Pertama kali Ayana bertemu dengan Kahfi adalah saat di pemakaman. Kala itu, Ayana sedang mengunjungi makam ayahnya.Dengan gamis bewarna mustard yang melingkupi dirinya, lengkap dengan jilbab panjang yang menutupi bagian kepalanya, Ayana berjalan memasuki pemakaman, hendak mengunjungi makam ayahnya. Dan, sesampainya di tempat di mana jasad ayahnya terkubur, Ayana mulai berjongkok memposisikan dirinya dengan nyaman.
“Ayah, Ayana datang lagi. Ayah apa kabar? Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk ayah disisi-Nya.”
Jidan Kuswono—begitu nama yang tertulis pada papan nisan makam tersebut.
“Ayah, bulan depan Ayana sudah harus mulai ngelaksanain praktek Pengadilan. Ayana bakalan magang di Pengadilan Agama, Yah. Do'akan semoga semuanya berjalan dengan lancar ya, Ayah?” ucap Ayana seraya mengusap papan nisan milik ayahnya tersebut.
Tiba-tiba saja, tidak ada angin ataupun hujan, Kahfi datang. Entah dari mana datangnya lelaki itu, Ayana tidak tahu pasti. Tahu-tahu lelaki itu sudah bediri dibelakang tubuhnya, dan mulai mengomentari ucapan yang sempat Ayana lontarkan sebelumnya.
“Orang yang sudah mati, tidak bisa mendo'akan orang yang masih hidup.”
Apa yang diucapkan Kahfi kala itu tentu saja membuat Ayana kaget. Mengerjapkan matanya pelan, Ayana membalikkan tubuhnya menghadap lelaki itu.
“Saya sudah tahu.” Jawab Ayana datar.
Kahfi tidak menatap Ayana, dan hal itu membuat Ayana sedikit merasa malu karna tidak sengaja menatap lelaki itu secara terang-terangan. Barangkali lelaki itu memang sangat menjaga pandangannya, maka dari itulah ia merasa amat malu. Seharusnya, ia juga bisa melakukan itu. Dirinya tahu betul bahwa menatap sesuatu yang haram itu tidak diperbolehkan, tetapi dirinya belum bisa untuk menjaga pandangannya.
“Jika sudah tahu, lantas kenapa masih saja dilakukan?” tanya lelaki itu.
Mendengar hal itu, Ayana kesal dibuatnya. Kenapa juga lelaki itu mencampuri urusannya? Huh, menyebalkan. Pikirnya.
“Bukan urusanmu!” Ketus Ayana.
“Saya hanya—”
"PAPA!"
Pekikan nyaring seorang anak kecil mengalihkan fokus Ayana dan Kahfi secara besamaan. Bisa Ayana lihat anak itu berlari kencang menuju ke arah Kahfi.
Tunggu, sepertinya ia mengenali wajah anak itu. Dia...
“Wah, ada Bunda?! Bunda! Asyik, ketemu bunda disini!” pekikan senang terdengar nyaring memekakkan telinga.
“Bunda?” Ulang lelaki itu.
Hal yang sangat mengejutkan tentu saja. Yah, setidaknya untuk lelaki bernama Kahfi itu. Sedangkan Ayana? Wanita itu masih tebengong saat dia diajak bicara dengan anak kecil tersebut.
Anak kecil itu mengangguk. “Iya, Papa. Ini Bunda, Bunda Nana.”
“Kemarin, Ayra bilang sama nenek buat ajak Papa bertemu dengan Bunda. Tapi, sekarang Papa sama Bunda sudah ketemuan disini, hihihi.”
Ayana meringis pelan mendengar penuturan anak kecil itu. Ya, Ayana mengenalnya. Anak itu adalah anak yang pernah dirinya tolong. Dan, mereka sering bertemu di kedai cafe tempat Ayana bekerja.
Lelaki itu sempat melirik dirinya, tapi hanya sebentar. “Kamu kenal dengan Ayra?” tanyanya mengalihkan pandangan ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda untuk Ayra
Romance"Saya gak butuh bapak sebagai pengantin pengganti." "Saya hanya menjalankan amanat kakak saya, Ayana." "Dan bapak pikir saya mau menerimanya?" "Na, saya-" "Kenapa gak ada yang mikirin perasaan saya? Kenapa yang dipikirin semua orang cuma keberlangsu...