38

595 70 20
                                    

"Perlahan sinar sang Surya meredup, gelap pun menyapa menghalang tawa"

_Raka Derana Kanagara_








Happy Reading

***





Melewati segerombolan manusia yang berlalu lalang, laki-laki itu berjalan menikmati udara sore, ia hanya butuh melakukan hal-hal sederhana mencari tenang di atara keramaian.

Masih teringat ucapan wanita berstatus Dokter itu beberapa waktu lalu, cukup melegakan meskipun tidak sepenuhnya.

"Kondisi jantung mu sedikit ada perkembangan dan itu bagus, sudah saya katakan, jika kamu menjaga kesehatan dan tidak melakukan hal aneh seperti kemarin kondisi kesehatan mu tidak akan menurun"

Mengusap dada kiri pelan, merasa sedikit bangga dengan diri sendiri.

"Bertahan ya, gue mau bahagia bersama orang-orang yang gue sayang" Terus melangkah seorang diri, deru kendaraan di samping tak mengusik tiap pijak yang diambil.

Langkah terhenti tidak jauh dari sebuah restoran Chinese di ujung sana, laki-laki berjaket jeans biru laut bertuliskan kanji di belakangnya menatap segerombolan keluarga yang tengah bercengkrama di tengah keramaian pengunjung.

Apa sekarang mereka melakukan hal yang sama seperti keluarga harmonis itu? Terkekeh miris mungkin mereka sedang bahagia saat ini.

Seandainya orang tua kandungnya masih ada mungkin ia bisa menikmati momen indah seperti orang lain.

Memutuskan pandangan ia memilih masuk ke salah satu toko perhiasan, hadiah untuk kekasihnya di hari anniversary. 




Menatap hidangan di atas meja pria bernetra tajam, rahang tegas itu menghela napas dalam, tanpa kata meninggalkan meja makan.

Riki menghentikan suapan nasi di udara, menatap nanar punggung ayahnya.

Semenjak Raka terang-terangan memutuskan ikatan, memilih hengkang tepat di hadapannya segalanya kembali terasa hambar.

Rumah ini memang menemukan pondasi yang hilang namun kehilangan penerang, suram tak ada canda tawa atau teriakan yang menghidupkan sekitar.

Fahri pria itu menjadi pendiam, jarang makan, menyibukkan diri dengan pekerjaan. Sementara Mila, ibunya itupun tidak jauh berbeda wanita itu memilih mengurung diri.

Terlihat jelas kedua orang dewasa itu merasa dampak dari ketidakhadiran sosoknya. 

Belum lagi Riko yang memilih tinggal di rumah lama mereka yang bertempat Bandung bersama istrinya.

Seandainya waktu memberi sebuah kesempatan terakhir, Riki ingin merubah akhir yang menyedihkan ini.

Sejujurnya ia ingin Raka tetap tinggal di sini hanya saja ia cukup sadar diri untuk membiarkan saudaranya itu mencari bahagia di luar sana. Jika Raka tidak bahagia di rumah ini maka di luar sana semoga ia menemui tawa abadi.

"Seandainya mereka membuang semua ego, mencoba melihat setiap sudut pandang mungkin Kak Raka mau tetap tinggal di rumah ini" cetus Ken merebut segala atensi kakak sulungnya.

"Kalau mereka di suruh memilih salah satu diantara anaknya maka Kak Raka adalah jawabannya, meskipun tanpa ikatan darah, tapi sayang dulu kalian menutup fakta keluarga ini tidak akan pernah lengkap tanpa adanya kak Raka"

"Aku menyesal pernah berniat buruk pada dia, seseorang yang bahkan tidak kalian beri kasih sayang selayaknya anak" Meletakkan sendok dari tangannya remaja SMP yang 2 minggu lagi mendengar pengumuman kelulusan itu memperhatikan Riki yang diam tak memberi respon.

I'm Still Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang