3: Berenam

271 41 241
                                    

Mata Sarah menyipit, berusaha melihat kedua orang itu lebih jelas. Si perempuan tampak melambaikan tangan dengan salah satu tangannya menenteng suitcase, ia menggunakan hijab, sementara si laki-laki membawa kotak kecil. Sarah balas melambaikan tangan, lalu beranjak kembali ke daerah pantai, diikuti oleh Dee.

Mereka naik ke permukaan pasir dan berhenti sepuluh meter di depan bebatuan besar yang hanya memperlihatkan bagian kepala dua orang tersebut.

Sarah menoleh ke arah Dee di belakang, perempuan itu hanya membalas tatapan Sarah tanpa mengucapkan apa pun. Bola matanya pun bergulir menatap jauh ke belakang Dee, masih dapat melihat bayang sosok Leo dan Baim meskipun sangat kecil.

"Hei, Leo!" Sarah berteriak.

Dee membalikkan badan, ikut melihat apa yang dilihat Sarah. "Mereka terlalu jauh."

"Leo!"

"Mereka terlalu jauh." Dee kembali berujar, melirik Sarah. "Apalagi dengan adanya suara ombak yang nyaring ini, suaramu pasti tidak terdengar."

Sarah mengembuskan napas panjang, berharap mereka tidak sia-sia berjalan jauh ke sana dan menemukan orang lain. Ia pun membalikkan badan, menatap bebatuan besar yang menghalangi jalan. Ia beranjak mendekati daerah bebatuan itu, sampai suara perempuan terdengar dari sana. "Hei, kalian di sana?"

Sarah bergeming sejenak, lalu membalas, "Iya, kami di sini!"

Sosok perempuan berkulit putih dengan jilbab kaos berwarna mocca muncul di celah-celah bebatuan.

"Kalian tidak apa-apa?" Sarah mendekat dengan cepat, hendak membantu gadis itu. Ia mengulurkan tangan, bermaksud ingin membawakan suitcase di tangan sang gadis.

Gadis berhijab itu pun menyerahkan tas di tangannya pada Sarah, lalu tak lama berhasil keluar dari celah-celah bebatuan dan menepuk-nepuk sweater berwarna cream-nya yang mulai mengering. Ia mendongak dan tersenyum kepada Sarah. "Terima kasih. Kami tidak apa-apa, aku dan Om Ray beristirahat cukup lama sebelum memutuskan ke sini."

"Hei, bisa kau berhenti memanggilku om?" Laki-laki jangkung yang menyusul di belakang bersuara, wearpack biru dongker dengan garis neon putih menghiasi tubuhnya. Dia tampak seperti seorang teknisi.

Gadis berhijab itu menoleh, tercengir sebelum bertanya, "Kau butuh bantuan, Om?"

Sarah dapat melihat laki-laki bermata minimalis itu memutar bola matanya, kemudian menolak untuk dibantu. Sosok berkulit kuning langsat itu menaruh kotak berwarna cokelat di atas batu dan memindahkannya sedikit demi sedikit seiring ia melangkah keluar dari celah bebatuan.

Gadis berkulit putih itu menoleh ke arah Sarah kembali "Kau penumpang kapal feri itu juga, 'kan?"

Sarah mengangguk. "Apa sekocimu juga tenggelam?"

"Iya, sebenarnya kami bisa saja kembali ke sekoci jika tidak ada orang egois yang takut sekoci itu tenggelam kembali." Gadis itu tersenyum tipis. "Mereka meninggalkan kami ketika kami terlempar ke lautan."

"Oh, shit, kau serius?" Sarah mendelik.

Gadis berhijab itu mengangguk. "Ya, untung saja kami menggunakan pelampung, walaupun pelampungku tidak berguna."

Sarah tertegun, menoleh ke arah laut dan menunjuk pelampung yang masih terapung tak jauh dari tepi pantai. "Apa itu pelampungmu?"

Gadis itu mengikuti arah tunjuk Sarah. "Oh, iya, benar! Dan, kau bisa lihat sendiri, 'kan, pelampungku itu sangat payah. Dia tidak bekerja sebaik pelampung Om Ray, tapi untungnya Om Ray mau membantuku berenang hingga aku tidak perlu pingsan untuk sampai ke sini."

Unknown LocationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang