Setelah aksi mempermalukan diri kemarin, akhirnya dosen Pak Haris memeriksa proposal buatannya dengan hasil merengek Ayana pada dosen muda itu. Oh, jangan lupa. Ada sedikit paksaan dari calon ibu mertuanya sehingga dosen Pak Haris mau memeriksa proposalnya."Saya baru tahu kalau bapak ini anaknya Umi Syafiyah." celetuk Ayana.
"Hm." balas Haris.
Pagi ini, Ayana tengah bimbingan dengan Haris yang tak lain adalah dosennya. Kahfi pergi ke rumah sakit sejak subuh karena harus melakukan operasi dadakan atas pasiennya.
"Ayana," panggilnya.
Ayana menghentikan langkahnya. "Iya, pak?"
"Berhenti mondar-mandir dihadapan saya!" ucapnya tegas.
Ayana mengerjap, kemudian tercengir. "Maap, Pak." balasnya. "Bapak kenap-"
Brak!
Ayana mengerjap kaget. "-pa, Pak?" lanjutnya pelan.
Dosen Pak Haris terlihat mengurut pangkal hidungnya. "Perbaiki lagi proposal kamu."
"Banyak salah nya, Pak?"
"Menurut kamu?"
Mendengar suara datar Pak Haris, Ayana meneguk ludahnya pelan. "Banyak, Pak."
"Perbaiki. Setelah saya balik dari Amerika, saya ingin proposal itu sudah rampung dengan baik dan benar."
Ayana mendelik. "Iya." jawabnya malas-malasan.
Dosen Pak Haris berdecak. "Jangan berani-beraninya kamu bertemu saya kalau Proposal ini belum beres, ngerti?"
"Iyaaah."
"Bundaaaaa~" panggilan bernada itu mengalihkan perhatian keduanya.
Ayana melihat Ayra berlari dari arah pintu sambil membawa dua kantong kresek berlogo sebuah market place. Ayana tersenyum lebar. "Sayangku..." balasnya seraya merentangkan kedua tangannya.
Ayra menubruk ke pelukan Ayana. Kemudian menempelkan kresek belanjaannya ke pipi Ayana. "Bunda, ini eskrim. Aku tadi sama Papa mampir ke supermarket depan sekolah," ceritanya.
"Oh, ya? Beli apa aja ke supermarket?" tanya Ayana dengan antusias.
"Buanyaaaaaak banget! Aku beli eskrim, beli sosis bakar, aku beli susu, aku beli cokelat, keju, terus apalagi yah?"
"Apa?"
"Ah, pokoknya banyak bunda."
"Buat apa jajan sebanyak itu, sayang?"
Bukan. Itu bukan suara Ayana. Ya, kali suara Ayana berat begitu!
Ayra tercengir. "Dikasih izin kok, Ayah, sama Papa. Ini juga aku nggak beli buat dimakan sendiri, tapi bareng sama bunda, Ayah."
Ayana tersenyum girang. "Kamu beliin bunda eskrim juga?" tanyanya Antusias.
Ayra mengangguk. "Tadi, waktu aku ambil eskrim dua, Papa bilang, ambil yang banyak."
"Terus?"
"Terus, aku tanya, kenapa harus ambil banyak, Pa? Biasanya kan aku gak boleh banyak-banyak?"
"Terus, Papa kamu bilang apa?"
"Terus-
"Terus saya bilang, untuk kali ini boleh beli banyak, soalnya kan dirumah ada kamu, kasihan nanti anak saya tidak kebagian kalau cuma beli dua."
Ayana menoleh ke belakang. Senyum yang tadinya lebar, kini memudar.
"Eh, Papa. Nah, begitu bunda kata Papa. Memangnya bunda suka sekali ya dengan eskrim?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda untuk Ayra
Romance"Saya gak butuh bapak sebagai pengantin pengganti." "Saya hanya menjalankan amanat kakak saya, Ayana." "Dan bapak pikir saya mau menerimanya?" "Na, saya-" "Kenapa gak ada yang mikirin perasaan saya? Kenapa yang dipikirin semua orang cuma keberlangsu...