Chapter Six: Servants

24 5 0
                                    

Tidak banyak hal yang bisa dilakukan Winter dalam ruangan. Tur singkat Sungchan juga tidak berakibat banyak. Dalam ruangan hanya ada ranjang tidurnya, kaca besar menghadap langit, pintu tersembunyi menuju toilet, tombol pengatur suhu di dinding, dan tombol lainnya bisa memberikannya air minum. Benar-benar bagaikan penjara dan Winter terkurung di dalamnya. Hanya ada keheningan menyertainya. Tiada hiburan untuknya, selain jatah makan yang secara teratur diantarkan oleh seorang pelayan berpakaian putihㅡdia bekerja untuk Sungchan.

Ketika langit mulai gelap, Winter melepaskan jubah yang membalut tubuhnya; menyisakan baju tak berlengan di balik jubah berwarna putih bersihnya. Ia memandangi langit malam yang tidak berbintang; biasanya malam di planet ini lebih bervariasi daripada saat berada di bumi. Selain itu, samar-samar planet berwarna hijau seukuran bintang-bintang juga nampak. Ketenangan yang disajikan ruangan tempat Winter menetap bukanlah yang sewaktu-waktu menghadirkan hantu di hadapannya, tetapi sama seperti ketenangan disajikan saat berbaring di antara alam. Tanpa takut hewan buas akan memangsa. Dengan ketenangan semacam itu, matanya perlahan memejam dan beristirahat dari pemikiran-pemikirannya maupun dari tindakan oleh tubuhnya.

******

Esok paginya, samar-samar suara dua lelaki bicara dengan nada berbisik terdengar. Jiwanya sudah bangun ketika suara-suara itu terdengar berbisik tepat di dekatnya. Winter menahan diri untuk tidak mengejutkan mereka, sekaligus menggali informasi dari beberapa suara tersebut.

"Apa kamu pikir dia sudah bangun?" tanya suara pertama kepada yang lainnya. Suara lainnya yang diajak bicara pun menyahuti,

"Tidak tahu! Tuan Muda hanya memerintahkan untuk mengecek keadaannya dan mengantarkan makan paginya!" Suara kedua memberi jeda sejenak, "Dia sepertinya sudah melewati banyak hal, ya? Mereka bilang, dia hampir mengalami gegar otak. Kasihan sekali."

Tuan Muda, berarti mereka berdua kurang-lebih adalah pelayan Sungchan. Berarti lelaki itu benar seorang bangsawan? Orang terpandang? Pemimpin koloni manusia yang nasibnya 360° berbeda darinya?

"Kasihan?!" seru suara pertama tidak setuju, sedikit mengeluarkan suaranya, "Kamu pikir dia tidak berbahaya? Jangan biarkan tampang mengecohmu! Aku saja tidak paham apa yang dipikirkan Tuan Muda dengan menyelundupkan dan menyelamatkannya."

Percakapan mereka semakin mengkhawatirkan seiring Winter masih bersandiwara. Tanpa membiarkan dua pelayan menyeramkan itu memandanginya dan membicarakannya terus-menerus, sehingga bisa saja mengancam keselamatannya, Winter membuka matanya lebar-lebar. Pertama kali penglihatan yang dilihatnya adalah dua manusia lelaki menutupi sinar cerah langit mengenai dirinya. Dua pelayan itu langsung menyingkir begitu mata tajam Winter mengarah pada mereka berdua secara bergantian. Selagi Winter bangkit dari posisi berbaringnya, dua pelayan tersebut berdiri tegak sambil menundukkan kepalanya; dan berulang kali mengulang kata-kata 'Maaf'.

"Maafkan kami, maafkan kami telah melakukan hal tidak sopan." ucap suara pelayan kedua. Omongannya besar ketika tidak ada yang memperhatikan, tetapi menciut nyalinya begitu ketahuan. Di meja samping tempat Winter berbaring, sebuah nampan berisikan beberapa makanan yang biasa manusia santap di pagi hari. Lebih mewah dan lebih banyak porsinya daripada yang pernah Winter makan selama 'terdampar' di planet ini.

"Siapa kalian?" tanya Winter. Dua pelayan itu saling bertukar pandang, tanpa menjawab pertanyaan dari gadis di hadapannya. Kepala mereka kembali menunduk, menatapi lantai marmer putih yang mereka pijak. "Nama? Bagaimana saya memanggil kalian?"

Mereka mendongak, memperlihatkan mata berbinar ketika mendengar kata 'nama'. Akhirnya salah satu dari mereka paham maksud ucapannya, "Saya,..." pelayan yang nyalinya kecil itu bicara, "Jeno. Ini,..."

Left Behind [Sungchan x Winter/Jake x Winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang