Bab 6 : Terkunci Di Lantai Tiga

1.8K 205 12
                                    

Alvin mondar-mandir di ruang tengah dengan gusar. Sementara Alsa duduk memperhatikannya.

"Alsa, Papa kan sudah bilang. Walaupun kamu punya ilmu bela diri, tapi tetap harus waspada. Jangan asal nantangin orang!"

"Soalnya mereka mau ngancem teman Alsa. Kata Papa kita harus menolong sesama teman."

"Iya betul. Tapi situasi seperti kemarin itu bahaya banget. Bagaimana kalau mereka ternyata ada lebih dari dua orang? Sementara tenaga kamu gak kuat melawan semuanya. Papa jadi khawatir sama keselamatan kamu."

"Buktinya Alsa bisa ngalahin mereka!"

"Kebetulan saat itu kamu bisa menang. Tapi kita tidak tahu kedepannya seperti apa. Harusnya kamu cepat-cepat panggil petugas. Biar orang dewasa yang menangani preman-preman seperti itu!"

"Nanti teman Alsa keburu ditusuk. Alsa gak mau ambil resiko."

"Iya, Pa. Kak Yoga itu baik banget. Waktu Savina di bully sama kakak kelas, dia yang tolongin!" sahutnya, membela Kak Alsa.

Alsa malah melotot padanya. Savina baru ingat. Dia sudah diwanti-wanti agar tidak menceritakan soal bullying itu. Bisa bikin orangtuanya semakin cemas.

"Apa kamu di bully? Kapan?" tanya Alvin sambil bertolak pinggang.

"Eng ... hari Kamis kemarin," jawab Savina pelan.

"Kenapa sekolah SMA sudah enggak aman lagi sih!" Omel Alvin.

"Sudahlah, Pa. Lebih baik kita pikirin ke depannya gimana. Alsa sudah berbuat baik sama temannya, itu patut di apresiasi. Tapi bener kata Papa, kalian harus hati-hati banget. Orang jahat itu akalnya banyak. Di saat seperti itu, lebih baik panggil satpam dulu!" kata Salsabila memberi nasihat.

"Neng, tolong telepon kepala sekolahnya. Mulai besok harus pasang CCTV di semua sudut sekolah. Terutama taman belakang dekat masjid itu, kan siapa aja bisa masuk. Kemudian anak-anak mulai besok diantar jemput supir ke sekolah!"

"Yaaah, jangan Pa. Katanya Alsa sama Savina harus belajar mandiri. Alsa gak mau dibilang anak manja sama teman-teman yang lain," protesnya.

Ia tidak mau seperti Raras yang terkekang hidupnya. Harus diantar jemput supir. Seminggu ini ia senang karena bisa belajar naik angkot dan membaur dengan yang lain.

"Ya udah, kalian tenang aja. Nanti Mama sama Papa cari jalan keluar yang terbaik," ujar Salsabila. Dia sendiri merasa khawatir, tetapi kalau pakai supir antar jemput, sepertinya agak berlebihan.

***

Pagi ini Alsa tiduran di bangku kelas, karena ruangan masih sepi. Teman-temannya belum ada yang datang.

Kemarin diputuskan, mereka berangkat ke sekolah naik mobil hotel. Pulangnya, saat Alsa dan Savina tidak ada kegiatan, boleh  naik angkot. Tapi kalau salah satunya ada yang ikut kegiatan klub. Mama sudah booking ojek langganan untuk jemput mereka.

Intinya mereka tidak boleh pulang dan pergi sendirian.

Alsa merasa tidak terlalu keberatan kalau seperti itu. Untuk mobil hotel, Alsa bisa minta diturunkan agak jauh dari gerbang sekolah. Dia juga sengaja berangkat lebih pagi, agar tidak ada temannya yang melihat.

Pak Burhan, ojek langganan Mama, juga sangat kompak sama mereka. Dia parkir motor agak jauh, jadi tidak terlalu mencolok.

Alsa masih asyik tiduran dengan mata terpejam, tahu-tahu ada yang mendekatinya. Begitu membuka mata, ia terkejut melihat wajah Yoga tepat ada di hadapannya.

"Ngantuk, Sa? Tumben datengnya pagi banget!" kata Yoga.

"I-iya, lagi kepingin dateng pagi aja. Kamu sendiri kok udah dateng?"

Assalamu'alaikum, Humaira (Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang