10: Pulau dan Cerita di Baliknya

172 26 142
                                    

"Just sit her down on the bed!" titah sang pria yang berdiri di samping pintu.

Segera setelah Leo berlari masuk ke dalam rumah, pintu terdengar ditutup. Laki-laki itu menumpu tangannya pada lutut, berusaha menarik napas sebanyak mungkin. Kemudian, ia menegakkan tubuh dan beralih bersandar pada dinding, memejamkan mata dengan kepala sedikit mendongak. Dadanya masih naik-turun dengan cepat.

Ia mengembuskan napas berat dan membuka mata, menoleh ketika mendengar decit kayu yang bergesekan. Sang pemilik rumah tengah membuka laci di meja dekat pintu, lantas mengeluarkan kotak P3K yang jauh lebih besar dan tentunya lebih lengkap dari kotak P3K di dalam tas Baim. Lalu, mengambil sebotol cairan bening yang berlabel.

"Lucikly, we still have NaCl." Sosok pria dengan janggut tipis dan alis tebal itu beranjak menghampiri Syifa yang menahan tangis di sisi kasur, wajahnya tampak seperti orang-orang keturunan Eropa.

Arthur yang semula duduk di sebelah Syifa beralih jongkok di lantai dan menyentuh tangan pria itu yang memegang kotak P3K. "Biarkan aku saja."

Pria yang memakai sweater biru dan celana jeans hitam itu menatap Arthur, terdiam sejenak sebelum berucap, "Oh, you want to do it? Okay, let me take the bucket and the towel."

Leo melirik Baim yang berdiri di seberangnya. Laki-laki itu membalas lirikan Leo, terlihat sama-sama menerka siapa sosok pemilik rumah ini. Sudah terlihat jelas dia orang bule.

Lirikan Leo kemudian beralih pada bercak-bercak darah di lantai akibat kaki Syifa.

"Are the rest of you okay?" Suara pria itu menarik atensi Leo. Ia menutup termos yang sebelumnya digunakan untuk membasahi handuk kecil, kemudian membawa handuk itu bersama ember ke hadapan Arthur.

Sarah yang berdiri di sisi Syifa mengangguk menanggapi pria itu, sementara Leo tak menjawab, hanya menatap Syifa yang meringis saat kakinya ditekan oleh handuk hangat di tangan Arthur.

Pria itu pun beralih mengambil handuk mandi dan sapu tangan di gantungan samping lemari, lalu memberikan handuk mandi itu kepada Leo serta sapu tangan kepada Sarah.

Dee ikut meringis saat Syifa mengaduh karena lukanya ditekan oleh bagian handuk yang kering. Selagi menyaksikan Syifa yang diobati, pria pemilik rumah itu beranjak selimut di kasur, kemudian melemparnya ke arah Leo yang sedang mengeringkan rambutnya. Namun, ia tetap bisa menangkap selimut itu dengan cekatan.

"Make yourselves comfortable. Relax, okay? I'm not gonna do anything to you. I'm not a cannibal or something you might see in thriller movies." Pria itu berucap, lebih dulu meluruskan sebagai antisipasi. Ia kini membuka laci nakas dan mengambil satu selimut lagi dari sana, hanya saja ukurannya lebih kecil. "Glad I have two blankets."

Selimut itu kemudian berpindah tangan ke tangan Baim. Sebelum memakai benda berbulu itu, Baim lebih dulu meminta handuk di tangan Leo untuk mengeringkan wajah dan rambutnya. Sarah pun turut mengoper sapu tangan, memberikannya pada Dee setelah selesai mengeringkan beberapa bagian tubuhnya yang basah.

Sang pria menatap Syifa sekilas, kakinya mulai diperban. Ia pun beranjak ke arah dapur kecil di samping area tempat tidur. Ia mengambil gelas, lalu meraih termos. "I'm sorry that you can't take a bath or change your clothes, well if you don't have one."

Ia menuangkan air di dalam termos ke gelas. "The bathroom is separated from the house."

Sarah bersitatap dengan Baim, kemudian menoleh ke arah Leo yang telah melingkarkan selimut menutupi kedua pundaknya. Ia merapatkan bibir, kemudian kembali menatap Syifa dan Arthur. Baru ia sadari, suitcase dan kotak persediaan yang sebelumnya ada di tangan Arthur kini telah hilang.

Unknown LocationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang