Selamat Membaca...
.
.
.***
Hari ini Sasuke dan Sakura melangsungkan pernikahan, Hinata hanya bisa melihat melalui layar ponselnya. Karena dia tidak diizinkan Naruto untuk ke LA. Kandungan yang mendekati akhir trimester ke dua ini agak lemah. Kemarin saja Hinata sempat pendarahan ringan karena terlalu kelelahan setelah berkumpul dengan para sahabatnya. Jadilah sifat over protektif Naruto bertambah pada Hinata. Apalagi kehamilan diusia muda bukanlah hal yang gampang.
"Sakura, cantik sekali kan?" Tanya Hinata pada Naruto yang tengkurap disampingnya, "Harusnya kau kesana Naru, mereka sahabatmu sedari kecil," imbuh Hinata lagi.
Naruto tidak menanggapi, pria itu semakin asik mengelus perut Hinata yang bulat. Terkadang menciumi gemas perut istrinya. Apalagi saat bayi mereka menendang, Naruto pasti akan heboh dengan sendirinya.
"Naru..." Hinata kesal, Naruto selalu tidak menanggapi apabila ia bicara tentang Sakura dan Sasuke.
Apa suamiku masih mencintai Sakura?
Pertanyaan itu muncul dalam benak Hinata. Ditatapnya Naruto yang masih dalam posisi sama, "Kau....masih mencintai Sakura?"
Safir itu terbuka, "Jangan mulai Hinata. Kau satu-satunya," jawab Naruto. Hinata menunjukkan cengirannya, "ahahah, aku hanya menduga saja,"
Naruto mendengus, "Menuduh bukan menduga," ucap Naruto lagi. Hinata menggaruk kepalanya yang tetiba saja gatal. Benar juga ucapan suaminya ini.
"Hai Hinata..." Sapa Ino dengan keras, "Kuotaku habis, kau isikan nanti ya?" Cengiran lebar Ino berikan tak lupa jari telunjuk dan tengah yamg membentuk huruf V.
Naruto menghadap Ino, "Miskin," ejek Naruto.
"Biar, aku rela terlihat miskin jika didepan Hinata," sahut Ino santai. Sudah biasa Ino mendapat ucapan seperti itu, tidak dari Naruto atau pun Sasuke. Ino, tidak pernah memasukkan kedalam hati setiap perkataan sahabatnya itu.
"Okey, aku belikan yang satu giga," ucap Hinata.
"Pelit...!" Hinata terkekeh. Sejak peristiwa hutang berhutang itu, Ino semakin dekat dengan Hinata. Rasa cemburunya yang tidak beralasan pada Hinata dahulu kini telah hilang setelah ia tau bagaimana sifat Hinata sebenarnya.
Ino merasa jika Hinata adalah sosok yang sangat patut untuk dijadikan seorang sahabat. Selain baik dan cantik, Hinata juga kaya. Membuat kantong Ino tidak pernah menangis lagi. Ino mengarahkan lagi, layar ponselnya pada Sasuke dan Sakura. Naruto kali ini memperhatikan dua sahabatnya mengikrarkan janji suci. Bibir itu tersenyum dan senyum itu tak luput dari penglihatan Hinata.
Layar ponsel berubah menjadi gelap dan bergoyang-goyang membuat Naruto dan Hinata mengeryit bingung.
"Hai..."
Naruto bangun dari tengkurapnya dengan cepat saat wajah Sakura lah yang terpampang jelas dilayar ponsel.
Naruto terkejut, "Naruto, kau kenapa terkejut seperti itu? Apa aku menyeramkan?!"
"Ya,"
"Awas kau ya...!"
Naruto tersenyum tipis, sudah lama ia tidak mendengar bentakan Sakura seperti itu. Mungkin terakhir kali saat mereka duduk dibangku sekolah dasar, yang belum mengerti tentang apa itu cinta.
Hinata sudah tidak khawatir akan hubungan Naruto dan Sakura. Karena beberapa hari yang lalu, Ibu dari Sarada Uchiha itu menghubunginya secara pribadi. Meminta maaf atas semua kesalahannya dahulu. Dan berterimakasih sudah mau menjadi teman bagi Sasuke. Serta yang terlebih penting adalah karena Hinata sudah merencanakan semuanya agar ia sadar jika Sasuke dan Sarada lah tempatnya pulang. Hinata memang meminta bantuan orang tua Sakura untuk tidak mengangkat atau membalas panggilan atau pesan Sakura saat wanita itu kembali ke Konoha. Sakura adalah gadis yang kenyang akan kasih sayang sedari dulu. Maka untuk membuat Sakura sadar akan sesuatu hal yang berharga adalah merebut apa yang membuatnya nyaman. Bukan merebut, kata ini terlalu terkesan jahat. Mungkin, kata yang tepat adalah menghilangkan sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ExtraOrdinary Love
Cerita PendekIni sequel dari cerita Ordinary Love ya... ~siapa yang nunggu? So, baca langsung gaes....~ "Cintanya begitu sederhana untukku. Namun, cintaku untuknya jauh dari kata sederhana. Cintaku padanya, berada di kasta puncak sang dewi cinta," ~Namikaze Naru...