Bab 1 : Melarikan Diri

7.2K 354 12
                                    

Zayd Al-Ayyubi duduk di lantai dingin penjara bawah tanah. Wajahnya penuh lebam. Seluruh tubuhnya nyeri. Matanya tertutup sebelah karena bengkak dan membiru akibat pukulan tentara Israel yang menangkapnya. Kelopak mata yang sebelah pun hanya mampu membuka sedikit.

Namun Zayd sama sekali tak mengeluh.

Teringat kata-kata abi dan umminya sebelum mereka meninggal syahid,"Wahai anakku, semua pedih dan lapar yang kita rasakan saat ini. Tak sebanding dengan nikmatnya pahala Surga kelak. Karenanya hiasi selalu ucapanmu dengan dzikir kepada Allah. Insya Allah, dzikir itu yang akan membuatmu kuat!"

Karenanya, saat ini Zayd terus berdzikir. Bahkan saat ia diinterogasi oleh pihak penjajah. Tak sepatah kata pun ia bocorkan rencana para pemimpinnya.

Waktu ia menjalani wajib militer. Zayd menawarkan diri untuk menjadi mata-mata. Sejak kecil keahliannya memang menyelinap untuk mengantarkan makanan bagi warga Gaza yang tidak bisa ikut ke pengungsian.

Sudah beberapa kali pula ia mengecoh petugas perbatasan. Sehingga bisa mencuri dengar rahasia mereka.

Sayangnya pagi tadi, saat Zayd sedang menjalankan aksinya. Ia melihat seorang kakek dari bangsanya yang terkurung dan dipukuli oleh penjaga perbatasan. Ketika ia berusaha menyelamatkan kakek itu, dirinya malah ikut tertangkap. Kemudian dibawa ke Yerusalem.

Selama di sana, ia dipukuli oleh petugas penjara dan mereka menyiksanya tanpa ampun. Hanya lafadz Allahu Akbar dan La haula wa laa quwwata illabillah yang terus terucap di bibirnya.

Tiba-tiba terdengar dentuman beberapa kali di ruang tahanan. Penjaga yang tadinya bersiaga di penjara bawah tanah, berlarian keluar. Mereka disuruh berkumpul oleh komandannya.

Ini kesempatan untuk lari! Pikir Zayd.

Dengan penglihatan yang hanya sebelah. Zayd berusaha membuka kunci penjara menggunakan kawat yang disembunyikannya di bawah lidah. Dia memang memiliki keahlian membuka kunci ruangan, setiap kali tertangkap.

Setelah pintu jeruji itu terbuka, ia berjalan mengendap dan tertatih menuju pintu keluar. Saat itu benar-benar pasrah pada Allah SWT. Hidup dan matinya, ia serahkan pada Sang Pencipta.

Ajaibnya pintu keluar dari bawah tanah kosong. Semua penjaga bersiaga di pintu luar rumah tahanan.

Selama menjalani tugasnya sebagai mata-mata, Zayd sudah sering keluar masuk rumah tahanan ini. Jadi ia tahu jalan keluar alternatif. Yaitu melalui sebuah lubang di tembok yang tertutup peti-peti kayu. Di ruangan tempat mereka biasa menyimpan persediaan makanan.

Digesernya peti itu, sampai ditemukan lubang sempit yang seukuran badannya. Hanya orang terlatih mampu melewati lubang itu. Kemudian ia menurunkan kakinya terlebih dahulu. Setelah sampai ke dada, Zayd menarik peti itu kembali menutupi lubang. Kemudian keluar melalui gorong-gorong gelap, bekas saluran air di bawah tanah.

Zayd sangat letih, tubuhnya juga sakit untuk digerakkan. Namun tidak ingin menyerah begitu saja. Dzikir yang dibacanya berulang kali, telah menguatkan tekadnya.

Akhirnya samar-samar ia melihat seberkas cahaya dari arah atas. Zayd memanjat dan melihat ada jalan keluar menuju perbatasan Yerusalem. Dari sana ia bisa lari menuju Ramallah, ibu kota Palestina.

Tempat yang dianggapnya paling aman adalah pesantren milik Ustaz Omman. Seorang aktivis dari Indonesia yang memilih tinggal dan berkeluarga di Palestina.

Di sanalah rumah Zayd, sejak abi dan umminya wafat. Namun sudah empat tahun ini ia tidak pulang, karena harus menjalani wajib militer. Ia memang bercita-cita ingin meneruskan perjuangan abi dan ummi.

Dengan pincang, Zayd keluar dari gorong-gorong itu menuju bekas reruntuhan bangunan. Ia coba beristirahat sebentar. Menunggu situasi benar-benar aman.

Kepalanya terasa pusing dan penglihatannya kabur. Namun ia yakin bisa menerobos perbatasan. Ketika hari semakin gelap dan dirasa telah aman. Zayd pun menyelinap keluar.

Assalamu'alaikum, Humaira (Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang