Bab 3

515 45 0
                                    

"Hmm… Hinata?" Hinata kenal betul dengan nada suara yang biasa dipakai ibunya untuk meminta sesuatu itu. "Ya,kaa-san?" tanyanya dengan agak geli.

"kaa-san ingin minta tolong, Nak."

"sudah kuduga begitu. Teruskan saja, —Apa yang kaa-san inginkan?"

"Hmmm.. jujur saja, agak sulit bagi kaa-san untuk mengungkapkannya."

"katakana saja kaa-san"

"tadi kaa-san sudah bilang kan, —kalau Menma akan menikah?" Hinata tersenyum. jalan pikiran ibunya mudah ditebak. "ya,Kaa-san… dan aku tak keberatan. Sungguh!" Hikari memandangnya dengan galak. "kaa-san yakin itu—karna kau sendirilah yang memutuskan pertunangan kalian. Tapi, lebih baik begitu daripada bubar setelah menikah." Hinata menghela nafas. "apa yang sedang ingin kaa-san katakana tadi?"

"Oh,ya,.. begini. Menma akan pulang lusa. Dan karena kaki kaa-san terkilir, kaa-san tak bisa membantu persiapan untuk menyambutnya…" Hinata sentak meletakan gelas tehnya dimeja dan menatap ibunya dengan tak percaya. "rasanya aku belum menangkap maksud pembicaraan ini?" tannya ragu.

"ya, kaa-san ingin tau apa kamu mau menolong kaa-san?"

"menolong kaa-san?"

"menggantikan kaa-san…. —sampai kaki kaa-san sembuh."

"maksud kaa-san ….menggantikan kaa-san untuk membersihkan kediaman Uzumaki?"

"benar."

Hinata menggelengkan kepalanya berkali-kali. "aku akan membayar orang untuk menggantikan kaa-san." Hikari menggeleng. "kaa-san ragu, kamu akan bisa mendapatkan pengganti dalam waktu sesingkat ini, apalagi menjelang natal seperti ini. —lagi pula, kamu tau betapa cerewetnya Kushina-sama. Tak sembarang orang diizinkan menyentuh barang-barang antik itu." Menangkap ekspresi wajah putrinya, Hikari buru-buru melanjutkan, "tak banyak yang harus kau kerjakan, sayang. —Hanya bersih-bersih dan mengebut-ngebut sedikit. Dan juga lantai dapur mungkin perlu dipel. Maksud kaa-san… " Hikari menatap Hinata dengan tegas, "anggap saja ini sebagai penebus dosa." Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya dengan tercengang. "penembus dosa?"

"Mmm… itu pantas bukan, —mengingat kau telah mengecewakan Menma. Kan bagus kalau kau buat rumahnya senyaman mungkin sebelum dia pulang. Kecuali, —tentu saja, kamu tidak berteus terang pada kaa-san. Barangkali kamu masih menyimpan sedikit rasa cemburu?"

Hinata menatap ibunya lekat-lekat, sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak. "tau tidak, —kaa-san. mengenai keterusterangan. kaa-san memang jagonya!" kemudian terpikir olehnya sesuatu yang lain. "tapi tentunya kushina-sama tidak ingin aku datang ke rumahnya?"

"Oh, tidak sayang, —ia sama sekali tidak keberatan. Ia suka padamu… sejak dulu, —hanya saja, katanya kamu tidak cocok dengan Menma."

'Ini menarik' pikir Hinata. Kenapa Kushina-sama tidak bilang apa-apa ketika ia dan Menma bertunangan? "Oh ya?"

"jadi kamu bersedia, kan?" Hinata mendesah. "bagaiman dengan…—Naruto?"

"Oh, dia ada di prancis atau jerman—diluar negri pokoknya—sibuk mengurus mengambilan sebuah perusahaan. Kaa-sannya bilang kalau dia bekerja keras sekali, dan… "

"pembicaraan kaa-san dengaan Kushina-sama pasti menyenangkan," sela Hinata dingin, "tapi sayangnya—aku sama sekali tidak berminat mendengarkan cerita tentang Naruto." Ekspresi wajah ibunya itu seakan mengatakan, Ya,aku kan Cuma menjawab pertannyaanmu, tapi mulutnya ibunya tertutup rapat, dan Hinata bersyukur karenanya.

.

.

.

Tak Sulit bagi Hinata untuk memulihkan telinganya terhadap cerita-cerita tentang Naruto, tapi tidak semudah itu pria tersebut dienyahkannya dari pikirannya—terlebih-lebih ketika ia menginjakan kakinya dikediaman Uzumaki.

Naruto : Love and HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang