Sepuluh : Duka dan Pernikahan

191 13 4
                                    


Menikahlah dengan adik saya, Haris...”

Ayana menggelengkan kepalanya. “Mas ngomong apa? Gak usah aneh-aneh, aku gak suka dengernya.” sahut Ayana.

Kahfi menggeleng pelan. “Gak ada yang aneh dari omongan saya, Na.”

“Jelas aneh, Mas. Sangat aneh untuk di dengar.” sanggahnya.

“Na, saya—”

“Mas cukup. Aku gak mau denger.”

“Tolong...” Mendengar lirihan Kahfi, Ayana terdiam. “Saya gak bisa melanjutkan pernikahan sama kamu—”

“Maka dari itu Mas nyuruh aku nikah sama Pak Haris? Untuk melanjutkan pernikahan yang gak bisa Mas lanjutkan, begitu?”

Kahfi mengangguk pelan. “Iya. Saya gak bisa menepati janji Saya untuk menikah dengan kamu, Na. Tapi, Saya gak mau mengingkari janji Saya kepada Ayra untuk menjadikan kamu sebagai bundanya. Saya gak bisa ingkarin janji itu, Na. Saya mau anak Saya bahagia, Na. Dan kebahagiaan itu ada di kamu. Jadi Saya mohon, menikahlah dengan Haris...”

Ayana termenung mendengar penuturan itu. “Kamu egois, Mas. Tentang kamu yang memikirkan kebahagiaan Ayra, itu wajar. Kamu ayahnya, tentu kamu ingin anak kamu bahagia. Lalu, aku? Apa kamu gak mikirin sedikit aja kebahagiaan untuk aku? Mas, aku ini calon istri kamu... Perempuan yang sempat kamu janjikan kebahagiaan.” ucapnya tergugu.

“Haris lebih dari bisa untuk memberikan kebahagiaan buat kamu, Na.”

“Kenapa kamu melempar tanggungjawab kamu ke orang lain, Mas? Yang harusnya memberikan kebahagiaan itu kamu, kan? Karena kamu yang menjanjikan itu ke aku. Bukan Pak Haris.” Ayana menggelengkan kepalanya pelan.

“Nana... Tolong menikahlah dengan Haris untuk saya.”

“Aku gak bisa, Mas.”

“Na, aku mohon sama kamu...”

“Maaf, tapi aku gak bisa.” perlahan, Ayana menjauh dari brangkar.

“Na. Ayana!”

“Umi, tolong bilangin Ayana untuk nikah sama Haris.”

“Abi... Tolong jelasin ke Ayana bi, Kahfi gak bisa ingkar janji sama Ayra bi...”

“Nan, tolongin abang...”

“Ayana!”


****

Ayana terus berlari. Kacau. Itulah yang ia rasakan saat ini. Pikirannya benar-benar kacau.

Bruk!

“Maaf, Saya—

Ayana terkejut, begitu pun dengan orang yang ia tabrak. Mereka berdua sama-sama terkejut.

“Kamu nangis?”

“Apa bapak udah tahu?” tanya Ayana menatap dalam mata lawan bicaranya. Melihat kernyitan  muncul di dahi lelaki itu, Ayana melanjutkan kalimatnya. “Tentang pernikahan.” lanjutnya.

Ya, lelaki yang Ayana tak sengaja tabrak itu adalah Haris.

Melihat anggukan kecil dari kepala itu, Ayana ikut mengangguk. “Apa yang Mas Kahfi bilang ke bapak?”

“Dia meminta saya untuk menjadi pengantin pengganti atas dirinya.”

“Apa bapak setuju dengan permintaan Mas Kahfi?” tanyanya lagi.

Bunda untuk AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang