Duabelas : Mulai akrab

254 18 3
                                    

“Baru pulang, bang?”

Itu suara Haznan yang menyapa Haris.

Haris. Lelaki dengan balutan kemeja biru muda itu mengangguk seraya tangannya berusaha melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya.

“Umi, mana?” tanyanya melangkah mendekat ke arah Haznan.

“Umi udah tidur, baru banget Abi dari sini pamit ke kamar nyusul Umi tidur.” balas Haznan.

Haris mengangguk. “Ayra?”tanyanya lagi.

“Terakhir sih di kamar sama mbak Ayana, coba aja abang cek.”

Lagi, Haris mengangguk. Kemudian melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, menuju kamarnya di lantai 2.

* * * *

Ayana tengah membereskan tempat tidur. Sudah dari dua hari lalu ia pindah ke rumah ini, dan tidur di kamar ini. Ya, kamar milik Haris, suaminya.

Selesai mengganti sprei, Ayana mulai menyusun bantal-bantal yang sudah ia ganti juga sarung nya. Setelah selesai, ia hendak beranjak ke kamar mandi untuk mencuci tangan, namun tiba-tiba pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Haris dengan tampilan tidak serapih pagi tadi saat lelaki itu hendak berangkat ke kantor.

Ayana mendekat. Meraih tangan kanan Haris untuk ia salami. “Tas nya biar saya yang taruh, Pak.” ucapny meraih tas kerja milik Haris. Selepas menyalami tangan Haris, Ayana beranjak tanpa kata menuju ruang kerja di sudut kamar. Ia masuk ke dalam ruangan, kemudian meletakkan tas kerja Haris di meja.

Begitu ia keluar dari ruang kerja dan menutup pintunya kembali, ia melihat lelaki itu tengah melepaskan sepatu beserta kaus kakinya. Ayana mendekat, meraih sepatu yang sudah terlepas itu, kemudian membawanya ke walk in closet dan meletakkan nya ke dalam rak sepatu. Kaus kakinya ia masukan dalam keranjang baju kotor.

Ayana beranjak ke kamar mandi menyiapkan air untuk Haris mandi. Meletakkan sabun dan shampo milik lelaki itu di dekat bath up.

Keluar dari kamar mandi, Ayana pindah ke sudut kamar dekat sofa untuk meraih gelas kosong dan menuangkan air ke dalamnya, kemudian ia berikan kepada Haris.

Lelaki itu menerimanya tanpa kata. Menenggak air putih pemberian istrinya hingga tandas tak bersisa.

“Bapak mandi dulu aja, saya mau ke bawah siapin makan malamnya.” ucap Ayana yang membuat Haris menatap dirinya.

Haris menurut. Bangkit dari duduknya, ia berjalan memasuki kamar mandi. Sebelum menutup pintu, ia sempat memundurkan langkahnya dan melirik Ayana. “Handuk?” ucapnya.

Ayana menoleh. “Sudah saya siapkan, ada di dalam. ” jawabnya di balas anggukkan kepala dari Haris. Begitu melihat Haris masuk dan menutup pintu kamar mandi, Ayana menghela nafasnya.

Ia merasa lelah, padahal seharian ini tidak banyak pekerjaan yang ia lakukan. Benar, ia bukan lelah fisik, tetapi hatinya yang lelah. Sudah dua hari ia berusaha menjadi istri yang bertanggungjawab. Beberapa hari yang lalu, ia di tegur habis-habisan oleh Umma nya karena terlalu lama bersedih, dan mengabaikan tugasnya sebagai istri.

Ayana sadar, dua minggu belakangan ia sering mengabaikan suaminya itu. Padahal, selama ia bersedih, lelaki itu selalu berusaha menghiburnya dan menggantikannya untuk mengurus Ayra yang rewel karena terus menangis. Ayana merasa bersalah, tetapi ia juga tidak mengerti dengan dirinya, setiap kali ia melihat wajah Haris, ia merasa sedih dan sakit.

Sudahlah, Ayana tidak ingin merasa sedih lagi. Ia memilih bangkit dari duduknya, dan pergi ke walk in closet untuk mengambil pakaian Haris. Ia meraih baju tidur berwarna navy berbahan satin, kemudian meletakkannya di atas tempat tidur. Perlu di ketahui, semua baju tidur milik lelaki itu berbahan satin, sama seperti miliknya. Itu salah satu kesamaan mereka. Tapi tidak juga, Haris sebenarnya tidak suka tidur mengenakan atasan, atau baju. Tetapi, karena Ayana merasa tidak nyaman, akhirnya lelaki itu selalu memakai baju tiap kali tidur bersamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bunda untuk AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang