Bab 4

471 38 0
                                    

" Seks!" katanya tegas. "Cuma itu. Kebetulan saja keadaan yang menimbulkan semua ini—daya tarik seksua di antara dua orang yang saling mencintai. Dan itu membuka ."

"Jangan kau kira aku menyukai itu" balas Naruto pahit. Hinata mencoba memberontak. Tapi Naruto masih memeganginya erat-erat. Yang menyebalkan, —tekad Hinata untuk melepaskan diri itu dibarengi dengan keinginan lain yang sama kuatnya, yaitu keinginan untuk menyerah pada Naruto dan pada dirinya sendiri. "Maukah kau melepaskan aku, —sekarang?" tanyanya lemah.

"Hanya bila kau meminjam tidak akan kabur."

"Aku tak mau meminjam. Kau tak berhak meminta apapun dariku."

"Termasuk juga kalau kuminta kau agar usaha Menma?"

Hinata benar-benar ingin menangis. Bisa-bisanya Naruto begitu, menciumnya dengan penuh berahi sementara pikirannya masih dipenuhi rasa curiga terhadapnya. "Oh. Demi Tuhan! Semua itu sudah lewat. —Selesai!"

"Maksudmu, kau tak punya perasaan apa-apa lagi terhadap Menma?"

"Ya." Jawab Hinata sama pelannya.

"Tapi mungkin saja sejak dulu kau memang tak punya perasaan apa-apa terhadapnya?" tantang naruto dengan nada bicaranya yang sekeras baja.

Hinata menarik nafas dalam-dalam. Ia ingin Naruto menginginkannya sedemikian rupa sehingga pria itu takkan sudi mendekatinya lagi. Dengan demikian, Hinata akan terbebas dari pengaruh sihir yang membelenggunya setiap kali Naruto menyentuhnya.

"Tentu saja aku suka pada Menma" dengan suara serak basah menirukan suara para perempuan jalanan.

"Tapi mungkin aku lebih suka pada uangnya. Kau telah sangat membantuku. Naruto. Bagaimana—puas sekarang?"

naruto ini. "Ya Tuhan!, kau benar-benar tak bermoral. Sejak kejadian dua tahun lalu aku merasa masih meragukan tindakanku, tapi sekarang— aku benar-benar sudah yakin." Pipi Hinata seketika terasa yakin dengan jalan ini ia bisa melepaskan diri dari kraman Naruto dan memperoleh kembali akal sehatnya, namun melihat langsung yang Naruto melemparkan seketika membuat hati tercabik-cabik.

"Kau sama sekali tidak menyesalinya, Hinata?" Tanya Naruto dengan sinis dan dinginnya yang menusuk hingga ke bagian terdalam Hinata. "Uang itu benar-benar bisa menutupi kehilanganmu?"

dudukan Hinata menyambar tasnya dimeja yang berada tidak jauh dari posisi saat ini. Aku pergi sekarang, Naruto akan bilang bahwa pertemuan kita kali ini menyenangkan, jika aku mengatakannya itu berarti aku berbohong pada diriku sendiri. Tolong katakana pada kushina- sama bahwa aku tak dapat melanjutkan pekerjaanku . Kau pasti bisa mencarikan penemuan."

Penjelasan Naruto yang liriknya membelai-belai surai Hinata dengan lembut dan menyelipkannya pada telinga Hinata ketika ia akan meninggalkannya. "Saat ini—aku tak bisa mencar-cari atau ide hal lain, Hinata. Dalam pikiranku hanya ada satu hal, yaitu aku menginginkanmu. Persis seperti kau yang menginginkanku. Kau akui atau tidak. —Diantara kita masih ada urusan yang belum selesai ."

Hinata kembali menguatkan dirinya, kemudian membalik-balik. "Itu Cuma pemukiranmu saja, Naruto," katanya dingin—

"Selamat tinggal."

Hinata meninggalkan kediaman Uzumaki dengan perasaan kacau. Hatinya galau dan ia merasa tidak puas mengingat menghadapi menghadapi Naruto. Lebih-lebih bagaimana ia mengingat dengan jelas bagaimana lihainya Naruto menanganinya, baik secara fisik maupun emosional.

Hinata sengaja berjalan pulang dengan rute memutar. Agar tiba di rumah ibunya, setidaknya hati bisa sedikit lebih tenang.

.

Naruto : Love and HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang