˓𓄰 ָָ࣪࣪ ؛ Curse And Shaman 𓄼𝆬𔗏𔗎

1.7K 302 31
                                    

Seperti deja vu. Rasanya malam ini sama seperti beberapa malam yang lalu. Jalanan begitu sepi, udara yang nendingin, serta bunyi gagak yang terdengar jelas membuat mu mengeratkan syal biru di leher mu.

Pekerjaan mu menumpuk hari ini, membuat kau yang harusnya sudah sampai di rumah dua jam yang lalu kini masih di pinggir jalan menunggu bus terakhir yang lewat hari ini. Selagi menunggu, sering panggilan telepon dari seseorang menyita perhatian mu. Di layar terdapat sebuah kontak bernama "Bocah Nakal".

Kau mengangkat telepon itu dan mulai berbicara. "Doushite, Mahito-kun?"

"Kapan nee-chan akan sampai?"

"Mungkin sebentar lagi?"

"Cepatlah, aku sudah lapar nee-chan!"

"Hah... Bukannya sudah kubilang untuk tidak menunggu ku?"

"Tapi aku hanya ingin memakan masakan nee-chan."

"Baiklah, jangan mengacaukan dapur atau kau tidak akan mendapatkan makanan, mengerti?"

"Ha'i, wakatta!"

Kau menutup telepon dan segera menaiki bus. Jika ada yang bertanya darimana Mahito mendapatkan handphone, tentu handphone itu adalah milikmu yang sudah ketinggian zaman, oleh karena itu kau memberikannya pada Mahito.

Saat tengah menikmati angin malam melalui jendela bus, sesuatu datang dari depan dan menghalangi pengemudi bus, alhasil sang pengemudi bus mengerem mendadak.

Kau hampir terpental ke depan jika saja cengkeraman tangan mu pada jendela melemah. Mengabaikan rasa sakit di kepala, kau lebih memilih untuk memfokuskan pendengaran. Barisan depan bus mulai berteriak, kau yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedang terjadi.

"Sial! Yang benar saja? Aku terlalu lelah untuk berlari dan sekarang ada kutukan?" Ucapmu dalam hati dengan nada yang sedikit putus asa.

Penumpang bus mulai berhamburan keluar, sementara kau masih berusaha bersembunyi di sela-sela tempat duduk.

"Lagipula kutukan itu berada di luar kan? Untuk apa keluar? Bukannya justru sama saja dengan menyerahkan diri?"

Kau yang mulai penasaran dengan apa yang sedang terjadi mulai mengintip dari jendela bus. Terlihat beberapa penumpang yang sedang di makan oleh para kutukan dan sisanya masih menjerit melarikan diri.

Kau semakin membatu, kembali bersembunyi dan berharap para kutukan itu tidak akan memasuki mobil. Tapi sepertinya kamisama memang tidak pernah memihak mu, karena tak lama kemudian ada dua kutukan yang memasuki bus. Kedua kutukan itu masuk dari arah pintu depan, sehingga kau masih memiliki kesempatan kabur ke pintu belakang.

Dengan tenaga yang tersisa kau mulai berlari ke luar bus dan menghindari serangan dari para kutukan. Kau juga berlari sambil melempar sesuatu yang sekiranya bisa melukai kutukan itu, dari sandal milikmu sampai batu kerikil walau akhirnya percuma.

Di tengah pelarian, kakimu terpeleset kulit pisang yang entah darimana datangnya. Kau jatuh dengan wajah yang lebih dulu mencium aspal, hal hasil keningmu semakin banyak mengeluarkan darah dan para kutukan itu semakin tertarik padamu.

Kau berusaha bangkit kembali, berlari dengan rasa nyeri di kedua telapak kaki karena tentu saja kau masih ingin hidup untuk esok hari. Tiba-tiba kau teringat sesuatu, bukankah Mahito pernah menulis untuk sebut saja namanya jika ada kutukan? Tapi apa itu akan benar-benar berhasil?

Kau berhenti berlari. Bukan karena lelah, tapi semua kutukan sialan yang kau takuti kini mengepung mu. Kau yang tak memiliki kesempatan lain mulai memanggil nama Mahito dengan suara yang begitu pelan hingga hanya kau yang bisa mendengarnya.

"Mahito.."

Hening.

"Mahito, tolong datanglah!"

Tidak ada, hanya kutukan yang semakin mendekat.

"Mahito, awas saja! Jika aku masih hidup akan ku pukul kepalanya!"

Kau memejamkan mata, pasrah jika para kutukan itu akan memakan mu. Tapi setelah beberapa detik berlalu kau tidak merasakan apaun, apa Mahito datang?

Perlahan kau membuka matamu kembali, tapi rasa penasaran seketika muncul saat tau yang datang bukanlah Mahito. Kau ingin bertanya siapa orang di depan mu ini, tapi ketika kau melihat dia ingin melenyapkan kutukan itu, kau diam terlebih dahulu.

Seseorang yang mungkin kau yakini sebagai shaman (karena pakaiannya yang khas) itu, mulai menjentikkan jari. Satu persatu kutukan mulai meledak dan mati sedangkan kau justru sibuk mengagumi jurus orang di depan mu.

"Ha'i, sudah selesai! Ara, ojou-chan daijobu? Biar aku bantu." Pria dengan penutup mata itu mengulurkan tangannya padamu.

Kau hanya menatapnya heran lalu berdiri sendiri tanpa menerima uluran tangan orang di depan mu. "Sebelumnya, aku sangat berterima kasih atas pertolongan mu. Tapi maaf, kau terlalu aneh."

"Hahaha. Perkenalkan, aku adalah Gojo Satoru, seorang guru."

"Aku tau, kau muncul di berita mana pun. Gojo-san pasti seorang shaman dengan rasa percaya diri tinggi itu kan?"

"Tentu, karena aku kuat!" Perkataannya semakin membuatmu menatapnya dengan tatapan heran.

Entah bagaimana kau mulai membandingkan Mahito dengan Gojo, sedikit bersyukur karena Mahito itu pendiam dan tidak seperti orang di depanmu ini.

"Jaa, kalau begitu aku akan pergi terlebih dahulu. Terima kasih atas pertolongan mu tadi, Gojo-san." Ucapmu meninggalkannya yang masih berdiri di tempat yang sama dengan senyum andalannya.

"Hm? Apa reaksi ojou-chan itu jika tau bukan aku yang melenyapkan kutukannya?" Ucap Satoru berpikir.

Benar, yang melenyapkan kutukan tadi bukanlah Satoru. Satoru baru akan membaca mantra, tetapi seperti kalah cepat dengan "seseorang" lainnya.

"Kira-kira apa alasan pencipta kutukan melenyapkan ciptaannya?" Tanyanya pada diri sendiri sebelum akhirnya pergi dari sana.

*****

"Nee-chan, okaeri!" Sambut Mahito dengan senyum andalannya. Sayang, sedetik kemudian tatapannya terasa dingin ketika melihat luka di kepala mu.

"Tadaima."

Niat awal mu yang ingin menjitak kepala Mahito kau urungkan karena rasa sakit yang tiba-tiba mendera. Kepala mu mulai berdentut dan pandangan mu mengabur sebelum akhirnya kau jatuh tak sadarkan diri.

Sementara kau pingsan, Mahito merubah wujudnya ke ukuran normal. Mahito menggendong mu dan membaringkan tubuhmu dikamar.

Sekarang Mahito panik bukan main. Pasalnya ia hanya tau cara melenyapkan orang, bukan merawat orang sakit. Tak tahan melihat darah yang masih sedikit keluar dari kepala mu, ia memutuskan untuk meminta saran pada temannya.

"Bagaimana cara menyembuhkan orang yang sakit?" Tanya Mahito tiba-tiba.

"Sekarat? Bukannya bagus? Tinggal bunuh saja." Jawab Jogo.

"Mau ku tanam di tanah?" Tawar Hanami.

Ingin rasanya Mahito melenyapkan mereka, tapi jawaban yang Geto berikan sedikit membuka pikirannya.

"Aku tak tau apa yang membuatmu bertanya seperti itu. Jika dia manusia, kau bisa menculik seorang dokter lalu mengancamnya."

Tanpa banyak omong Mahito langsung melakukan itu dan membawa sangat dokter di dihadapan mu. Meski sedikit takut akan ancaman Mahito, dokter tersebut tetap melakukan pekerjaannya dengan profesional dan memberi perban di kepala mu.

"Nee-chan, maaf." Ucap Mahito dengan lirih dan sedikit menyesal.

Ya, karena dalang yang dari semua kerusuhan itu adalah Mahito.

[TBC]

Hai, gak nyangka ada yang baca ini wkwk. Boleh tau alesan baca ff Mahito ini?

||02-04-2022||

Protect You (Mahito × Reader) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang