Chapter Three: War

30 3 0
                                    

Peringatan untuk pergi berperang dibunyikan pada pagi-pagi buta. Sebuah lonceng yang berbunyi keras dibunyikan membangunkan para koloni manusia untuk berangkat berperang. Berperang kala matahari baru akan terbit dan ketika seharusnya kehidupan-kehidupan masih terlelap dalam mimpinya. Di tanah antah-berantah ini, sebagai penghuni asing. Hari ini, manusia memperjuangkan hidupnya. Memperjuangkan supaya manusia tidak punah hanya karena keberadaannya terancam.

Bersama dalam rombongan yang tidak seberapa ini, manusia berjalan melewati hutan dalam kegelapan menuju Graveland. Tempat itu merupakan lahan luas dengan semacam rerumputan yang sudah mati. Kabut yang tidak terlalu tebal masih menutupi pandangan, menghalangi jarak pandang mereka. Gui-See itu tidak salah menamakan tempat ini Graveland, karena memang kelihatannya kalian berada di sebuah ladang setelah kematian menghampiri.

"Minjeong, baiknya sekarang lo kasih pidato kecil buat mereka. Pidato semangat dari pemimpin biasanya sangat berpengaruh." ujar Mark yang sudah berdiri di sampingnya. Dia berpengalaman mengenai hal semacam ini, ucapan semangat dari pemimpinㅡyang juga ikut terjun berperangㅡadalah segalanya bagi anak-anak buahnya. Minjeong mengangguk pelan dan memulai pidato kecilnya untuk menyemangati para manusia ini.

"Semuanya! Hari ini, kita para manusia akan berjuang!" teriak Minjeong di hadapan barisan pasukannya, termasuk salah satunya Christopher, yang dibencinya bersama cedera pada kakinya. Gadis itu tengah memberikan semangat kepada manusia-manusia tersebut sembari berjalan bolak-balik di depan barisan. "Hari ini, kita memperjuangkan kelangsungan hidup kita dan anak-anak kita! Kita tidak akan kalah dari mereka! Kita akan hidup! Kita buktikan pada mereka kita bukan hanya sekadar perusak!"

"Ya! Benar!"

"Yaaaa!!!!"

"Habisi mereka!"

Teriakan-teriakan semangat terdengar memenuhi barisan para manusia. Hampir sebagian besar sudah berjiwa pejuang, layaknya seorang tentara pergi berperang untuk mempertahankan tanah airnya.

"Hari ini kita kalahkan mereka! Kita manusia lebih baik daripada Gui-See seperti mereka!" teriak Minjeong lagi. Mark Lee di sampingnya menjadi pendamping, sekaligus menyemangati para manusia ini.

"Lihat! Itu mereka!" teriak seorang manusia. Tangannya menunjuk ke arah seberang mereka, berjarak sekitar 40 meter dari tempat mereka berdiri.

Penasaran akan lawannya, para manusia ini mencoba menengok. Termasuk Minjeong, dia bersama shotgun dan beberapa senjata api dibawanya melihat ke arah para makhluk ungu itu. Satu muncul, kemudian barisan pertama, kedua, ketiga, dan berpuluh-puluh barisan lainnya di belakang. Raja Magnus berada pada barisan paling depan, menaiki kereta perang berkilauan keemasannya yang ditarik oleh dua hewan sejenis kucingㅡlebih besar daripada kucing biasanya di bumiㅡberwarna hitam dengan mata merah menyala seluruhnya. Raja Magnus memakai baju zirah lengkap, tombak saktinya, dan bagian alas kakinya terdapat sayap. Layaknya kaki Hermes, Minjeong yakin Raja itu bisa menghindar dengan mudah menggunakan itu.

"Selamat pagi, manusia!" sapa Raja tersebut pada Minjeong dan manusia lainnya. "Apa kalian sudah siap mati dan dihapuskan dari peradaban ini?"

"Apa kau membicarakan dirimu sendiri, Raja Magnus?!!" seru Minjeong balik mengumpan balik ucapan Gui-See bangsawan tersebut.

Merasa terhina, Raja Magnus memerintahkan pasukannya untuk mengeluarkan senjata mereka. Senjatanya sederhana; tombak, pedang dan belati, dan panah. Senjata-senjata itu tidak setara dengan senjata api kepemilikan manusia, seharusnya. Naluri manusia, ketika merasa dirinya lebih unggul akan merasa sombong. Saat itulah, pertumpahan darah dimulai; melalui ucapan yang menumbuhkan rasa jengkel.

"Hah! Senjata kuno! Kita bisa mengalahkan mereka dalam sekejap matㅡ" Pasukan koloni manusia terperanjat begitu melihat lelaki sombong ini tubuhnya tertembus tombak. Tombak yang berasal dari pasukan Gui-See.

Left Behind [Sungchan x Winter/Jake x Winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang