan, ia harus ingat siapa laki-laki dihadapi dan juga status dirinya.

"Enggak, saya dengar kamu nyanyi tadi dan saya akui suara kamu merdu" ucap Aruna.

"Merdu, merusak dunia maksud kakak?" gurau cowok itu terkekeh.

"Ya enggaklah Ken, suara kamu bagus kapan-kapan kamu harus duet sama pacar saya" kekeh Aruna.

Remaja SMP itu tersipu mendengar pujian Aruna, ia merasa senang sebab gadis baik hati itu memujinya.

"Ah, kak Aruna bisa aja. Kalau aku baper gimana?" gurau Ken.

I'm Still Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang