Dalam bayangan anak kecil dengan rambut berkucir kuda, dewasa itu sangatlah menyenangkan. Punya uang banyak, bisa jajan sesukanya, bisa main jauh, bisa senang-senang tanpa ada yang meneriakinya untuk pulang, mandi, lalu mengaji.
Hanya sekedar bayangan, karena pada kenyataannya tidak semenyenangkan itu.
Banyak yang mesti di lewati, banyak yang mesti gak di apa-apain. Banyak luka yang mesti di obati, banyak kecewa yang mesti di iklasin. Proses menuju dewasa itu bukan hanya sekedar proses biasa, tapi proses itu yang memperkenalkan kita dengan luka yang sesungguhnya.
Cinta, keluarga, teman, karir, cita-cita. Semuanya menjadi satu, silih berganti datang menyapa. Patah hati karena putusnya cinta, kecewa karena keluarga, pertemanan tidak semengasyikkan dulu, karir rumit, cita-cita terhambat.
Sedikit dari banyak luka yang aku utarakan. Terkadang diri pun butuh sandaran, diri pun butuh pelampiasan, diri pun butuh kebahagiaan.
Aku cukup paham dengan keadaan ku saat ini, tapi aku tidak cukup menyukai diri ku saat ini. Terlalu rumit seperti nya jika di beberkan. Nanti, entah itu kapan akan aku ceritakan seluruhnya.
"Pengen mandi, pengen nyuci, pengen makan, tapi rasa malas sudah mendarah daging."
Aku berdialog malas, sepulang kerja seperti biasa aku selalu rebahan terlebih dahulu sampai rasa malas itu hilang, yang sialnya tidak pernah hilang-hilang jika tidak di paksa hilang.
Merangkak menuju meja kecil di dekat jendela, mengambil micsellar water dengan malas. Menuangkannya ke atas kapas, lalu setelah nya mulai membersihkan wajah sembari membayangkan suatu hari bersama Ariano.
"Ariano, Ariano. Cuma lo deh kayaknya yang cuek pake banget sama gue," aku membuang asal kapas kotor pertama tadi, mengambil kapas baru untuk kembali membersihkan wajah dari sisa make up juga debu. "Biasanya gue yang suka bales singkat chat cowok, sekarang kebalik. Justru malah gue yang di bales singkat, apa ini yang di namakan karma?"
Wajah aku ini sebenarnya berjerawat, tidak mulus, tidak glowing seperti Mba - Mba garment yang lainnya. Bekas jerawat yang menghitam pun masih setia menghiasi wajah ku ini, di tambah lagi dengan komedo juga pori-pori yang besar. Yah, kalo di lihat dari dekat si cukup untuk mengucap istighfar.
Langkah ke dua, menyisir rambut dan mencepolnya asal. "Mau nyari yang kayak gimana si Yan? Yang cantik, yang glowing? Ya harus siap buat modalin kalo gitu. Nyari yang setia, keibuan, bisa ngurus rumah, suami , anak, gue maju paling depan Yan!"
Aku mulai berjalan gontai keluar kamar dengan handuk yang sudah terselampir di pundak. Sepertinya mandi air dingin dengan memakai sabun yang banyak bisa membantuku untuk meredakan rasa lelah ini, mungkin.
"Kalaupun nyatanya Arian itu Duda, it's oke! No problem! Justru Duda semacam Arian lah yang gue cari."
🍋🍋🍋
"Jaman sekarang, bocil SD aja udah pada punya pacar, lah gue yang udah jompo gini belum kelihatan juga batang hidung si calon."
Aku mendengus kesal, melihat sepasang anak kecil yang berjalan santai sembari bergandengan tangan di depanku. Sedangkan aku, duduk sendirian di warung angkringan sembari makan gorengan. Tidak ada teman apa lagi pacar.
"Duh .... Dek, cinta tidak selamanya indah Dek!!" Aku berceletuk asal, membuat sejoli kecil itu menatap ku dengan tatapan tidak sukanya.
"Kakaknya aja yang gak laku, mangkannya jangan suka makan gorengan biar gak jerawatan."
Wah kurang asem nih bocah!
"Gue laporin Emak, Bapak lo berdua ya! Bisa-bisanya main berduaan, bukannya belajar lu pada."
Aku memasang wajah garang, berharap kedua bocah itu cepat menyingkir dari hadapanku. Malas sekali rasanya jika harus berantem sama bocah ingusan seperti mereka berdua, bukan lawan ngomong-ngomong.
"Nyenyenye, orang Mama aku udah setuju ko. Jadi santai aja, iyakan Pah?" Tanya bocah perempuan berponi itu, yang tadi sempat meledekku jerawatan.
"Iya, kita kan udah di restuin ya."
What!? Apa tadi? Pah? Restu? Kuping gue masih berfungsi dengan baik kan?
Ya ampun, jauhkan lah aku dari anak-anak jaman sekarang. Yang masih pacaran aja udah manggil Mamah, Papah. Masih belum cukup umur aja udah bilang "udah di restuin."
"Terserah lo pada dah! Kagak ikut-ikut gue mah. Dah hush, sana pergi lo berdua!"
Aku mendengus kesal, sialan dua bocah tengik itu sudah berhasil membuat mood nongkrong ku hancur seketika.
"Ck, dasar kakak berjerawat!"
"Gue sumpahin ya lo, gede nanti muka lo jelek banyak jerawatnya!"
Bocah tengik!
Jerawat di muka gue cuma satu doang udah di olok-olok "kakak berjerawat" hello! Jerawat gue ini cuma satu, itu juga gara-gara gue lagi datang bulan, jadi wajar dong jerawatan? Anak siapa si itu, rasa-rasanya mirip kayak anak tetangga dah si Fellis.
"Del..."
Aku menjengit kaget, melirik malas ke cowok ber-hoodie hitam dengan celana selutut. "Udah habis berapa gorengan, lo?"
Aku berdecih pelan, menyangga kedua siku ku ke atas meja panjang ini. "Baru Lima rebu, keburu kesel sama tuh dua bocah tengik."
Mas Dion menolehkan kepalanya ke arah dua bocah tengik itu yang kini sedang asik berpacaran di samping penjual Arum manis.
"Lah, itu bocah malem-malem masih bae keluyuran."
"Kenal Mas?"
Mas Dion mengangguk singkat, kedua tangannya bergerak cepat membuka bungkus nasi kucing. "Itu yang cowok namanya Ardo, yang cewek namanya Shintia. Mereka berdua tetanggaan cuma kehalang tiga rumah termasuk rumah gue. Nah ceritanya dari mereka umur 3 tahun, kedua Emaknya emang sering ketemu, main bareng, arisan, imunisasi, dan lainnya. Terus pas mereka masuk sekolah TK juga udah bareng, SD bareng lagi, ya circle pertemanan mereka ya cuma berdua. Gak ada lagi si, udah lengket banget kayaknya."
Aku mengangguk singkat, benar-benar tidak bisa di biarkan kalau begini. "Mas Dion jauh-jauh ke sini cuma buat makan di angkringan?"
Aku bertanya heran, pasalnya dari kost Mas Dion itu jaraknya cukup jauh untuk bisa sampai di warung angkringan ini. Kalaupun dari kontrakan tidak memungkinkan karena ada pembenaran jalan di Blok 1 hingga harus memutar ke Blok 2 untuk keluar ke jalan raya, dan itu cukup jauh.
"Lagi di kontrakan, laper jadi keluar nyari makan. Lo sendiri?"
"Biasa lah, healing sebelum kembali pusing."
"Healing lo cuma sekedar makan gorengan sama teh tawar?"
"Tanggal berapa ini Mas?"
"31 Maret, kenapa?"
"Akhir bulan, uang menipis setipis tempe mendoan ini," ucapku sembari mengambil kembali tempe mendoan yang masih mengeluarkan asap.
Mas Dion tertawa renyah di sela kunyahannya, matanya menyipit, lucu. "Yaelah, soal duit? Yaudah, mumpung lagi baik makan aja sepuasnya nanti gue yang bayar, kasihan sih anak garment gajihannya masih lama."
Aku mencibir kesal, bisa-bisanya dia menghina ku seperti itu. "Cih, sombong amat!"
"HAHAHAHA"
Tawanya lepas, suaranya sungguh membuat candu apalagi dengan gerakan tangan yang spontan mengusap ujung kepalaku, membuat pikiran ini kembali melayang "seandainya ini Ariano."
"Udah punya pacar Del?"
🐊🐊🐊
Kalian tahu wahai sahabat?
Hari ini itu aku seneng banget lohhhh.....Biasa lah, modus.
Tapi modus kali ini, masyaallah menguji kinerja jantung. Dag-dig-dug serrrrr.... Doa kan ya teman-teman semoga aku bisa sama Mas Crush ..... Whehehehehe
QMermaid
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush
ChickLitAku ingin duduk berdua, menikmati gemericik air hujan yang kembali datang menyapa. Aku ingin duduk berdua, menikmati wangi tubuh yang selalu menggoda. Aku ingin duduk berdua, menikmati Auzora yang menghilang perlahan. Aku ingin duduk berdua, menikma...