Alsa mengikuti Mama dan Savina memasuki sebuah gedung sekolah. Eksterior sekolah ini lumayan bagus. Banyak taman dan ada lapangan olahraga besar.
Ketika masuk ke dalam, Alsa juga melihat brosur yang ditempel di papan besar. Rupanya ada kegiatan ektra kurikuler panahan, renang dan taekwondo.
Wow, ini yang aku suka! pikirnya.
Alsa masuk ke sebuah ruangan dengan lemari dan meja kayu besar, penuh dengan buku, map dan kalender. Ia agak heran, kenapa ruangan kepala sekolah umumnya seperti ini. Membuat murid tidak nyaman saat memasukinya.
"Assalamu'alaikum, Ibu Salsabila. Saya ibu Fadilla, kepala sekolah SMA Islam Cordova. Selamat datang!"
"Wa'alaikumsalam, Ibu Fadilla. Terimakasih karena sudah memperkenankan anak-anak saya masuk di sini. Karena faktor usia dan pola sekolahnya yang lama, agak sulit saya cari sekolah untuk mereka. Kebetulan kakak ipar saya merekomendasikan sekolah ini."
"Iya, Bu. Saya paham sekali. Silahkan duduk dulu!"
Alsa duduk di antara Mama dan Savina. Sementara ibu kepala sekolah duduk di hadapan mereka.
"Jadi Alsa yang mana?"
Alsa mengangkat tangan kanannya. Lalu menunjuk adiknya,"Ini Savina!"
"Cantik-cantik kayak mamanya ya. Bisa jadi primadona di sini!" ujar Ibu Fadilla.
Mama tersenyum. Namun Alsa tidak terlalu mengerti. Kenapa wajah cantik bisa jadi primadona. Menurutnya kalau perempuan pintar, jago olahraga atau punya prestasi unik, itu yang pantas dijadikan idola.
"Kebetulan waktu SMP mereka ambil program akselerasi. Jadi hanya dua tahun sekolahnya. Alsa saat ini baru enam belas tahun, tapi sudah tamat kelas dua SMA. Sementara Savina, kemarin ini baru lulus ujian SMP. Usianya baru empat belas tahun. Jadi agak sulit untuk masuk sekolah umum."
"Memang betul, Bu. Kalau di sekolah kami tidak ada masalah. Selama mereka mampu mengikuti program kelas, usia berapa pun boleh. Dulu Leo juga tamat SMA-nya di usia tujuh belas."
"Abang Leo dulu sekolah di sini, Ma?" tanya Alsa, teringat kakak sepupunya.
"Iya, dulu Abang Leo juga sekolah di sini," jawab Salsabila.
"Lagipula hasil ujian Alsa bagus sekali. Kalau seperti ini, bisa mendapat beasiswa sekolah selama kelas tiga."
"Alhamdulillah. Terimakasih banyak Ibu Fadilla."
Ibu Fadilla mengajak mereka semua untuk keliling sekolah. Kemudian mengantar Alsa ke kelasnya di lantai tiga. Setelah itu mereka pergi mengantar Savina ke ruangan kelas satu di lantai dua.
Alsa menarik napas dalam dan memberanikan diri membuka pintu kelas. Ia merasa kurang nyaman dengan wajah-wajah baru yang tampak acuh padanya. Kemudian mencari bangku kosong. Ternyata hanya ada satu bangku paling belakang pinggir dekat jendela. Padahal ia tidak begitu suka duduk di belakang. Seringkali tidak bisa konsentrasi.
Mungkin nanti ada yang kosong di depan, pikirnya. Untuk saat ini, dia letakkan tasnya di bangku itu. Lalu duduk sambil memperhatikan sekeliling.
Ia agak terkejut waktu melihat seorang cowok yang wajahnya familiar. Cowok itu duduk di sebelah, deretan bangku kedua setelahnya, tapi tidak melihat ke arah Alsa. Dia asik bercanda dengan teman-temannya.
"Di mana aku pernah ketemu dia ya?" Gumam Alsa berusaha mengingat-ingat.
Terdengar bunyi bel kelas. Semua murid masuk dan duduk di bangku masing-masing. Alsa melihat ke sekeliling, ternyata memang semua bangku sudah terisi. Berarti tipis harapannya untuk pindah ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamu'alaikum, Humaira (Diterbitkan)
RomanceJangan lupa follow @lizbelle sebelum baca ya, supaya dapet terus info updatenya. (Sekuel dari kisah dr. Salsabila) Blurb : Ketika dua bangsa disatukan oleh cinta .... "Mulai hari ini kau harus melupakan masa lalumu dan jangan biarkan orang lain me...