˓𓄰 ָָ࣪࣪ ؛ First Meet 𓄼𝆬𔗏𔗎

3.6K 408 18
                                    

Entah kenapa malam Ini terasa berbeda untukmu. Udara yang semakin mendingin serta jalanan yang lebih sepi dari biasanya membuatmu tidak nyaman. Ini sudah terlalu larut, tapi dirimu belum juga sampai ke rumah. Rasa was-was serta pikiran buruk mulai merasuki, bagaimana jika tiba-tiba ada penjahat? Bagaimana jika ada hal buruk yang terjadi ? Bagaimana jika- dan masih banyak pikiran buruk yang menghantui dirimu.

Dengan segala pemikiran buruk milikmu, kamu mulai melangkahkan kaki lebih cepat, ritme jantung mu juga semakin kencang beriringan dengan langkah mu. Satu hal yang kau ingin kan saat ini adalah sampai di rumah dengan selamat lalu tidur dan bermimpi indah di kasur kesayangan mu. Tapi sepertinya keinginan mu akan sedikit tertunda ketika mendengar suara rintihan dari sebuah gang dengan penerangan yang minim.

"Argh..."

Kau tertegun sejenak, bingung harus mengambil tindakan apa. Otak mu meminta untuk segera kembali kerumah secepatnya, tetapi hatimu berkata untuk mengecek terlebih dahulu seandainya orang yang merintih tadi meminta pertolongan. Kau kembali menimbang tentang keputusan apa yang akan di ambil.

"To-tolong..."

Oke, cukup. Bagaimana bisa kau yang berjiwa sosial tinggi ini mengabaikan permintaan tolong dari seseorang yang butuh bantuan?

Berbekal cahaya senter dari smartphone-mu, kamu mulai memasuki gang yang sebelumnya enggan kau masuki. Meski sesekali rasa takut kembali menyerang mu, tapi itu tidak akan sampai untuk menyurutkan rasa empati mu.

Sampai pada akhirnya kau menemukan apa yang sedang dirimu cari. Terlihat sesosok anak kecil yang sedari tadi kamu dengar rintihannya, duduk dengan kaki di tekuk dan beberapa luka yang agak dalam di sekujur tubuhnya.

"Astaga, tubuhmu terluka parah! Cepat ikut aku, akan ku obati sebisa ku ya."

Kamu menyeret anak itu dengan cepat tanpa mempedulikan pendapatnya. Sesampainya di rumahmu, kamu mulai mengambil air hangat beserta kotak obat yang kamu punya. Kamu mendudukan anak kecil itu di sofa dan mulai membersihkan lukanya.

"Kenapa?" Tanya sosok di depanmu.

Kamu yang bingung mulai mengerutkan kening dan menatapnya bingung. "Apanya yang kenapa?"

"Kenapa menolong ku?"

Kamu menampilkan raut yang lumayan kesal atas pertanyaan anak di depanmu. "Lalu? Kau ingin aku mengabaikan mu begitu saja? Tidak bisa! Lagipula bagaimana bisa bocah seperti mu mendapatkan luka sebanyak ini? Berkelahi dengan preman?"

Bukannya mendapat jawaban, lawan bicara mu justru hanya tertawa ringan. Hal itu cukup membuatmu terheran, bagaimana bisa bocah yang kau tebak umurnya masih delapan tahun tertawa disaat mendapat luka separah itu?

"Dimana orang tua mu?"

"Tidak ada, mereka membuang ku di jalan."

"Lalu? Bagaimana kau bisa mendapatkan luka sebanyak ini?"

"Mabuk."

Kau benar-benar tak mengerti apa maksud anak kecil di depan mu ini. Apa bocah itu mabuk lalu membuat masalah dengan orang dan berakhir seperti ini? Atau justru ia dihajar habis-habisan oleh orang mabuk?

"Ada orang mabuk yang memalak ku, dia menghajar ku hingga seperti ini."

Terima kasih atas jawabannya. Kau hampir saja berpikir buruk tentang anak laki-laki di depan jika dia tidak menjelaskan maksud perkataannya tadi.

"Hei bocah, kau pikir aku bodoh? Luka itu bukan luka pukulan, sudah jelas itu luka sayatan kan? Lebih baik lagi untuk berbohong kedepannya."

"Baiklah, etto--"

"Kau bisa memanggilku (name)."

"Baiklah, [name] nee-chan!"

"Hei, sejak kapan aku menjadi kakakmu?"

Kau yang mendengar itu sedikit kesal tapi juga gemas. Bagaimanapun seberapa kesalnya dirimu, dia tetaplah anak-anak.

"Lalu, siapa namamu? Apa mereka tak pernah memberimu nama juga?"

"Tidak, mereka juga tidak memberiku nama. Apa [name] nee-chan akan memberi ku nama?"

Kau tak habis pikir, apa orang tuanya hanya tau cara membuat anak hingga melupakan cara merawat dan membesarkan anak?

"Huft, baiklah. Bagaimana dengan nama Suzuki?"

"Pasaran."

"Emm, Hitoka?"

"Apa tampang ku seperti anak baik-baik?"

"Tch, baiklah baiklah. Mahito, tidak ada penolakan lagi!"

"Bagus, terdengar cocok."

Kau mencoba menahan emosi, berusaha agar tangan mu tidak melayang ke kepala 'adik' barumu itu.

"Kau belum makan? Akan ku siapkan."

Kau pergi begitu saja tampa mendengar jawaban Mahito. Kau memeriksa isi kulkas, ternyata hanya ada beberapa bungkus mie instan. Dengan terpaksa kau memasaknya meski tau itu tak baik untuk anak yang sepertinya kekurangan gizi seperti Mahito, mie instan terasa lebih baik daripada tak makan sama sekali.

Tak butuh waktu lama, mie instan siap disajikan. Kau membawa piring itu ke meja makan, tetapi tak menemukan siapapun disana.

"Apa mahito masih di sofa?"  Pikirmu.

Kau berjalan ke ruang tamu. Bukannya menemukan Mahito, justru kau menemukan sebuah catatan kecil.

"(Name)-neechan, terima kasih telah mengobati ku! Sebagai tanda terima kasih, gunakan namaku jika kau bertemu dengan kutukan." -Mahito.

"Hah? Kutukan? Apa yang dia maksud adalah kutukan yang belakangan ini sering terlihat di TV? Memangnya apa pengaruhnya jika aku menyebutkan namanya? Apa kutukan itu akan lari terbirit-birit? Yang benar saja."

Meski ada sedikit rasa khawatir yang hinggap di hatimu tentang Mahito yang pergi tiba-tiba, kau lebih mementingkan bagaimana nasib mie instan yang telah kau buat. Padahal baru kemarin kau memakan mie instan, tapi apa daya? Daripada dibuang, kau lebih memilih untuk memakannya.

Sekarang waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Terlalu larut untuk tidur bagi seorang pekerja kantoran sepertimu. Sebenarnya kau terjaga seperti itu dengan dugaan Mahito akan kembali dan merengek untuk meminta makan padamu, tapi hingga saat ini pun kau tidak merasakan keberadaannya.

Matamu yang mulai memberat memaksa mu untuk menaiki ranjang dengan kasur queen size itu. Kau memeluk guling kesayangan mu sebelum akhirnya menutupi dirimu dengan selimut tebal. Di karenakan efek lelah, tanpa sadar kau mengucapkan sesuatu.

"Oyasumi." Ucapmu sebelum akhirnya benar-benar tertidur.

Sedangkan sedikit jauh di luar sana terdapat sesosok pria yang sedang bertengger di pohon menghadap jendela kamar seseorang dengan senyum kecilnya.

"Oyasumi, [name] nee-chan."

[TBC]

Hai, gak tau bakal ada yang baca atau enggak, tapi please jangan santet aku karena bikin ff ini(┬┬_┬┬)

Hubungan kalian disini lebih ke hubungan kakak-adik daripada menjuru ke hubungan relationship ya!

||27-03-2022||

Protect You (Mahito × Reader) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang