06

556 80 13
                                    

Jangan lupa vote dan comment!  ♡♡

.
.
.
━━━━━━━━━━━━

Perundingan yang dibuat oleh Peter berjalan dengan alot dan tegang. Tak perlu bertanya, dari mimik wajah sudah terlihat bahwa rakyat Narnia cukup merasa cemas. Pasalnya, mereka bukan hanya kekurangan pasukan tapi juga senjata yang memadai.

Mereka datang dengan persiapan yang matang, dengan benda-benda logam yang sudah di bentuk sedemikian rupa. Merasa tertinggal jauh? tentu Peter dan Caspian merasakannya.

Peter membuka lagi pembicaraan setelah diam berberapa menit dengan kepalanya yang terus berkerja mencari akal.

"Lucy...kau tahu kau beruntung untuk  bisa melihatnya kan?" tanya Peter sambil melihat dinding batu yang terukir perawakan Aslan disana, "Ku harap dia memberiku sedikit petunjuk saja, aku harap dia datang untuk kita." kata Peter. Zea tahu sebenarnya Peter sangat lelah dengan semua hal yang terjadi. tapi lagi-lagi harapan rakyat Narnia  berada di tangannya.

Lucy maju mendekat kearah Peter, dipegangnya erat tangan saudara laki-lakinya, memerikan kekuatan disana "Kau tau, mungkin kita yang harus menunjukaannya ke Aslan." ujar Lucy.

peter menatap lurus kemata Lucy seperti melihat secercah harapan ditengan jalan buntu yang sedang dia hadapi. "Apa kau bisa mencarinya?"

mendengar itu Trumpkin mengeram marah, "Kau sudah gila? mengirim adik perempuan mu kesana? sudah berapa banyak orang yang berkorban disini? kau siap melihat dia yang selanjutnya?"

Peter baru akan menjawab sebelum Susan lebih dulu berucap, "Dia tidak akan pergi sendiri, aku akan pergi dengannya." 

"Nikabrik mungkin kehilangan harapan, tapi tidak dengan Ratu Lucy." kata sigung bernama Trufflehunter. dia melanjutkan "Begitu pun dengan ku."

disisi lainnya Zea terlihat sedikit bingung dengan nama yang Trufflehunter sebut sebelumnya. dia menggeser sedikit duduknya menuju Edmund yang duduk disebelah kanan sedang memainkan pisau kecil.

"Siapa Nikabrik?" bisik Zea di telinga Edmund.

Edmund menoleh, "Salah satu yang kau sihir tadi." kata Edmund di telinga Zea. Zea mengangguk mengerti dan tak mau bertanya  lebih jauh, karna menurut Zea itu akan mengorek luka. tak ada yang bahagia kan jika sahabat baik mu menghianati mu menuju pilihan yang buruk yang berakhir melawan mu?

Caspian yang dari tadi hanya menyimak segala sesuatu yang terjadi akhirnya mulai membuka suara, "Miraz mungkin seorang yang kejam dan pembunuh," Caspian bangkit dari duduknya untuk berjalan di antara Lucy dan Peter. "Tapi sebagai raja dia adalah inti dari tradisi dan mengharapkan orang-orangnya dan ada satu fakta yang menguntungkan untuk kita..." lalu perkataan selanjutnya dari Caspian tak bisa lagi Zea dengar karena Edmund menarik perhatiannya. 

"Cih, kenapa?" tanya Zea sedikit menaikan nada bicara karena Edmund terus-menerus menarik pelan lengan bajunya.

"Kau, kenapa bisa menggunakan tongkat sihir?" bisik Edmund.

"Keturunan? atau karena dipelajari? atau bisa juga karena darah penyihir mengalir didarah ku?" jawabnya dengan kedikan bahu.

Edmund menganguk paham, "Aku mau mengajak mu untuk saling membantu" katanya antusias di telinga Zea.

"Maksud mu?" bingung Zea.

"Aku tahu kau buruk dalam memanah." Zea memutar malas bola matanya "Jadi aku akan mengajari mu menggunakan panah dan kau harus mengajariku sihir yang kau gunakan  tadi."

𝐓𝐖𝐎 𝐖𝐎𝐑𝐋𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang