Ayana bangun sekitar pukul 2 lewat lima belas menit. Suara ketukan pintu terdengar walau lumayan pelan. Dengan perlahan Ayana membuka pintu kamarnya lebar-lebar, kemudian melongok siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Ih, nggak ada orang." gumamnya pelan. "Ini hantu ya?"
"Ayana."
Ayana mendelikkan matanya seketika. "Sumpah, ini kalau beneran hantu saya teriak nih. Hantu ya?" ujarnya lagi.
"Bukan. Ini saya, Ayana."
Ayana mengernyitkan dahinya saat merasa bahwa suara itu tidak asing di telinganya. "Pak Khafi?" tanyanya ragu.
"Iya."
Ayana menutup pintu kamarnya rapat. Kemudian berdiri di depan kamar. "Bapak dimana?"
"Saya dibelakang kamu."
Ayana memutar tubuhnya kearah belakang. "Kok bapak belum tidur?"
Khafi terdiam sebentar. Sudut bibirnya naik keatas begitu melihat penampilan Ayana. Gadis itu mengenakan pakaian tidur atas bawah dengan gambar gajah.
"Ini, Ayra ke bangun, terus pingin ketemu kamu." ucapnya.Ayana mengangguk paham. "Ayra," panggilnya pelan.
Khafi mengusap punggung putrinya dengan sayang. "Nak,"
"Papaa..." gumam Ayra pelan. Gadis itu semakin bersembunyi di ceruk leher ayahnya.
Ayana mendekat. Dengan sedikit ragu, dirinya mengusap rambut Ayra pelan. "Ayra katanya mau ketemu bunda?" ucapnya pelan.
Gadis itu menegakkan tubuhnya. Kemudian mengucek sebelah matanya pelan. "Bunda?" ucapnya.
Khafi menurunkan tangan Ayra yang terus mengucek matanya. "Jangan dikucek matanya, Sayang."
"Papa.."
"Hm?"
"Mau sama bunda, boleh?"
"Boleh sayang." bukan Khafi yang menjawab, melainkan Ayana. "Sini, sama bunda yuk?"
Khafi menyerahkan Ayra kepadanya dengan perlahan.
"Udah nggak terlalu panas, Pak." ucap Ayana sambil memegang kening Ayra.
Kemarin Ayra demam tinggi dan terus menginggau memanggil nama Ayana dengan tidak tenang. Maka dari itulah Ayana menginap dirumah keluarga calon suaminya itu, untuk menemani Ayra.
"Hm."
"Yauda, kalau gitu saya masuk ke kamar dulu ya, Pak." Ayana kesusahan saat hendak membuka pintu kamar karena tangannya sibuk menahan tubuh Ayra yang begitu lemas dalam gendongannya.
Tanpa diminta Khafi berinisiatif membukakan pintu tersebut.
"Makasih, Pak."
"Na," panggil Khafi sebelum menutup pintu tersebut.
Ayana menoleh. "Iya?"
"Sudah sholat sunnah?" tanya Khafi.
Ayana mengerjapkan matanya pelan. Tak lama setelah itu mengangguk. "Udah."
Khafi mengangguk. "Saya titip Ayra." katanya kemudian menutup pintu kamar tersebut tanpa menunggu balasan dari Ayana.
****
Pukul enam pagi, Ayana sudah siap dan rapih. Perempuan itu tengah berkutat di dapur bersama dengan calon ibu mertuanya.
"Mi, ini diapain?" tanya Ayana seraya mengangkat satu buah Kubis ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda untuk Ayra
Romansa"Saya gak butuh bapak sebagai pengantin pengganti." "Saya hanya menjalankan amanat kakak saya, Ayana." "Dan bapak pikir saya mau menerimanya?" "Na, saya-" "Kenapa gak ada yang mikirin perasaan saya? Kenapa yang dipikirin semua orang cuma keberlangsu...