9

2.3K 279 124
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

***

Waktu sudah sore, namun Naruto masih tertidur. Tidak biasanya Naruto tidur di sore hari. Hinata meletakkan telapak tangannya pada kening Naruto, memeriksa jikalau Naruto tidak enak badan. Akan tetapi suhunya normal.

Hinata duduk disamping Naruto, mengelus sayang helaian kuning milik sang suami. Merasakan sebuah elusan, Naruto terusik. Kelopak matanya mulai terbuka, menunjukkan safir yang sangat Hinata sukai. Safir itu bak lautan luas yang mampu menenggelamkan dirinya hanya dengan menatapnya saja.

"Ada apa sayang?" Tanya Naruto dengan parau. Hinata menggeleng, lalu wanita hamil itu beralih mengelus sisi wajah Naruto.

"Apa hari ini melelahkan? Hingga kau tidur disore hari?" Naruto tersenyum tipis, "Tidak, hanya ingin tidur saja," jawab Naruto. Safirnya kini tertuju pada perut Hinata. Bibir itu mengurva senyum lebar, mendekatkan wajahnya pada perut Hinata.

"Halo baby, kau sehat nak?" Tanya Naruto didepan perut Hinata yang buncit. Tentu saja Hinata senang, ia membiarkan Naruto yang kini menempelkan salah satu telinga di perut buncitnya.

"Apa kau merindukan Ayah?"

"Iya," jawab Hinata menirukan suara anak kecil. Naruto terkikik, ah, rasanya ia tidak sabar ingin bertemu dengan anaknya.

Mereka terdiam, Naruto memang sangat suka mengelus perut Hinata dan mendengarkan aktifitas anaknya didalam sana. Bahkan kadang sampai ketiduran diatas perut Hinata. Naruto akhir-akhir ini mendapatkan kesulitan tidur.

"Hinata,"

"Apa?"

"Sudah ada kabar dari Sasuke?" Tanya Naruto. Sebenarnya yang membuat Naruto gelisah adalah menunggu kabar dari dua sahabatnya. Sejak Hinata bercerita jika Sasuke cemburu pada dirinya, Naruto semakin membuat jarak aman. Bukan untuk menjauh, hanya memberi ruang untuk Sasuke.

"Kenapa tidak bertanya langsung pada Sasuke?"

"..."

"Hubungi saja jika kau memang ingin tau,"

"Tapi... Aku takut Sasuke berpikiran yang tidak-tidak..."

"Hei... Hubungi Sasuke bukan Sakura...!" Sewot Hinata. Naruto bangun, ia menghadap Hinata. Kini wajah keduanya saling berhadapan.

"Kau cemburu?"

"Tentu saja...!" Jawab Hinata dengan ketus. Naruto mengangguk, "Berarti kau cinta padaku?"

"Kalau tidak cinta, tidak akan jadi dia," tunjuk Hinata pada perutnya yang buncit.

Naruto lagi-lagi terkekeh, pria tampan itu kembali merebahkan kepalanya diperut Hinata. Ia suka suara dari dalam sana meski hanya suara krusak-krusuk yang ditangkap oleh rungunya.

"Hinata... Jangan pernah tinggalkan aku,"

***

Sakura kini berdiri bersama Ino di depan gedung Apartemen Sasuke. Sakura berkata pada Ino jika ia tidak berani masuk kedalam. Disana ada Ibunda dari Sasuke, pasti wanita paruh baya itu sangat membenci dirinya sekarang.

"Ayo, masuk, Sakura," desak Ino yang tak sabar ingin melihat putri dari sahabatnya.

Sakura menunduk, air matanya mengalir lagi dengan sendirinya, "Ino, aku tidak berani masuk," aku Sakura pada Ino.

"Kenapa?" Sebenarnya Ino tau alasan Sakura tidak berani masuk namun ia ingin Sakura lebih terbuka lagi padanya.

"Apa aku masih pantas bersama mereka?"

ExtraOrdinary LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang