Chapter Ten: A Walk in Town

55 7 0
                                    

Siang harinya, Sungchan kembali berkunjung ke ruangan Winter. Kedatangan ibu Sungchan yang memojokkan 'tawanan'nya tidak diketahui puteranya, sesuai rencananya. Apa yang keluar dari mulut wanita itu membuatnya semakin penasaran; tentang banyak hal yang disembunyikan Sungchan. Tetapi, Winter tidak ingin mengulang kesalahan sama. Ia menunggu dan menunggu sampai Sungchan cukup mempercayainya untuk berbagi rahasianya.

Sungchan datang membawakan jubah untuknya dipakai, begitu juga dengannya. Sesuai ucapannyaㅡyang tidak pernah diingkarinya selama seharian kemarinㅡia mengajak Winter untuk keluar dari gedung, mendapatkan udara segar. Sudah lama Winter melupakan bagaimana udara segar rasanya mengalir ke indera pernapasannya. Meskipun tidak boleh terlalu mencolok berpenampilannya. Bersama lift transparan, Winter dan Sungchan yang memakai jubah menutupi kepala mereka menuju lantai dasar. Lantai yang tepat menghantarkan ke pintu keluar.

Cahaya sinar dari langit menerangi wajahnya secara langsung, bukan lagi melalui bias kaca ruangannya. Rasanya segar bisa menghirup oksigen ini; bau-bau alam, bau-bau makanan, dan bau-bau lainnya. Dari balik tudung jubahnya, wajah Winter sumringah. Kebahagiaannya tak tertampung lagi melihat rutinitas lama ini kembali bisa disaksikan olehnya.

"Ini hebat sekali, Sungchan! Saya tidak menyangka kalau kota Eirini ini sebegini maju dan semenyenangkan ini!" seru Winter dengan senyuman tidak lepas darinya. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, menikmati pemandangan yang sudah lama dirindukannya itu.

"Saya senang bisa membuatmu senang, Winter." balasnya dengan senyuman sama. "Kita mulai turnya? Saya tahu tempat terbaik untuk mulai."

"Oh!" seru Winter yang langsung mengacungkan jari telunjuknya. Ia menggelengkan kepalanya, menolak ide Sungchan, "Apakah tempat terbaik itu benar-benar terbaik dari semuanya?"

Sungchan mengangguk, "Iya. Memangnya kenapa?"

"Bagaimana bisa begitu?!" Winter membelalakkan matanya mendengar jawaban Sungchan. Lelaki itu jelas aneh, sejak awal, "Yang terbaik selalu ada di akhir, Sungchan. Begitulah caramu supaya sama-sama untung; untukmu juga penjual. Jadi, kita simpan tempat terbaikmu itu untuk terakhir, ya? Sekarang,.... kita,..."

Winter memandang toko-toko kecil dan kios kecil di samping Sungchan berdiri. Mereka menjual makanan panggang dilengkapi monitor kecil di depannya, mungkin untuk pembayaran? Sungchan mengikuti arah pandangan Winter, lalu tur dimulai dari kios kecil itu.

"Selamat siang, Tuan! Nona! Kami menjual daging Kowl terenak!" seru penjual yang tampak 'manusia' tersebut. Ia menyodorkan sepiring daging panggangnya ke calon pembelinya, wangi makanannya memang enak; Winter mengenalnya sebagai steak. Tetapi, penjual itu bilang Kowl. Apa itu Kowl?

"Kowl?" tanya Winter, alisnya naik satu. Dari sampingnya, Sungchan sebagai informan berjalan menjelaskan kepadanya.

"Kowl adalah hewan besar yang dagingnya tidak pernah habis. Kehadirannya sebagai hewan sakral, tetapi Ia membiarkan kami memakannya." Sungchan beralih pada penjualnya, senyuman menyeritainya, "Kamu yakin ini daging Kowl? Sudah meminta izin pada penjaga Kowl menggunakan dagingnya?"

"Uh... um--...." Penjual itu tergagap. Sementara dua pemuda di hadapannya saling melirik melihat gelagatnya, "Maafkan saya. Ini bukan daging Kowl, melainkan hanya daging Gorrige biasa. Namun, saya bisa jamin rasanya mirip!"

Keanehan ini sempat mengganggu Winter, tetapi tidak perlu bertahan lama untuk menghilangkannya. Dengan mulutnya sudah sibuk mengunyah dan terus mengunyah daging Gorrige yang rasanya seperti ayam. Keduanya terus berjalan melihat-lihat berbagai macam toko dan kios; penjual makanan, bahan makanan, pakaian, es krim, bahkan kedai minuman beralkohol. Tempat hiburan itu tampilannya mencolok daripada yang lain; ada lampu neon di depannya berbentuk taring Walrus berwarna merah, di bawahnya tertulis Tusk Club.

Left Behind [Sungchan x Winter/Jake x Winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang