Disc 7: Late Visitor

516 132 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nathan, Nathan dan Nathan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nathan, Nathan dan Nathan. Rasanya seluruh dunia hanya berputar untuk Nathan. Bahkan, sudah terhitung sebanyak 5 kali Aldo berpapasan dengan Nathan hari ini.

Pertama, ketika Nathan turun dari mobilnya yang memiliki atap terbuka---untuk mampir ke supermarket dan membeli kopi.

Kedua, ketika Aldo sedang makan di restoran komplek apartemennya.

Ketiga, ketika Aldo sedang berolahraga di GYM komplek apartemen.

Keempat, ketika Aldo membeli es krim di McDonald.

Kemudian yang kelima, ketika ia memasuki lift apartemen. Ayolah, yang benar saja.

"Lo ngikutin gue?"

"Najis. Ngapain ngikutin lo," jawab Aldo sinis.

Nathan memutar bola matanya. "Ya kali aja lo sekalian ngerangkep jadi bodyguard gue."

"Sok banget kayak anak presiden."

"Amin," sewot Nathan.

Lift berdenting, pintunya terbuka. Nathan melangkah mendahului Aldo yang masih mencibir sirik tetapi kemudian menghentikan langkahnya tepat satu langkah di depan lift.

Ia bertukar pandang dengan seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu utama. Wanita itu  tersenyum sementara Nathan tetap diam membeku.

"Gak kangen sama mama?"

***

Keduanya berada di ruang tengah, duduk bersebelahan di sofa. Terasa canggung. Nathan bahkan hanya diam, memandangi cangkir teh hangat di atas meja dan menutupi luka iritasi pada tangannya.

"Lusa mama mau ke Los Angeles, urus project kolaborasi sama artis luar," mama menoleh. "Kamu mau ikut? Di sana gak ada banyak media."

Nathan menggeleng.

"Mama ada urusan apa tiba-tiba ke sini?"

Alih-alih membahas tentang mama yang akan berangkat ke Los Angeles, Nathan justru membahas hal lain. Takut sang mama akan berakhir seperti Gibka.

Mama lantas tersenyum. "Gak boleh nih, nengokin anaknya? Mama kan juga kangen."

"Boleh ...." Nathan menggeret nada bicaranya. Masih tidak menatap mama. Ia meraih cangkir, meminumnya dalam diam. Ruang lengang sesaat. Mama berdiri, berjalan menuju jendela besar pada ruang tengah. Membuka gordennya.

"Mama mau urus ulang kartu keluarga terus ngumumin ke media kalau mama adopsi kamu."

Nathan meremat pegangan cangkir kemudian meletakkan cangkir tersebut kembali pada meja. Sambil menarik napas dalam, Nathan berujar, "gak usah, Ma. Aku lebih nyaman kayak gini, gak khawatir bakal jadi sorotan media."

"Mama gak mau main sembunyi-sembunyian lagi, Nathan."

Mama melipat tangan, menatap seisi kota jakarta yang gemerlap. "Anak mama ada dua, bukan cuma Gibka aja. Selama ini semua orang cuma tahu Gibka anak mama satu-satunya."

"Emang papa setuju?"

Mama membalik badan sementara Nathan menyandarkan badan pada punggung sofa. Menoleh pada mama. Memandangnya beberapa sekon sebelum ia lanjut bicara.

"Mama mau ngelakuin apa kalau papa sama koko gak setuju?"

"Mama ajuin gugatan cerai."

"Kalau aku yang gak mau diekspos ke media?" Nathan berdiri. "Mama yakin wartawan sama reporter di luar sana gak nyari tahu asal-usulku?"

"Mama bisa bayar orang-orang buat tutup mulut, termasuk wartawan dan reporter."

Nathan tersenyum tipis.

"Iya, ya. Mama selalu nyelesaiin semuanya pakai uang. Termasuk ninggalin aku di apartemen baru ... sendirian," tegas Nathan. Mama mengatupkan mulut, membeku sesaat. Nathan melenggang. Melangkah menuju kamar.

"Mama lakuin semuanya buat kamu, Nathan."

"Buat aku?" Nathan berhenti, membalik badan. "Buat aku atau buat reputasi mama?"

"Kenapa gak dari awal ... dari waktu kecil kenalin aku ke publik? Kenapa harus disembunyiin dan baru sekarang mama mau buka kartu?"

Nathan memilin ujung bajunya.

"Aku pikir mama beneran cuma kangen dan niat nengokin aku."

"Nathan."

Tanpa menggubris mama yang memanggil namanya, Nathan berbalik, melangkah menuju kamar.

"Mama minta maaf," ucap mama panik. Berniat mengejar Nathan. Pintu kamar Nathan tertutup lalu dikunci. Mama mengetuknya. Memanggil Nathan beberapa kali.

"Nathan?"

"Ma," panggil Nathan dari dalam. Nathan bersandar pada pintu. Diam tanpa kata setelah memanggil mama. "Aku pernah baca di buku. Kalau ada benalu di pohon, harus cepet dibuang biar gak merugikan tanaman yang ditempelin. Dihancurin, biar mati. Biar gak merambat ke mana-mana buat nyari tanaman lain untuk dirambati." <>

NocturneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang