𝐏𝐃𝐌 : 7

329 39 1
                                    

AKU KEMBALI mengecek ponsel, melihat notifikasi yang masih sama seperti sebelumnya.

Menghela nafas lelah, aku kembali termenung dan lagi-lagi memberitahu pelayan untuk jangan menghidangkan makanan terlebih dulu.

Sudah satu jam lamanya aku duduk, dan sudah meminum dua gelas kopi di tempat indah ini.

Hari ini adalah hari di mana Dinda menjanjikanku dengan makan malam bersama setelah dua minggu tak berjumpa. Aku sangat merindukannya. Hanya bertukar pesan tidaklah cukup untuk egoku yang sudah membengkak.

Aku jadi ingat kejadian selepas pulang reuni itu. Hatiku sangat gembira ketika ia mengetuk pintu kos dan langsung memeluk tubuhku. Aku sangat senang karena ia tak bermalam dengan kekasih prianya. Sungguh bahagia ku sangat sederhana, namun sulit terlaksana.

Dinda adalah wanita yang sangat hebat. Aku jadi mengingat awal kami bertemu-- saat itu aku sedang kesusahan membawa belanjaan bulanan yang plastiknya robek selepas dari pasar, dia yang saat itu sedang bermain dengan kawannya langsung menghampiri dan membantuku. Sikapnya sangat gantle dan membuat siapapun nyaman berada di sekitarnya. Sangat cocok dengan cita-citanya yang ingin menjadi seorang dokter.

Aku benar-benar bosan, lantas saja aku membuka akun instagram, melihat jajaran cerita orang-orang yang aku follow. Hingga tanganku berhenti menggulir di sebuah profil yang sangat tak asing.

 Hingga tanganku berhenti menggulir di sebuah profil yang sangat tak asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entahlah apa yang tengah kurasakan kini...

Semuanya terlihat seperti fatamorgana,

Terkadang aku bertanya-tanya:

Apakah saat ia memanggil pria itu rasanya sama seperti ia memanggil diriku?

Apa wanita itu mencintaiku?

Apa aku terlalu menuntutnya?

Namun hanya satu jawaban yang kudapat, aku tak berani menanyakannya, ya itu jawabanku.

Aku terlalu takut untuk menanyakan pertanyaan itu, aku terlalu takut dengan kemungkinan terburuk yang sudah ada skenarionya di kepalaku.

Aku terkekeh kecil, aku harus terbiasa dengan ini bukan? Aku harus tau diri. Di sini aku yang menjadi yang kedua, bukan Rakha. Ya, aku harus tau diri, bagaimanapun juga aku tak lebih dari seorang selingkuhan. []

Pelangi Di MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang