Ariano Aditya 🦙

3 1 0
                                    

"Semangat ya."

Aku tersenyum kecil, selepas shalat Maghrib tadi Ariano membuat story' Instagram yang berisikan foto kakinya sendiri dengan caption "semangat ya."

Entah untuk siapa, aku tidak perduli. Yang pasti hanya dengan itu saja semangat ku untuk terus mencari duit semakin tinggi. Memang ya, the power of ayang itu kuat banget.

Tadinya sih aku lemes banget, kayak orang yang kekurangan darah, bedanya aku bukan kekurangan darah melainkan kekurangan duit.  Selain ayang, duit juga berpengaruh dalam semangat ku setiap hari.

Langsung aku balas kembali dengan menggunakan story' yang sama, yaitu foto kaki di atas motor dengan caption "Iya" hanya sebatas itu tapi udah seneng banget. Buat aku yang gak pernah bucin atau selalu beranggapan kalau bucin itu alay, hal semacam ini itu bisa di anggap sebagai karma.

Karma karena aku yang sering mengisi kegabutan ku dulu dengan memberikan PHP pada beberapa cowok, kalau kata Nerrisa sih "Karma is the real, lo PHP-in cowok suatu saat lo yang bakal kena PHP sama cowok."

Dan terbukti, bukan kena PHP melainkan kena penyakit bucin level atas.

"Delice! Ketemu lagi kita."

Aku mendengus kesal, kenapa setiap aku pergi keluar sendiri selalu ada Mas Dion? Kenapa selalu bertemu dengannya sedangkan dengan Ariano yang jelas-jelas aku harapkan tidak pernah. Apa jangan-jangan Mas Dion ini penguntit? Ah masa sih.

"Kemarin lo jajan gorengan di angkringan depan, sekarang lagi mau ngeronda sama Bapak-Bapak?" Tanyanya sembari memposisikan dirinya duduk sebelahku.

"Serajin apa si gue? Besok masih masuk kerja ngapain ikut ngeronda?"

"Lah, ini lo ngapain nongkrong di pos ronda?"

Aku menghembuskan napas lelah, Mas Dion alias kasir Alfamidi ini memang selalu banyak bicara, asik tapi kalau aku lagi malas ngomong malah jadi menyebalkan.

"Ngidam ketoprak, Amang yang biasa mangkal di sini jualan gak si?"

"Jualan, tadi gue ketemu di depan rumah lo."

"Heh, kalo dia lagi keliling lewat rumah gue kenapa gue mau repot-repot nungguin disini? Menyebalkan sekali."

Mas Dion tertawa renyah, seperti biasa dia akan terlihat sangat tampan jika sedang tertawa lebar seperti sekarang. Dan aku suka itu. "Setiap hari juga kan Amang ketoprak suka keliling, lo nya aja kali yang gak tahu."

Ya memang gak tahu dan gak mau tahu, soalnya aku termasuk ke dalam sekte manusia tidak mau tahu menahu, meski itu menguntungkan tapi rasanya malas untuk cari tahu.

"Del, Minggu besok bisa temenin gue?"

Aku mengernyit bingung, tumben sekali Mas-Mas di samping ku ini minta nemenin. "Kemana? Kalo mau beresin kontrakan eh salah rumah lagi gue gak mau ya."

Mas Dion terkekeh dengan kepala yang di gelengkan pelan, tatapan matanya teduh dan hangat. Berbeda sekali dengan tatapan matanya Ariano yang lebih ke tajam dan mengintimidasi. "Tenang aja kali, Mama sekarang tinggal di rumah itu sama gue, jadi rumah setiap hari bersih terus," ucapnya menjeda, membenarkan tudung hoodie nya itu menjadi lebih maju ke depan.

"Besok mau ke suatu tempat, lo bisa temenin kan Del?"

Aku berpikir sejenak, sebenarnya hari Minggu ini aku ingin habiskan waktu ku dengan tidur dan bermeditasi di kamar sendirian, tapi mungkin menemani Mas Dion pun tidak ada salahnya. "Oke deh, tapi nanti aku minta jajan seblak ya di kedai Yuni."

Pokoknya, apapun itu yang sedikit merepotkan atau pun merepotkan banget harus ada imbalannya. Seblak sosis premium di kedai Yuni mungkin gak ada salahnya, udah lama juga gak nyeblak sambil nyablak di sana. Biasanya kan setiap Minggu aku, Teh Shena, Teh Meisya juga Teh Halinka suka nongkrong di sana buat nyeblak sambil nyablak.

My CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang