35. Belum Ingin Menyerah

463 128 18
                                    

Sudah berjam-jam lamanya pria itu masih tetap tak bisa menenangkan dirinya. Hanya dengan memikirkan bahwa segala yang terjadi saat ini telah melenceng jauh dari yang ia rencanakan sudah membuatnya emosinya meningkat berkali-kali lipat. Apa lagi di saat membayangkan satu sosok yang kini telah dimiliki oleh orang yang ingin sekali dilenyapkan dari muka bumi ini, emosi dalam dadanya makin tak terkendali.

Karena emosi serta amarah yang tak terlampiaskan itu pula makanya tanpa berpikir lagi ia langsung menghabisi salah satu bawahannya yang telah gagal menjalankan perintahnya untuk menyusup ke dalam rumah sang kakak sepupu yang telah merebut segalanya dari dirinya. Hingga tubuh mengenaskan yang tidak lagi bernyawa itu kini tergeletak tak berdaya di atas lantai yang jaraknya hanya beberapa langkah saja dari sofa dimana ia duduk saat ini.

Dengan pistol yang masih tergenggam di tangan, pria itu mendongakan kepala untuk menatap tangan kanannya yang ia tahu masih setia berdiri tak jauh darinya. Pemikirannya tersebut terbukti benar kala ia melihat seorang pria berdiri dengan ekspresi biasa saja setelah menyaksikan apa saja yang sudah ia lakukan.

"Kamu pasti lagi mikir kalau aku sekarang sudah benar-benar nggak waras 'kan, Ran?" tanya pria yang masih duduk dengan gaya bak seorang penguasa itu. Meski pertanyaannya terdengar seolah adanya kesedihan, namun ekspresi di wajahnya malah tampak biasa saja.

"Saya tidak pernah berpikir seperti itu tentang anda." yang ditanya menjawab tenang, seakan-akan kejadian dimana ia melihat secara langsung sang atasan yang menembak tepat di dada pria yang telah gagal menjalankan perintah tersebut bukanlah apa-apa baginya. Bahkan seolah merasa tak terganggu ia melangkah mendekati sang atasan sembari kembali mengatakan, "Seperti yang pernah saya katakan di awal saya bekerja dengan anda, saya tidak akan mengatakan apapun atas apa yang anda lakukan. Hanya saja, saran saya sebaiknya mayat ini segera kita urus kalau tidak ingin dilihat oleh kedua orang tua anda nantinya."

Sosok yang masih duduk dengan memegang pistol di tangannya itu mengangguk-angguk mengerti. Dari tadi ia memang sudah memikirkan untuk segera menyingkirkan mayat bawahannya yang tidak berguna namun ternyata bisa sedikit meredakan amarahnya.

Untungnya hari ini kedua orang tuanya sedang pergi untuk mengunjungi salah seorang rekan bisnis ayahnya yang katanya sedang dirawat di rumah sakit, jadinya ia tidak perlu takut jika aksinya kali ini dilihat oleh kedua sosok yang sangat dihormatinya itu. Sedangkan untuk masalah para pengurus rumah, ia telah mengancam mereka agar tidak mengatakan apapun kepada kedua orang tuanya atas apa yang dilihat ataupun didengar jika mereka ingin menjalani hidup mereka dengan tenang.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tenggelam dalam pikirannya, pria itupun mendongak ke arah tangan kanannya. Dan sebelum ia sempat mengucapkan sepatah kata pun, ia telah dikejutkan dengan kedua sosok yang masuk ke dalam ruang kerjanya sambil mengucapkan namanya dengan suara bergetar.

"Rey... mon... "

Pria yang namanya dipanggil dengan suara bergetar tersebut langsung berdiri dengan mata terbelalak begitu kedua sosok yang sangat dihormatinya itu telah berdiri hanya berjarak beberapa langkah saja darinya. Tanpa mengatakan apapun ia segera menyerahkan pistol di tangannya kepada tangan kanannya seraya dengan menggunakan gerakan tangan ia meminta orang kepercayaannya itu untuk segera mengurus sesosok tubuh yang tak lagi bernyawa dan masih tergeletak di atas lantai.

Hingga belasan menit kemudian, Reymon telah duduk bagaikan seorang tersangka di hadapan kedua orang tuanya di dalam ruang kerja sang ayah yang berada di lantai dua. Kepala Reymon yang tertunduk membuatnya tidak bisa melihat seperti apa ekspresi yang ditampilkan oleh ayah dan juga ibunya. Namun isak tangis dari sosok yang telah melahirkannya bisa dengan jelas didengarnya.

"Awalnya papa masih belum mau percaya sewaktu Dewa menceritakan semua perilakumu sama kami, Rey. Tapi setelah kami melihat sendiri seperti apa kelakuanmu di saat kami nggak ada, kami benar-benar malu karena putra yang kami banggakan bisa bertindak di luar batas seperti ini. Tidak hanya melakukan bisnis ilegal, kamu juga telah berulang kali mencoba untuk menghabisi saudara kamu sendiri. Sebenarnya dimana letak kesalahan dalam pengajaran kami, sampai kamu bisa bersikap dan bertindak seperti ini?"

Pertanyaan di akhir kalimat sang ayah akhirnya mampu membuat Reymon mengangkat kepalanya. "Aku bukannya ingin menghabisi saudara sendiri, tapi yang ingin aku habisi adalah orang luar yang telah merebut segalanya dari kita." ucapnya dengan nada tak terima.

"Apa maksudmu berkata begitu, Rey?" Delia yang masih mencoba menenangkan dirinya menanyakan maksud di balik perkataan putra bungsunya yang terdengar aneh baginya.

"Mas Dewa sama sekali nggak berhak memiliki semua yang dimilikinya sekarang. Seharusnya segala warisan peninggalan kakek itu menjadi milikku dan juga mas Lukas selaku anak dari mama."

"Mama semakin nggak ngerti dengan apa yang kamu katakan."

Melihat kebingungan yang tersirat jelas dari pancaran mata kedua orang tuanya, Reymon pun menghela napas untuk menenangkan diri. Setelah merasa sedikit tenang, ia segera menjelaskan alasan di balik setiap tindakannya selama ini. "Sebelum kakek meninggal, aku sempat dengar dia ngomong dengan nenek. Dia bilang seharusnya semua hartanya diwariskan kepada anak kandung mereka. Melihat betapa mereka sangat menyayangi mama, aku jadi tau kalau mama adalah anak kandung mereka. Mamalah yang seharusnya mewarisi semuanya dan bukannya kakak mama yang merupakan anak angkat itu."

Delia menghela napas panjang berulang kali demi mengurangi rasa sesak di dada yang tiba-tiba ia rasakan. Setelah mendengar penjelasan anaknya mengenai alasan di balik segala perilakunya yang salah membuat kesedihan Delia semakin bertambah. Tatapannya yang dipenuhi ketakutan jika ia sudah terlambat untuk merubah pemikiran anaknya ia arahkan sesaat ke arah suaminya sebelum ia arahkan kembali ke anak yang selama ini ia banggakan.

Kesedihan serta kekecewaan yang dirasakan membuat Delia kembali menangis tanpa suara. Dengan harapan jika masih ada kesempatan baginya untuk merubah segala situasi yang ada, Delia berusaha menjelaskan, "Rey... kamu sudah salah mengartikan semuanya, nak. Yang merupakan anak angkat adalah mama dan bukannya om kamu."

Tubuh Reymon menegang kaku saat menyuarakan penyangkalan atas apa yang didengarnya. "Mama pasti bohong. Nggak mungkin anak angkat bisa lebih disayang ketimbang anak kandung sendiri."

"Semua itu karena mendiang kakekmu tanpa sengaja menyebabkan kedua orang tua kandung mama meninggal. Untuk menebus rasa bersalahnya, kakek kamu merawat mama dan bahkan lebih menyayangi mama daripada om kamu."

"Nggak mungkin!" lagi Reymon berusaha menolak untuk percaya atas apa yang baru saja didengarnya.

"Semua itu benar, Rey." Rama segera membenarkan apa yang dikatakan istrinya. Sambil menggenggam tangan istrinya yang bergetar, ia kembali berkata, "Sehari sebelum papa menikahi mama kamu, kakek kamu sudah menjelaskan semuanya sama papa. Bahkan kakek kamu juga menunjukkan bukti hasil tes DNA agar nggak ada lagi keraguan untuk ke depannya. Dan mendiang om kamu tau soal itu, tapi dia dengan sangat baik justru meminta kakek kamu untuk tetap memberikan bagian dari warisan yang ada untuk mama kamu. Makanya usaha papa sekarang bisa terselamatkan berkat bagian dari warisan yang diberikan kepada mama kamu itu."

Reymon menggeleng-gelengkan kepala, menolak untuk mempercayai penjelasan yang juga diberikan ayahnya. Dengan ekspresi mengeras ia segera berdiri dari tempat duduknya dan tanpa mengatakan apapun ia melangkah keluar dari ruang kerja ayahnya.

Dalam benak Reymon yang ruwet dan dipenuhi dengan segapa penjelasan yang diberikan oleh ayah dan juga ibunya, ia masih ingin mempercayai semuanya. Bisa saja kedua sosok yang sangat dihormatinya itu membohonginya hanya demi membuatnya menghentikan rencana untuk melenyapkan kakak sepupunya.

Saat ini belum waktunya ia menyerah. Segalanya masih bisa diperbaiki. Apa yang seharusnya menjadi miliknya maka dengan segala cara akan ia dapatkan. Bahkan untuk sosok yang telah menarik perhatiannya di awal pertemuan mereka, jika cara halus tidak bisa membuat sosok itu menjadi miliknya, maka Reymon akan menggunakan cara kasar jika memang hal itu diperlukan. Di pertarungan terakhir dengan kakak sepupunya, akan Reymon pastikan jika pria yang telah merebut segalanya darinya itu benar-benar lenyap dari muka bumi ini. Sehingga tidak akan ada siapapun lagi yang bisa menghalanginya untuk mendapatkan segala apa yang sepatutnya menjadi miliknya.

                                                                                  
🐑🐑🐑

                                                                                  

                                                                                  

🐑🐑🐑
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-25-10-2022

Di bawah Rinai Asmara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang