Matahari seakan-akan menjadi puluhan kali lebih terik pagi itu. Naka dan belasan siswa yang berbaris di depan tiang bendera sudah kebanjiran peluh. Namun, tidak berani berkata apa-apa sebab Bu Atika guru Fisika yang terkenal killer seantero SMA Chandra Pertiwi, masih bersidekap di lorong sekolah tepat di hadapan mereka. Kaca mata tebal yang nangkring di hidung Bu Atika juga ikut naik-turun seirama dengkusan napas kesalnya kepada para siswa itu.Jelas saja Bu Atika jengkel. Pasalnya pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan tepat waktu, malah terlupakan dengan alasan-alasan konyol dari siswa-siswanya itu.
"Dan ini lagi ketua OSIS. Pantesan aja, murid-murid yang lain pada ikutan enggak bikin PR. Ketua OSIS nya aja nyontohin yang enggak bener," bentak Bu Atika memecah senyap. Kasak-kusuk anak-anak yang lain pun terdengar.
Naka si Ketua-OSIS-empat-bulan itu membungkam mulutnya rapat-rapat. Peluh menetes dari satu sisi kacamatanya dan mengalir turun melewati lesung pipitnya, sementara rambut pendek Naka sudah lepek oleh keringat. Malu sekaligus sesal memenuhi tempurung kepalanya.
Terlalu banyak kegiatan OSIS di luar sekolah membuat dia lupa akan tugas Fisika hari ini. Bahkan kemarin dia baru sampai di rumah hampir pukul tujuh malam usai rapat bersama anggota OSIS yang lain untuk acara pentas seni sekaligus merayakan kelulusan kakak kelas mereka enam bulan lagi.
"Harusnya sebagai ketua OSIS kamu contohin yang baik ke teman-teman kamu. Malah enggak ngerjain PR. Kamu bagaimana sih?"
"Maaf, Bu," ucap Naka tanpa berani menatap Bu Atika.
"Haduh, ibu pusing. Masa dari empat puluhan anak bisa hampir setengahnya gini enggak ngerjain PR? Kalian mau jadi apa kalau enggak bisa disiplin?"
Dan ceramah Bu Atika pagi itu pun dimulai. Sebagai seorang guru senior, Bu Atika sebenarnya cukup sabar bila sedang mengajar. Namun, bila sudah melanggar peraturan, jangan harap bakal mendapat keringanan. Tegas, lugas, dan ringkas mungkin itu moto hidup Bu Atika.
"Permisi Bu Atika." Suara berat seorang pria menghentikan ceramah panjang Bu Atika pagi itu. Lirikan tajam Bu Atika langsung tertuju kepada pria berperut bulat di sampingnya.
"Pak Kepala Sekolah. Ada apa, Pak?" tanya Bu Atika seperti kurang suka karena waktu ceramahnya diganggu.
"Saya membawa murid baru yang saya ceritakan kemarin. Ini namanya Ladinda. Dia akan masuk ke kelas XIA2 mulai hari ini."
Bola mata Naka yang semula mengamati sepatu hitamnya, berpindah ke depan. Seorang perempuan berdiri di depan Bu Atika. Postur tubuh Naka yang tinggi membuat dia dengan mudah mengamati perempuan itu. Perempuan berambut pendek dengan jaket bertudung hitam menutupi tubuhnya. Ekspresianya yang datar saat memandangi Bu Atika diam-diam mencuri perhatian Naka.
"Oke, udah cukup sepuluh menit saja kalian saya hukum di lapangan. Sekarang kalian masuk ke kelas dan sebagai hukuman lanjutan, saya mau kalian buat tulisan tentang hukum gravitasi universal Newton dalam sebuah studi kasus di dunia nyata sebanyak tiga halaman HVS ditulis tangan. Saya mau kalian taruh di meja saya paling lambat 10 menit setelah jam pulang sekolah."
Desahan dan gerutuan sebal samar-samar terdengar di telinga Naka. Namun, tidak sekalipun membuat konsentrasinya teralihkan dari Ladinda. Sampai bola matanya kemudian tanpa sengaja saling tatap dengan bola mata berwarna cokelat pekat milik perempuan itu.
Panik, Naka membuang tatapannya ke arah ruang kelas. Meskipun sesekali Naka masih mencuri pandang ke arah Ladinda. Perempuan yang dari lirikannya saja sudah membuat Naka merasa bila dunianya yang baik-baik saja akan beriak cukup keras kali ini.
***
Siangnya, Naka berjalan mondar-mandir di perpustakaan untuk mencari buku referensi untuk tugas dari Bu Atika. Kepalanya masih dipenuhi sesal akibat kelalaiannya melupakan PR Fisika hari ini. Anak-anak sekelasnya pasti tengah menggunjingkan dia sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
[KARYAKARSA] Ladinda dan Rumah Kata-Kata
Novela JuvenilSpin off dari cerita "LADINDA DAN LELAKI PATAH HATI" . . "Mau taruhan? Hari ini kita mungkin merasa muak sama hidup. Capek, mau marah, atau mungkin nyerah kayak yang dibilang Ladin. Gimana kalau sepuluh tahun lagi? Kita enggak pernah tahu kan gimana...