Situasi ketegangan menyelimuti dalam lift. Lelaki di hadapannya tidak menunjukkan ketakutan rahasianya terungkap ataupun takut mati di tangan seorang perempuan. Winter merasa tindakan Sungchan hanya untuk mengelabuhinya, sama seperti kelakuan kebanyakan lelaki di koloni manusianya; tukang kibul, penuh dengki, dan ingin menggulingkannya dari kursi kekuasaanㅡmeskipun jasanya sudah lumayan banyak.
Nyatanya, Sungchan tidak seperti lelaki dari koloninya. Dia benar-benar berpegang pada janjinya dan ucapannya. Malah sikapnya sangat ramah, sampai-sampai membuat Winter sendiri tidak enak hati sudah menodongnya selama beberapa menit ini.
"Selamat datang, Winter, ke ruangan bekerja saya! Ah, tidak perlu khawatir. Tempat ini aman dari telinga-telinga nakal."
Sungchan berjalan memasuki ruangan tersebut, yang warna ruangannya tidak jauh beda dari ruangan-ruangan lain; penuh tone warna putih dan silver. Kebanyakan berwarna putih, sehingga jika seseorang menyusup dengan sepatu kotor karena lumpur, akan ketahuan tanpa menggunakan alat bantu apapun. Winter sendiri mengikuti lelaki itu mendekat pada meja bekerjanya yang sedang menuangkan minuman hangat ke dua cangkir di mejanya.
"Apa kamu masih meragukan saya, Winter? Duduklah dahulu bersama saya, menikmati teh ini. Singkirkan dahulu pistol itu. Kamu bisa memastikan di ruangan ini hanya ada kita berdua." Sungchan kembali menegakkan tubuhnya, lurus tepat pistol Winter mengarah. Lelaki itu membiarkan Winter mengecek seluruh ruangan; di balik tirai, di bawah meja, di dinding-dinding putih, di dekat rak buku, bahkan di pintu lift. Selama pengecekan ruangan, Sungchan memang tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Dari arah pintu lift, Winter bertemu pandang dengan mata Sungchan yang berada di dekat jendela besar. Entah bagaimana Winter harus merasa terhadapnya, kesal atau kagum, karena rasanya sekarang seperti lelaki itu sedang mengujinya; dari segi ketelitian dan kontrol emosi.
Sungchan di seberang ruangan memegang cangkir teh beserta piring kecilnya, menyisipnya perlahan dengan mata masih mengarah pada Winter. Gadis itu sendiri menyadari, situasi ruangan memang sesuai penyampaian Sungchan; tak ada siapapun atau ruangan rahasia bagi penyusup maupun penguping. Pistolnya pun diturunkan. Ia mendekati tempat Sungchan berdiri dan melakukan sesuai ucapannya tadi; duduk dan minum teh bersamanya.
"Kamu bisa percaya saya, Winter. Semua yang saya katakan itu tidak pernah berniat membohongi kamu."
Celotehan Sungchan perlahan membuatnya muak. Winter meletakkan cangkirnya dengan kasar di atas piring kecil yang juga dipegangnya, "Langsung saja ke intinya! Jangan bertele-tele!"
"Bertele-tele? Sebentar,... sepertinya saya pernah mendengar istilah itu,..." Sungchan meletakkan piring kecil dan cangkirnya di meja berwarna silver miliknya. Lelaki itu berdiri membelakangi Winter yang masih duduk di kursinya.
"Kamu sangat mencurigakan, Sungchan. Tata bahasamu, caramu bicara, dan perubahan sikapmu. Semuanya! Ditambah lagi, saya! Apa saya ini tahanan? Di mana ini, Sungchan?" seru Winter yang kini sudah bangkit dari tempat duduknya. Kepala Sungchan menoleh ke samping, hendak tetap berinteraksi dengan 'tahanan'nya, meskipun tubuhnya membelakangi.
"Eirini. Kamu sedang berada di kota kecil, Eirini. Tempat ini saya sebut sebagai Latibule, tempat persembunyian. Dan, kamu bisa melihat ke sana.... hutan dan pohon beringin, dan hutan lagi,..." ucap Sumgchan ketika kaca jendela dari ruangan kerjanya ini berubah menjadi transparan. Kepalanya beralih pada pemandangan di hadapannya. Dari ketinggian, memandang hamparan bangunan-bangunan berjajar, hutan, pohon beringin, hingga gurun. Winter melihat segalanya. Ia langsung saja mendekati jendela di sampingnya. Koloninya pasti berada di ujung yang lain dari tempatnya berpijak sekarang.
"Koloniku,..." gumam Winter begitu melihat pucuk dari pesawat luar angkasa dari koloninya. "Lalu, kamu ini apa sebenarnya? Manusia? Makhluk ungu? Atau ada penghuni lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Left Behind [Sungchan x Winter/Jake x Winter]
FanfictionDi tahun 2210, ancaman manusia dalam memulai hidup lagi di planet 'orang' merupakan sebuah perjuangan keras. Seorang pejuang yang tengah melawan musuh bersama prajurit lain, tertinggal rombongannya. Dia lalu bertemu salah seorang manusia sepertinya...