Dulu, Namjoon juga sempat berpikir bahwa Nathan adalah orang yang menyebalkan.
Cara bicaranya buruk, etika nol, sopan santun zonk, dan cara Nathan memandang orang lain cukup sinis. Pokoknya, Nathan itu buruk sekali pada kesan pertama saat bertemu Namjoon. Padahal Nathan adalah adik kelas Namjoon dan Namjoon lebih tua satu tahun darinya.
"Did something happen?" Tanya Namjoon. (Apakah terjadi sesuatu?)
Nathan tidak kunjung menjawab. Ia hanya memandangi botol whiskey yang ada di atas meja. Meraih alkohol tersebut, berniat menuangnya pada gelas kecil.
"Nathan," panggil Namjoon sambil menahan tangan Nathan. Ia mengambil botol whiskey di tangan Nathan, menuangkannya pada gelas kemudian menatap Nathan bingung. Anak itu tiba-tiba datang ke rumahnya dan mengajak minum bersama sambil menunjukkan sebotol whiskey di tangan.
Mereka berdua berada di balkon kamar Namjoon, duduk di sofa dan menatap gedung-gedung pencakar langit beserta langit malam.
Namjoon menghela napas ketika Nathan kembali menyondorkan gelas. Ia lantas mengisinya kembali dengan whiskey. "Tell me, what's wrong?" (Katakan padaku, apa yang salah?)
Nathan menggeleng. Namjoon menahan tangan Nathan. Mencegah anak itu untuk minum.
"Malhaebwa," tukas Namjoon singkat. (Katakan padaku).
"I've told you to use english," tegas Nathan datar.(Aku sudah bilang padamu untuk memakai bahasa inggris)
Namjoon kembali menghela napas. "Thank god, you are not deaf-mute." (Terima kasih tuhan, kamu tidak tuli-bisu)
Seketika Nathan terkekeh. "Damn you." (Sialan)
Namjoon tersenyum. Nathan masih sama kasarnya seperti dulu ketika ia mengenal Nathan awal masuk SMA JIS. Namjoon tatap Nathan dalam diam.
Anak itu memang masih menyebalkan sampai sekarang dan Namjoon tidak pernah protes dengan hal tersebut. Ia tidak pernah berani protes.
Nathan teguk whiskey di gelasnya. Kemudian meletakkan gelas tersebut pada meja dan bersandar pada sofa. Diam sejenak memandang ibu kota Jakarta yang gemerlap. Pemandangan pada kamar apartemen Namjoon benar-benar bukan main.
"Yes. Something happened." (Ya, terjadi sesuatu)
Nathan tersenyum kemudian menunduk. "My big brother came to my apartement." (Kakakku datang)
"Oh, ya? It's been a long time. Maybe it's 2 or 1 years ago when he visited you? What did he say?" (Sudah lama. Mungkin sekitar 2 tau 1 tahun lalu ketika dia mengunjungi kamu? Dia bilang apa?)
"He just talking shit." (Dia hanya bicara omong kosong)
"And that shit were hurt you, right?" (Dan omong kosong tersebut menyakiti kamu, kan?)
Helaan napas panjang terlontar dari mulut Nathan. "Exactly." (Tepat)
Namjoon turut menghela napas. Menatap Nathan yang tengah menuang whiskey pada gelasnya dan gelas Nathan sendiri. Namjoon segera meraih gelas itu, meneguknya.
"What it feels like, meet your brother after a long time?" Tanya Namjoon. (Bagaimana rasanya bertemu dengan kakakmu setelah sekian lama?)
Nathan mengendikkan bahu. "I don't know."
Pandangan matanya jatuh ke lantai balkon, diam sebentar sambil mengulas senyum tipis. "Now I just ... hope not to see him again. Cause when I see him, I always feel guilty." (Sekarang aku hanya ... berharap agar tidak bertemu dengannya lagi. Karena ketika aku melihat dia, aku selalu merasa bersalah).
"Feel guilty for what?" (Merasa bersalah untuk apa?)
"Karena gue lahir, dan lahirnya gue ... cuma jadi malapetaka buat keluarga gue. Jadi aib, yang harus ditutup, dikubur sampai mati meskipun tahu gue masih pingin hidup di sini."
"Nathan?"
"I know you understand what I say. It's been 3 years since you come to Indonesia from Korea. I just have no courage to tell you in english." (Aku tahu kamu paham apa yang aku katakan. Sudah 3 tahun semenjak kamu datang ke Indonesia dari Korea. Aku hanya tidak punya keberanian untuk mengatakannya padanu dalam bahasa inggris)
Setelahnya, balkon lengang sesaat.
Namjoon menatap Nathan yang kembali meminun whiskey langsung melalui botol tanpa menuangnya ke gelas. Sampai alkohol 40% tersebut hanya tersisa sedikit. Wajah Nathan memerah, matanya terlihat sayu. Anak itu nyaris mabuk.
"Stop it. You're gonna get drunk." (Stop. Kamu bakalan mabuk)
"I do." Nathan terkekeh. Menyandarkan badan pada punggung sofa. Matanya terpejam. "Gue cemen. Minum sebotol aja udah mabuk. Gue nginep sini, ya, Kak. Lagi males sendirian di apart."
"Cemen? What is that?"
"Gue denger, Kakak bakalan balik Korea kalau udah lulus SMA."
Namjoon bergeming. Hanya menatap Nathan tanpa bisa merespons pernyataannya meski ia mengerti arti dari ucapan Nathan. Lagi-lagi Nathan tersenyum, meski matanya tertutup.
"Berarti gue sendirian lagi tahun depan."
Suara Nathan pelan dan serak. Namjoon mengalihkan pandang. Kemudian berdiri, menarik tangan Nathan dan membantunya berdiri. Berdirinya sempoyongan. Namjoon meremat pergelangan tangan Nathan.
"Don't sleep here," ucap Namjoon (Jangan tidur di sini).
Nathan tidak menjawab perkataan Namjoon. Matanya sudah terkatup dan ia bersandar pada Namjoon.
Nathan memang menyebalkan dan sampai detik ini pun anak itu masih belum berubah. Tapi satu tahun belakangan ini, Namjoon tahu penyebabnya. Secara tidak sengaja, Nathan tiba-tiba mengoceh seperti tadi saat mabuk. Mungkin Nathan memang tidak mau membicarakannya, sebab Nathan hanya akan bercerita jika sudah mabuk. Tetapi, jika sedang dalam kondisi sadar, maka Nathan akan hanya menjadi Nathan; yang tidak tahu sopan santun dan cuek.
Remaja itu tinggal sendirian di apartemen baru yang pengawasannya ketat semenjak umur 10 tahun, tanpa keluarganya. Saat Nathan masih duduk di kelas 4 SD. Saat itu, Namjoon pikir cerita Nathan hanya candaan karena tidak ada orangtua yang tega meninggalkan anaknya sendirian di usia sekecil itu dan karena Nathan tersenyum geli seperti hari ini. Namun, Namjoon baru sadar bahwa cerita Nathan bukan candaan setelah ia mengunjungi apartemen Nathan dan menginap di sana saat weekend.
Nathan bergumam pelan. "Egois, ya, kalau gue sedih denger kakak mau balik Korea tahun depan?"<>