Bab 17 (END)

887 54 4
                                    


"Tapi aku tak ingin putus hubungan dengan Hima. Aku akan sering-sering menemuinya," Naruto melanjutkan.

Hinata mengangguk seperti robot. "Tentu saja," katanya mantap, meskipun hati tercabik-cabik menjadi serpihan. Namun ada satu hal yang harus diketahuinya. "Apakah ada orang lain?" tanyanya tenang, heran sendiri bahwa ia melihat-lihat setenang itu dalam situasi begini.

"Apa?"

"Yang ingin... kaunikahi?" Suaranya mulai bergetar.

naruto dengan tak sabar. "Tidak, Hinata, tidak ada orang lain."

"Kalau begitu..." Hinata menelan ludah dengan susah payah, sementara Naruto mengerutkan dahi. "Maukah kau menjelaskan cerita?"

Naruto menatap dengan jengkel, seolah-akan pertanyaannya itu sangat tolol. "Kau memutarbalikkan fakta ya?" tanyanya sinis. Menggelengkan kepala seolah-akan menyerah, Naruto berkata dengan suara rendah, " Wah , mengapa tidak? Mungkin Anda pantas menikmati saat kemenanganmu."

Saat kemenangan? Apa gerangan maksud Naruto? Hinata merasa semakin, namun di lain pihak ia bersyukur karena otaknya yang kacau itu tidak dapat berpikir tentang kenyataan pahit ini. Naruto berniat menceraikannya!

"Aku ingin cerai," kata Naruto perlahan-lahan, seolah-akan akan fakta yang baru disadarinya, "karena aku tak sanggup lagi hidup dalam pernikahan seperti ini."

Hinata membocorkan Naruto dengan pandangan kosong. "Oh. Aku mengerti."

"Tadinya kupikir pernikahan ini bisa berhasil, Aku berharap...Oh, sudahlah! Tak ada gunanya mengungkit-ungkit yang sudah lewat."

Hinata mencoba menabahkan hati. Bersikap tenang agar dirinya jangan semakin dilecehkan. "Aku mengerti-sungguh, aku benar-benar mengerti.." Ia ragu-ragu ragu-ragu. "Kita butuh cinta untuk membina pernikahan yang langgeng."

Naruto tersenyum dingin. "Tepat sekali." Ia meninggalkan kamar Hinata tanpa berkata apa-apa lagi.

Sejenak Hinata sedih di ranjang dengan hati merana, merasa lega ketika mendengar tangisan Himawari. Setidak-tidaknya, menyusui bayi itu akan membuat pikirannya beralih dari masalah yang dihadapinya.

Setelah selesai menyusui Himawari dan mengganti pakaiannya, Hinata berniat kembali ke kamarnya. Namun suara-suara berisi dari arah kamar Naruto membawa melangkah ke kamar itu. Hinata membuka pintu dan menjulurkan kepalanya ke dalam. Naruto ternyata membuka laci-laci dan lemari dan melemparkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper

Naruto menatap dengan berang. "Keluar!" usirnya.

"Kau sedang apa?"

"Masa kau tidak bisa melihatnya sendiri?"

"Kau mau ke mana? Kau kan baru pulang."

"Aku mau pindah ke hotel," sahut Naruto dengan! gan. "Jadi tolong tinggalkan aku supaya aku bisa mengemasi barang-barangku."

"Kau tidak perlu pindah ke hotel."

"Tentu saja perlu, sialan!"

"Tapi aku dan Hima bisa kembali ke rumahku besok..." Hinata melanjutkan kalimatnya ketika melihat ekspresi Naruto yang semakin mengancam.

"Hatimu terbuat dari batu ya? Kaukira akų. will happy tinggal di sini setelah kau pergi?"

Maksud Naruto, tentu saja, setelah Himawari pergi. "Kau harus membiasakan diri," katanya, sebab yang dipikirkan Naruto hanya Himawari

"Jangan coba-coba menghiburku!" kata Naruto mengertakkan gigi. "Dan enyahlah dari sini. Kalau aku mau tinggal di hotel, aku tak perlu minta izin padamu."

Tekad Hinata untuk melihat tabah kerja sirna, ditelan gelombang kecemburuan yang melenyapkan semua akal sehatnya. "Kenapa?" tanyanya dengan nada menantang. "Supaya kau bisa menemui Shion di sana? Malam ini?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Naruto : Love and HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang