PERUTKU SAKIT.
Mengapa aku bisa melupakan tanggal sepenting ini? Sekarang aku nggak tau harus bagaimana.
Aku masih terduduk di kursi kelas. Semua sudah keluar. Mana hari ini aku memakai celana yang cerah. Aku ingin menangis saja ketika menyadari seluruh kawan dekatku tidak ada yang masuk dengan jam yang sama denganku hari ini.
Ponsel berdering membuatku mengangkatnya.
“Kamu di mana?” tanyanya dari sebrang.
Aku masih menutup mulutku.
“Ita? U ok? aku di fakultas kamu. Tapi dari tadi nggak ngeliat kamu..”
“Aku di kelas. Um.. aku bocor..” cicitku pelan di ujung. Dia hanya menjawab oke dan akan segera mematikan telepon.
Suara pintu yang terbuka membuatku menoleh.
Dinda dengan wajah tenangnya menghampiri.
“Pake jaketku, kita ke toilet..”
“T-tapi ada darah di bangkunya,” ucapku sambil menunduk.
“Aku bawa tisu, biar aku bersihkan.”
“Sini tisunya, kamu balik badan, jangan melihatku!”
Dinda terkekeh. Lalu tanpa banyak bicara menyerahkan tisu dan berbalik badan. Dengan segera aku bangkit dan melingkarkan jaket pada pinggangku. Lalu mengelap bangku itu, um.. lumayan banyak. Pipiku memanas, malu mulai menyerang meski ia adalah kekasihku.
“Sudah?”
“Belum, sebentar lagi,”
Setelah merasa cukup aku pun menepuk pundaknya. Ia berbalik dan tersenyum. Kami melangkah bersisian menuju toilet terdekat. Aku dengan segera masuk, lalu keluar dengan celana yang berbeda. Tangan kiriku membawa totebag yang berisi celana yang sudah kotor dengan warna merah.
Dia langsung mengajakku pergi. Tak membicarakan perihal cerobohnya aku hari ini. Itu adalah salah satu sikap yang aku sukai darinya. Tidak pernah membiarkanku merasa malu berkepanjangan.
Kulihat dia menghentikan mobilnya di sebuah restoran yang lumayan terkenal di Kota ini. “Jangan keluar dulu,” ucapnya sebelum menutup pintu.
Kini pintuku yang terbuka. Aku terkekeh, selalu seperti ini. Tanpa protes aku langsung keluar dan mengikutinya. “Bagaimana hari ini?” tanyanya setelah kami duduk di salah satu meja yang cukup mojok.
“Masih bertanya? tentu saja bad!”
Dinda terkekeh. “Tak apa, akan aku perbaiki,” Lalu dia mengangkat lenganya dan tak lama seorang pria datang, mencatat segala hal yang diucap oleh Dinda.
Hangatnya suasana yang dibangun oleh Dinda berhasil membuat moodku kembali meningkat menuju angkasa. Dengan cara sederhana ia bisa membuatku senang dan merasa istimewa; meski hanya sekedar memperhatikan hujan kata yang keluar dari mulutku. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Di Matamu
FanfictionHarusnya aku tidak masuk lingkaran ini. Lingkaran yang memberikan asa dan lara di waktu bersamaan. Harusnya aku cukup sadar diri bahwa aku tak boleh jadi seorang selingkuhan, terlebih yang kedua dari seorang wanita yang memiliki kekasih pria. © 2022...