Sembilan : Mengingkari Janji

201 16 4
                                    

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Ayana terus melamun. Kepalanya seolah memutar memori beberapa jam ke belakang sebelum lelaki itu pergi berpamitan karena ada urusan mendadak.

“Nana, hei?”

Usapan di lengan kanannya mengembalikan kesadaran nya. Menatap sang Umma dengan mata Berkaca-kaca, kemudian memeluknya.

“Sshhh... do'ain yang terbaik buat Nak Kahfi, semoga dia baik-baik aja.”

“Umma, Mas K-kah-fi.” tangisnya tak tertahan.

Sekitar hampir 27 menit diperjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Selepas membayar ongkos taksi yang mereka tumpangi, keduanya bergegas menuju resepsionis.

“Pasien atas nama Kahfi, dirawat di ruang mana, Sus?” tanya Ayana.

“Lantai 2, paling pojok sebelah kanan, ruang IGD.” jawab penjaga resepsionis tersebut.

Welcome to my paradise....

Suara nada dering panggilan pasa ponselnya terdengar. Dengan gerakan cepat, Ayana langsung menjawab panggilan tersebut. “Halo?” ucapnya.

“Nana di lantai dasar, Mi. Bagian resepsionis. Iya, ini Nana mau langsung ke lantai 2.”

Tut.

“Kenapa, Na?” Elena bertanya pelan.

“Ummi Syafiyah, Ma. Kita harus cepat kesana.”

“Yasudah, ayo. Naik lift gapapa, Umma tidak masalah.” ucap Elena.

Ayana menatap sang Umma ragu. Pasalnya, Ummanya memang beberapa kali mengalami sesak nafas setiap kali menaiki lift. “Umma yakin? Aku gak bawa alat bantu nafas, Umma.”

Setelah berkali-kali menanyakan keyakinan sang Umma untuk menaiki lift, akhirnya Ayana mengiyakannya.

Ting.

Pintu lift terbuka. Ayana dan Elena bergegas menuju ruangan dimana Kahfi dirawat.

“Umi!” pekiknya.

Syafiyah yang tengah terduduk langsung bangkit dan menghampiri gadis itu. “Ayana!” dia menangis sambil memeluk Ayana erat.

“Mas Kahfi?” tanyanya.

“Di dalam, bersama dokter.”

Ayana menarik diri untuk melepas pelukannya. “Aku mau ketemu Mas Kahfi.” ucapnya melangkah dengan tergesa menuju pintu ruang IGD.

Haznan menarik lengan baju milik Ayana, sehingga membuat gadis itu berhenti dan menoleh ke arahnya.

“Kenapa?” tanya Ayana.

“Lo gabisa masuk ke dalem, Kak.” jawab Haznan.

Ayana menatap adik bungsu dari calon suaminya itu sinis. “Lepasin tangan kamu dari baju saya.” balasnya.

“Oke.” begitu terlepas, Ayana langsung mendekat ke arah pintu dan hendak membukanya. Namun, Lagi-lagi Haznan menahannya.

“Lo gak bisa masuk ke dalem, Kak.” ucapnya.

“Aku mau lihat Mas Kahfi, Nan.”

Haznan terkekeh sinis. “Lo pikir kita semua yang disini gak mau ngelihat Mas Kahfi, hah?!”

“Haznan, Jaga bicaramu!” tegur Syafiyah.

“Gue daritadi nunggu giliran masuk ke dalam sana, buat lihat kondisi abang gue. Lo dateng-dateng mau ngerusuh?!”

Ayana terdiam mendengarnya.

Yang dikatakan Haznan benar. Bagaimana mungkin dirinya mengabaikan keberadaan keluarga calon suaminya yang pasti juga sangat mengkhawatirkan lelaki itu. Tidak hanya dirinya. Semua orang yang berada disini juga ingin melihat keadaan lelaki itu.

Bunda untuk AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang