Bab 15

326 31 0
                                    

"Aku serius, Naruto."

"Bisa itu."

"Dan kau tak terima?"

Naruto mengangkat bahu. "Bukankah aku yang akan mendatangkan hasil, bukan? Kau sendirilah yang akan susah. Jadi, apa rencanamu? Apakah kau akan mencari orang lain yang tidak sombong, picik, serta bodoh? Atau kau bermaksud membawa Hima ke kantor."

Tiba saatnya bagi Hinata untuk menyampaikan kabar mengejutkan itu. "Aku tidak akan kembali ke kantor."

"Apa?" tanya Naruto, jelas-jelas tidak percaya.

"Aku akan berhenti bekerja untuk sementara waktu.. untuk besarkan Hima."

"Tapi karirmu sangat penting bagimu."

"Hima juga," sahut Hinata pelan.

"Jadi apa yang akan kaukerjakan sepanjang hari? Memanggang roti?"

Hinata tak dapat menahan tawanya. Ia sendiri terkagum-kagum dan heran menyadari bahwa peran seperti inilah yang sungguh-sungguh diinginkannya. "Mungkin saja. Tapi yang jelas aku akan membuat roti dari lilin, bersama Hima. Aku akan mengajak Hima jalan-jalan dan mengajarnya dengan jari. Aku akan..."

Naruto mengangkat tangan dari ucapan-nya, namun matanya berkilat-kilat jenaka. "Cukup! Aku sudah bisa membayangkannya. Jika ini yang kau inginkan..?"

"Memang," tukas Hinata, kemudian dilihatnya Naruto mengerutkan kening. "Kalau kau karena aku tak akan menghasilkan uang...

Mata Naruto menyipit, dan kilat jenaka di dalamnya lenyap tak berbekas. "Aku sama sekali tak peduli tentang itu," katanya kasar.

Kemudian, mungkin karena mereka sudah membahas habis soal Himawari, Naruto pun menjauh. "Kau tidak lupa bahwa kita akan mengadakan pesta, kan?"

Sejujurnya, pesta itu hampir-hampir tak ada dalam pikiran Hinata. "Tidak, tentu saja tidak," komposisi kaku.

"Aku sudah mengatur agar besok malam para tamu datang sekitar setengah delapan. Makan malam akan dimulai pada delapan dan petugas kateringnya akan mulai bekerja sejak sore. Apakah waktunya cocok untukmu?"

Hinata menelan ludah. Dia paling benci kalau Naruto berbicara dengan nada resmi begini. Naruto memperlakukannya seolah-akan ia orang asing yang ditemuinya di pesta koktail, dan bukan ibu anaknya. "Cocok sekali," Hinata pun menjawab dengan dingin. "Bisa kaukatakan berapa kira-kira yang akan hadir?"

"Kurang-lebih lima puluh. Tapi kau tidak perlu repot-repot. Sekretarisku sudah menyiapkan semuanya-termasuk mengirimkan undangan."

"Bagus sekali," Hinata menyindir. "Aku heran karena kau tidak memintanya untuk memintanya menjadi nyonya rumah."

"Ya, aku menyesal tidak melakukan itu!" balas Naruto geram. Kemudian ia berdiri, seolah-olah berusaha mengatasi emosinya. Ketika ia membuka mulut lagi, bicaranya pelan dan lambat. "Aku tak mau lelah dengan urusan pesta, karena kupikir kau terlalu capek dan terlalu sibuk mengurus Hima."

Sekarang berbicara kepada seperti pembantu atau bawahannya, pikir Hinata dengan pahit. "Apakah acaranya resmi?"

"Ya. Enggak, izin dulu, aku mau ganti pakaian."

"Kau akan...," Hinata memaksa diri untuk melanjutkan pertanyaannya, "makan malam di rumah?"

naruto goyang. "Aku akan makan di luar. Kurasa kau lebih suka begitu." Ia meninggalkan ruangan tanpa berkata apa-apa lagi.

Hinata kepergian Naruto dengan kepala tegak, meskipun sangat kecewa. Ia sebenarnya telah meminta kepala pelayan untuk menyiapkan menu yang sederhana saja malam ini-hidangan-hidangan yang tidak terlalu rumit sehingga bisa menghangatkannya sendiri. Ia merencanakan-atau berharap akan menikmati makan malam itu berdua dengan Naruto dalam suasana santai. Tapi jelas sekarang bahwa Naruto tidak berniat untuk memperbaiki hubungan mereka.

Naruto : Love and HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang