2+°

111 8 26
                                    

Selamat Membaca! 💕



- Bab II

: "Lagi denger lagu, ya?"

▪︎

Selama tiga tahun di SMA, Naya berani sumpah kalau intensitas dia sama Arjuna itu cuma terhitung jari. Iya, dan alasannya cukup klasik dan cupu. Itu karena Naya selalu merasa gugup.

Bagaimana, ya. Dari semenjak dulu, Naya Putri Senjani memang tidak pernah punya banyak kenalan cowok. Makanya dia selalu merasa kesulitan meski cuma bertegur sapa.

Lagi pula, sama cewek aja Naya masih sulit untuk berbaur. Apalagi sama cowok. Modelannya kayak Arjuna lagi. Huh. Bisa terus-terusan jadi patung berjalan dia.

Dan kalau ditanya soal impresi pertama, sebetulnya gak ada. Naya cuma punya impresi yang dia sebut sebagai 'impresi pertama' itu, waktu gak bisa pulang karena hujan deras. Dia lupa bawa payung padahal Mama sudah bawel dari semalam.

Waktu itu semester satu kelas dua belas. Momen di mana Naya dan Arjuna akhirnya punya konversasi pertama setelah dua tahun cuma tegur sapa doang.

Alhasil, Naya sama sekali gak beranjak dari bangku ketika semua murid keluar kelas. Kebetulan juga waktu itu Laras gak masuk karena sakit. Jadi mau gak mau, Naya harus menunggu setidaknya sampai hujan sedikit reda. Sendirian.

Sembari menunggu reda, selama di kelas Naya hanya buka-buka sosial media sambil dengerin lagu favoritnya, lagu Dandelions kepunyaan Mbak Ruth pakai earphone. Wah, saat itu benar-benar kombinasi yang bagus. Sudah hujan, di kelas juga sunyi.

Sempurna.

Sayangnya, dua detik setelah berdecak begitu, semuanya lenyap. Kesempurnaan yang Naya rasa seketika berubah menjadi kegelisahan karena satu presensi tiba-tiba mengetuk pintu lalu masuk. "Hai. Gak bisa pulang, ya?" Kemudian duduk di bangku depan Naya, padahal gak disuruh sama sekali.

Naya yang kaget sekaligus gugup, cuma bisa mengangguk kecil lalu mengalihkan pandangannya ke jendela. Di luar hujan masih deras. Dan dia gak mungkin keluar dari kelas ini gitu aja cuma karena gak mau berduaan sama Arjunaㅡsumpah, sih, kalau diingat lagi, dia memang bodoh banget waktu itu.

Bukannya memanfaatkan situasi dan kondisi, ini malah gugup setengah mati.

Ya habisnya gimana, dong. Naya itu betulan gugup kalau dekat Arjuna. Dia selalu merasa gak bebas mengekspresikan diri kalau lagi sama cowok itu. Oh barangkali, sama semua cowok. Makanya dari semenjak masuk sekolah hari pertama sampai lulus, dia gak pernah punya teman dekat cowok.

Malah ada satu momen nyentrik, di mana waktu itu Naya pernah dikatain sama anak cewekㅡentah anak kelas manaㅡkalau dia itu lesbi. Rese banget 'kan? Rasanya pingin Naya sumpel aja tuh mulut pakai kaos kaki.

"Lagi denger lagu, ya?" tanya Arjuna lagi sambil menopang dagu.

Naya berdecih dalam hati. Benci banget dia, tuh. Bukan, bukan benci sama senyumannya Arjuna tapi, dia benci karena anehnya dia gak bisa murah senyum begitu padahal dia cewekㅡyang kata orang harus bisa bersikap begitu karena kalau gak, nanti susah dapet jodoh. Sigh.

Dan, ya, Naya mengaku kalau selama satu kelas sama Arjuna, dia sering merasa iri. Cowok itu seperti gak pernah bosan ramah sama Naya, padahal cewek itu sering jutekin dia. Dan karena hal itu, Naya jadi punya satu konklusi dan satu pertanyaan di kepalanya.

✓Dandelions | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang